Tidak ada yang mempermasalahkan masyarakat yang melakukan hajatan dengan mendirikan tenda. Tentunya ini menjadi andalan ketika menyewa gedung terlalu mahal, tapi tetap terlindung dari cuaca. Namun, sering kali luas tenda hajatan yang diinginkan tidak sesuai dengan lahan pekarangan yang tersedia. Oleh karena itu, jalan raya rela diekspansi untuk satu hingga beberapa hari hajatan.
Pengguna jalan raya menjadi korban utama dari fenomena ini. Memang, kalau sudah ada izin resmi sebenarnya boleh-boleh saja. Namun, alangkah baiknya kalau izin resmi tersebut juga diimbangi dengan fasilitas penunjang untuk membantu para pengguna jalan raya tetap lancar berkendara.
Pertama, usahakan tidak menutup semua akses jalannya, bahkan sampai pejalan kaki pun kesusahan. Memakan sebagian luas jalan saja sudah menyusahkan, apalagi menutup penuh akses jalannya. Jangan mengomel sendiri kalau ada suara motor-mobil terlalu ramai sampai pejalan yang lalu lalang cuma pakai boxer karena satu-satunya jalan hanya lewat tenda hajatan tersebut. Acaranya kurang khidmat, bukan? Belum lagi kalau mereka tidak ikhlas karena kesusahan lewat. Saya sendiri pun tak menjamin doa-doa seperti apa yang akan keluar dari mulut manusia jika sudah naik pitam.
Kedua, jika sudah terpaksa menutup seluruh jalan, sediakan jalur alternatif. Hal ini sering menjadi pilihan yang lebih diutamakan daripada saran pertama. Daripada menyisakan jalan sedikit, lebih baik dicaplok semuanya, lalu alihkan saja para pengendara meskipun sama saja memutar 2 kali lebih lama. Hasrat yang sangat menggiurkan, bukan? Tentu tidak. Percayalah, justru ketika hari berbahagia, melancarkan urusan orang lain adalah sedekah yang tak kalah bermakna.
Ketiga, sediakan rambu peringatan. Kalau rambu peringatan hanya dipasang tepat di dekat tenda, tidak hanya pengendara yang repot putar balik, tetapi juga tamu undangan yang turut rumit di area sana. Rambu sebaiknya dipasang di persimpangan jalurnya dengan jalur alternatif. Tamu undangan dapat terus menuju ke tenda hajatan, pengendara lain dapat menuju jalur alternatif. Beritahu juga di rambu peringatannya, apakah seluruh kendaraan tidak bisa lewat, atau kendaraan tertentu seperti motor dan pejalan kaki masih bisa lewat?
Pandu juga para pengendara melalui jalur alternatif dengan arah panah belok ke sini dan ke sana sampai tiba di persimpangan jalur yang semestinya. Sering kali pengendara hanya mengikuti pengendara di depannya kalau tidak ada panduan jalur alternatif. Kalau hanya seorang, mereka terpaksa bertanya sana-sini, mengikuti insting, sampai tersesat ke jalur lainnya. Kalau sudah begini, siapa yang salah, hayo? GPS?
Keempat, tempatkan orang-orang yang berkontribusi di hajatan untuk membantu lalu lintas, terutama jika hanya memakan sebagian jalan. Tidak hanya parkir yang terancam dengan maling dan tata parkir yang rumit, tetapi juga para pengendara yang kesulitan melalui jalan yang masih tersedia. Bayangkan jika hanya satu sisi jalan yang tersisa. Pengendara dari kedua sisi pun harus bergantian melewati jalanannya. Itu pun kalau mereka ada rasa ikhlas. Kalau ada perselisihan mana yang harus lewat duluan? Atau kalau mereka terlanjur sudah maju sama-sama, sementara di belakang sudah mengikuti sampai tak mudah untuk mundur? Siapa lagi yang salah, hayo? Jalannya sendiri?
Orang-orang yang punya hajatan juga punya tanggung jawab untuk mengatur lalu lintas. Apalagi kalau Bhabinkamtibmas atau petugas ronda tak bisa menjaga selama hajatan berlangsung. Berkonsultasi kepada mereka juga perlu terkait pengaturan lalu lintas, seperti menandai batas hajatan dengan lampu-lampu supaya tidak tersenggol pengendara dan berapa jeda waktu untuk membagi jatah lewat untuk pengendara dari jalur sisi kiri dan sisi kanan.
Saran-saran di atas dapat menjadi panduan bagi pihak yang ingin menggunakan jalan untuk acara yang memerlukan tenda dan sebagainya. Kalau saran tersebut dirasa terlalu berat, lebih baik sewa gedung yang lebih nyaman. Kalau tidak mampu menyewa gedung, jangan paksakan anggaran demi hajatan yang sesuai keinginan. Sebenarnya inti dari sebuah hajatan adalah pertemuan yang khidmat dan sakral, bukan?
BACA JUGA Mengadakan Resepsi Outdoor Tanpa Atap Itu Bodoh Bukan Main dan tulisan Ahmad Sulton Ghozali lainnya.