Sejujurnya tulisan ini dibuat pertama-tama sebagai bentuk reaksi terhadap viralnya fenomena spiritual. Ditambah lagi sepertinya konten berbau mistis bisa sedikit mengangkat viewer tulisan saya di Mojok.
Oke deh, sebagai permulaan saya akan membuka diri terlebih dahulu. Sebagai seorang mas-mas yang selalu skeptis terhadap hal-hal yang berbau gaib, bagi saya pribadi memang sangat sulit guna mempercayai hal-hal yang terjadi di luar nalar.
Contohnya saya pernah mengalami berada di situasi di mana salah seorang teman saya kesurupan. Pada sekitar tahun 2011 semasa SMA di Bandung, seorang kawan saya mengajak aku dan 3 temanku guna menginap di sebuah Villa miliknya di daerah dataran tinggi Ciwidey. Kebetulan hari itu memang villanya sedang kosong, oleh karena itu kami bersepakat “okelah berangkat” tanpa banyak persiapan.
Dari siang sampai sore, tidak ada kejanggalan. Kami bertiga bermain dengan bebas dan lepas. Marko tidak ikut bermain karena alasan lelah. Tibalah malam hari, di mana semua orang sudah mulai capek karena keasyikan menghabiskan tenaga dari siang. Suasana sangat tenang waktu itu. Kami berempat pun berjejer tidur di tengah Villa.
Tanpa ada angin tanpa ada hujan, Marko langsung bertingkah aneh. Awalnya dia tertawa-tawa sendiri. Kami pun biarkan, barangkali dia ngigau. Tapi lama-kelamaan tawanya makin keras diikuti gerakan mengguling dari kiri ke kanan.
“HAHAHA…HAHAHAHA”
Mendengar suara tawa yang keras, kami yang awalnya tiduran pun langsung bangkit dan melihat tingkah Marko. Teman saya bernama Aris, berkata “Loh kenapa tuh si Marko?” “Wah pakai narkoba kali” jawab saya bergurau.
“Ko, Ko, kamu kenapa? Yang benerlah jangan bercanda. Mana ketawa keras-keras udah malam nih!” ungkap saya diikuti rasa kesal.
Dia langsung berhenti, dan mengambil posisi duduk bersila. Marko berkata dengan nada lantang “Aing lain Marko! Aing nu Ngajaga Villa Ieu!” (re: saya bukan Marko, saya yang jaga tempat ini)
Kami bertiga sempat keheranan melihat keanehan Marko, ditambah dia mendadak pandai berbahasa Sunda, yang mana setahu Kami dia itu orang seberang yang baru pindah ke Bandung.
“Oh Mang Diman. Penjaga Villa. Apa kabar Mang Diman?” balas Wawan teman kami secara polos sambil menyodorkan tangannya. Dia pun langsung keheranan “Bentar, kenapa Mang Diman ada di tubuh Marko? Eh Mang Diman kan masih hidup. Orang dari tadi ngobrol dan bantuin kita beresin Villa. Lho?”
“Emang Mang Diman masih hidup. Kamu aja yang bego Wan, aduh! Marko ini kesurupan!” Saut Aris.
Mendengar Aris berkata bahwa Marko kesurupan, kami semua pun langsung shock. Di tempat itu hanya ada kami berempat, apalagi diantara kami pun tidak ada anak soleh atau yang pandai membaca-baca b gitu.
Villa kami pun jauh dari keramaian. Rumah Mang Diman penjaga Villa juga berada sangat jauh sekali. Sumpah! malam itu merupakan malam yang membingungkan bagi kami semua. Aku pun hanya diam dan memperhatikan sambil gemetar.
Kembali ke Marko, Ia masih berbicara ngedumel dengan bahasa Sunda, “Aing ka ganggu didieu. Saria tatadi garandeng! Aing ka ganggu! Aing ka ganggu!” (re: saya tadi terganggu di sini. Kalian berisik dari tadi. Saya terganggu!)
Aris pun memberanikan diri menanyai Marko dengan bahasa Sunda. “Punteun Mbah, sateacana ieu sareng Mbah saha?” (maaf mbah, sebelumnya ini dengan mbah siapa?) suaranya bergetar pertanda takut.
“Aing Mbah Golek. Aing lila cicing didieu lewih ti sia! Aing ka ganggu ku sararia, sia kudu menta hampura ka aing, bawakeun aing kopi hideung!” (Saya Mbah Golek. Saya tinggal di sini sudah lama dari kalian. Saya terganggu oleh kalian. Ambilkan saya starbuck!) ucap Marko.
“Kopi Pahit Mbah?” timbal Aris kembali.
“Heuh eta maksud aing kopi hideung pahit buru!” (iya itu maksud saya kopi hitam pahit cepat! jawab Marko.
Aris pun langsung menyuruh Aku dan Wawan membuat kopi hitam yang pahit di dapur. Benar saja setelah kami buatkan dan berikan. Marko langsung minum, diikuti tubuhnya yang seketika tergeletak. Selang beberapa saat Ia pun sadar dan berkata “kenapa mulutku pahit banget nih?”
Kejadian menyeramkan waktu SMA itu begitu membekas di memoriku, Aris dan Wawan. Namun beranjak dewasa, aku menyadari kejadian kesurupan dan spiritual sebenarnya bisa dijelaskan secara logis menggunakan ilmu sains.
Penjelasan sederhana pun saya temukan dalam sebuah channel YouTube bernama Vincent Ricardo yang mewawancarai dr. Ryu Hasan seorang Neuroscientis. Dimulai dari prinsip pisau Ockham, yang menekan bahwa penjelasan atas suatu fenomena yang sama dengan cara yang sederhana lebih mungkin benar.
Poin yang saya dapatkan adalah
Kesurupan secara ilmu kedokteran disebut dissociative trance disorder (DTD). Trance di situ dijelaskan kondisi di mana manusia dalam fase sadar tidak sadar, yang sebetulnya sadar.
Ketika trance (kesurupan) itu berlangsung otak mengirimkan sinyal untuk releasing stress (melepaskan stress). Orang yang susah melampiaskan stres, tak jarang menjadi orang yang mudah “kesurupan”. Makanya ada orang yang kesurupan langsung teriak-teriak, menari, bertingkah aneh, atau bahkan meminum sesuatu karena itu adalah cara mereka melepaskan stress dalam kondisi DTD tadi.
Keuntungan seseorang melepaskan stres dalam kondisi trance, ialah mereka akan banyak mendapatkan banyak perhatian. Selain itu apapun keinginan mereka pasti akan dituruti. Tak heran bila kemudian ajang kesurupan ini menjadi kondisi pelepasan stres yang tepat bagi mereka yang kurang perhatian, tidak punya banyak teman, dan memiliki banyak keinginan.
Toh, jika diperhatikan memang jarang menemukan juga orang kesurupan ketika Ia sendirian di kamar, pasti kebanyakan pas ketika lagi ada keramaian kan? Juga jarang ada orang yang kesurupan itu mereka yang populer di sekolah dan punya banyak temen, pasti yang kesurupan adalah mereka yang pendiam di sekolah, tidak terlalu populer ya?
Juga orang kesurupan biasanya minta kopi hitam. Hmm kayak nya kalau tahu gitu kebanyakan dari mereka sekarang bakal minta starbucks atau chatime deh. Lho?
Selain itu berhubungan dengan orang yang kesurupan (trance) yang mendadak bisa berbahasa asing (seperti Sunda, Jawa, Inggris, Arab, atau Belanda) pun dijelaskan oleh dr. Ryu.
Hal itu termasuk ke dalam istilah recalling (mengingat di dalam otak). Jadi sebetulnya orang yang kesurupan pernah mendengar bahasa-bahasa tadi. Tapi dia tidak bisa mengingat ketika sadar. Saat trance otaknya langsung melakukan hyper-recalling, makanya Ia langsung berbicara seolah mahir berbahasa tersebut.
Jadi, kiranya cerita dan penjelasan di bawah cukup menjawab rasa penasaran saya pada kejadian yang menimpa Marko dulu.
Memang Marko orangnya cukup susah bergaul karena waktu itu tahun pertama Ia pindah ke Pulau Jawa. Ia terpaksa datang ke Bandung ikut Ibunya, sementara sang Ayah tetap di luar pulau sana. Sewaktu SMA pun memang hanya kita bertiga saja orang yang ingin jadi temannya. Ia pun punya kepribadian yang moody, sekejap aktif dan sekejap diam. Ia juga termasuk ke dalam orang yang jarang cerita meski pada kita temannya sendiri.
Sialan kau Marko!