Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Pandangan Guru Les yang Dicurhati Murid bahwa Guru Sekolahnya Nggak Asyik

Rebecca Santi oleh Rebecca Santi
22 Agustus 2020
A A
apakah guru les lebih baik daripada guru sekolah mojok.co

apakah guru les lebih baik daripada guru sekolah mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

“Miss, ngajar di sekolahku aja dong. Guruku mbingungin, nggak asyik.”

Kalimat itu sering dilontarkan oleh murid les privat setelah saya menjelaskan rumus grammar, membantu mengurai teks bacaan yang rumit, atau menjadi sparing partner mereka dalam english conversation.

Sebagai guru les privat bahasa Inggris level SMP dan SMA, saya agak tersanjung gimana gitu waktu dipuji sampai segitunya. Apalagi setelah saya tanya kenapa, mereka langsung curhat, “Guruku itu ya, Miss, gini, gitu, blablabla….” Nggak terasa setengah jam jadi sesi ghibah, sementara PR belum digarap.

Saya jadi penasaran, ada apa dengan guru mereka?

Sebentar, sebelum dianggap menabuh genderang perang antara guru les privat vs guru mata pelajaran, saya tidak bermaksud merendahkan guru sekolah. Saya hanya ingin menyingkap sebuah relasi yang intim dan tingkat kepercayaan yang tinggi antara murid dengan guru les privatnya sampai-sampai kami diminta menggantikan posisi gurunya di sekolah.

Kalau menilik sejarah, profesi guru les privat sudah ada sejak zaman Yunani Kuno ketika generasi muda Aristokrat belajar kepada guru-guru filsuf dan seni. Seiring waktu sistem ini berkembang dan disertai dengan menjamurnya lembaga bimbingan belajar di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Nah sekarang kembali ke pertanyaan awal tadi. Ada apa dengan guru mereka? Kenapa mereka sampai menganggap guru les lebih asyik daripada guru sekolah mereka?

Mungkin begini kira-kira jawabannya….

Baca Juga:

Tolong, Jadi Pengajar Jangan Curhat Oversharing ke Murid atau Mahasiswa, Kami Cuma Mau Belajar

Jangan Bilang Gen Z Adalah Generasi Anti Guru, Siapa pun Akan Mikir Berkali-kali untuk Jadi Guru Selama Sistemnya Sekacau Ini

Pertama, guru les privat sering dianggap sebagai juru selamat oleh murid dan orang tuanya. Misalnya, kalau ada PR, pasrahkan saja ke guru les pasti beres. Maksudnya bukan ngerjain PR-nya, tapi bantu ngerjain.

Lalu kalau mau ada ulangan atau ujian, wah ini biasanya musim panen guru les privat. Tak jarang tancap gas 3-4 jam sekaligus sampe kepala ngebul, pokoknya besok harus siap tempur. Belum lagi hotline service 24/7 via SMS, WhatsApp, Facebook Messenger, dan lain-lain kalau ada murid yang mendadak inget ada tugas.

Nah kondisi inilah yang membuat kami lihai memakai strategi “jalan tikus”. Rumus grammar yang rumit kami jelaskan seringkas dan semenarik mungkin. Teks bacaan yang panjang dan ribet bisa kami buat tampak mudah.

Kalau sudah begini, yang tadinya murid merasa buntu dan gelap, langsung tercerahkan karena sudah paham luar dalam tentang passive voice atau indirect questions yang selama ini jadi momok. Otomatis tingkat pede meroket, saya dianggap jadi pahlawan, dan akhirnya murid berkata, “Miss ngajar di sekolahku aja sih… enak neranginnya….”

Apakah ini berarti saya lebih mumpuni dari guru sekolah?

Tentu saja tidak. Bagaimana mungkin saya dibandingkan dengan seorang guru bahasa Inggris yang setiap hari harus menghadapi puluhan bahkan ratusan murid di bawah tuntutan kurikulum sekolah, koreksi PR dan ulangan, membuat silabus dan laporan, belum lagi yang nyambi jadi pembina OSIS atau kegiatan ekstrakurikuler?

Jujur, saya sering berpikir, dengan setumpuk tugas ini, bagaimana para guru bisa punya waktu dan tenaga untuk terus meng-upgrade ilmunya?

Sedangkan saya? Saya hanya ketemu murid dua kali seminggu selama 1-2 jam intens. Perhatian dan energi saya tercurah padanya tanpa distraksi hape dan murid lain. Dan karena hanya ada satu murid di depan saya, saya bebas mengutak-atik metode dan bahan les sesuai kemampuannya. Kalau pemahamannya masih merayap, saya tuntun pelan-pelan. Untuk yang udah biasa nginggris, saya pasang target tinggi. Intinya, bagaimana mereka bisa berkembang sesuai kemampuan masing-masing.

Hak istimewa ini tidak bisa diterapkan di sekolah formal yang mana tingkat kognitif murid di satu kelas sangat beragam.

Yang kedua, selain jadi problem solver untuk masalah pelajaran, guru privat juga sering jadi tempat curhat murid les. Yah, keluhan khas remaja, seperti patah hati, naksir teman sekelas, dimarahin orang tua, gosipin guru dan gebetan, sampai curhat serius masalah masa depan dan isu sosial. Tak jarang juga kami jadi tempat menyimpan rahasia. Kalau ulang tahun, kami bertukar kado atau diundang ke pesta mereka. Di luar jam les, kadang kami jajan bareng di warung atau sekali-kali nongkrong di kafe yang agak cantik.

Nah, kedekatan personal seperti inilah yang membangun trust di antara kami sehingga batas relasi kuasa antara guru privat dan murid les menjadi kabur. Guru les privat rasanya lebih seperti sosok kakak yang pintar, gaul, dan wangi (yang terakhir ini superpenting), yang nggak akan marah ketika murid ngambek (padahal si gemesss) dan selalu kasih hadiah kalau nilai ulangan bagus (cokelat atau es krim 10 ribuan aja, nggak nyampe hape baru segala).

Saya teringat dengan ucapan Aristoteles, “Mendidik pikiran tanpa mendidik hati bukanlah mendidik.” Jadi, tidak ada gunanya saya terus mencekoki otak murid les dengan rumus grammar, kosakata paling canggih, atau tips lancar speaking apabila saya tidak bisa merebut hati mereka untuk mencintai (minimal tidak membenci) bahasa Inggris. Kami harus terus memotivasi mereka kalau sedang hilang arah dan tujuan dalam belajar bahasa Inggris.

Jadi, meski di atas saya bilang beban guru les tak sebesar guru di sekolah, namun beban kami tetap tak ringan-ringan amat. Ada sanksi profesional kalau performa kami tidak sesuai harapan. Orang tua dan murid membayar kami karena kami pribadi dianggap mampu. Jadi kalau nilai murid turun atau tidak ada perkembangan, otomatis kami pribadi yang merasa bersalah dan kapan saja bisa dipecat lalu diganti dengan guru privat lain yang lebih mumpuni. Guru sekolah tidak akan langsung dipecat cuma karena rata-rata nilai turun kan?

Lalu, karena sistem mengajar guru privat adalah one-on-one, maka tak jarang kami harus punya 30 strategi berbeda untuk 30 murid. Seperti butik yang hanya melayani pesanan 1 model untuk 1 pelanggan, demikianlah kami guru les privat juga tidak bisa memakai metode “one size fits all” model sekolahan.

Jangan tanyakan beban moral apabila guru les privat sampai ketahuan clubbing sampai pagi, curhat alay dan mengumpat di medsos, ngerokok (terutama cewek), mengonsumsi alkohol dan narkoba, dan sederet perilaku yang dianggap menyimpang lainnya. Kami sudah telanjur dipercayai untuk menjadi salah satu pembimbing dalam semusim perjalanan hidup murid les. Kalau ada nila setitik, bisa rusak susu sebelanga.

Maka dari itu, kalau saya jadi guru bahasa Inggris di sekolahnya murid les saya dan menghadapi segala drama dan dinamika ruang kelas yang penuh tawa dan air mata, apakah saya mampu mempertahankan image pahlawan yang sudah telanjur melekat di benak murid saya? Belum tentu.

Kadang, ketika murid bilang, “Miss, jadi guru di sekolahku aja dong,” saya tergoda untuk menjawab, “Males ah, nanti ketemu kamu lagi. Bosen.” Terus besoknya saya langsung dipecat. Hahaha.

Photo by Annika Gordon on Unsplash

BACA JUGA Cerita Guru Privat yang Lebih Tahu Soal Anak Didik dan Ortunya Dibanding Guru Sekolah 

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 22 Agustus 2020 oleh

Tags: guruguru lesmuridRemajaSekolah
Rebecca Santi

Rebecca Santi

Penerjemah lepas yang lagi belajar menulis.

ArtikelTerkait

Ekskul KIR Sepi Peminat padahal Jadi Modal Siswa Masuk Kuliah

Ekskul KIR Sepi Peminat padahal Jadi Modal Siswa Masuk Kuliah

4 Februari 2024
Tiga Dosa Fakultas Keguruan yang Membuat Calon Guru Tidak Berkembang Mojok.co

Tiga Dosa Fakultas Keguruan yang Membuat Calon Guru Tidak Berkembang

10 November 2023
Menjadi Idola Para Siswi di Sekolah Itu Sesuatu yang Biasa Saja, Setelah Lulus Mereka Akan Melupakanmu terminal mojok

Menjadi Idola para Siswi di Sekolah Itu Sesuatu yang Biasa Saja, Setelah Lulus Mereka Akan Melupakanmu

6 September 2021
basa-basi

Basa-Basi Orang Indonesia yang Bikin Keki

7 Juli 2019
Guru Honorer Tetap Mengajar dengan Gaji Kecil Bukanlah Pengabdian, Itu Terjebak Keadaan Mojok.co

Guru Honorer Tetap Mengajar dengan Gaji Kecil Bukanlah Pengabdian, Itu Terjebak Keadaan

8 Desember 2023
Guru Merdeka Belajar Itu Hanya Ilusi, Nyatanya Hingga Kini Masih Berkawan Karib dengan Segunung Administrasi

Guru Merdeka Belajar Itu Hanya Ilusi, Nyatanya Hingga Kini Masih Berkawan Karib dengan Segunung Administrasi

4 Desember 2023
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Madiun, Kota Kecil yang Banyak Berbenah kecuali Transportasi Publiknya Mojok.co

Madiun, Kota Kecil yang Sudah Banyak Berbenah kecuali Transportasi Publiknya

2 Desember 2025
Angka Pengangguran di Karawang Tinggi dan Menjadi ironi Industri (Unsplash) Malang

Ketika Malang Sudah Menghadirkan TransJatim, Karawang Masih Santai-santai Saja, padahal Transum Adalah Hak Warga!

29 November 2025
Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang Mojok.co

Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang

5 Desember 2025
Menambah Berat Badan Nyatanya Nggak Sesederhana Makan Banyak. Tantangannya Nggak Kalah Susah dengan Menurunkan Berat Badan

Menambah Berat Badan Nyatanya Nggak Sesederhana Makan Banyak. Tantangannya Nggak Kalah Susah dengan Menurunkan Berat Badan

29 November 2025
Logika Aneh di Balik Es Teh Solo yang Bikin Kaget (Unsplash)

Logika Ekonomi yang Aneh di Balik Es Teh Solo, Membuat Pendatang dari Klaten Heran Sekaligus Bahagia

30 November 2025
Pengalaman Nonton di CGV J-Walk Jogja: Murah tapi Bikin Capek

Pengalaman Nonton di CGV J-Walk Jogja: Murah tapi Bikin Capek

4 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.