Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Ekonomi

Pajak Warisan, Terobosan Baru Meningkatkan Pendapatan Pajak Negara

Maria Kristi oleh Maria Kristi
2 Desember 2021
A A
pajak GM Irene Dadang Subur mojok
Share on FacebookShare on Twitter

Belum lama ini pemerintah merealisasikan rencananya untuk menaikkan tarif pajak penghasilan (PPh) bagi kelompok kaya raya melalui peresmian UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Orang kaya raya atau high wealth individual (HWI) yang dimaksud di sini adalah mereka yang penghasilan di atas lima miliar rupiah per tahun.

Tarif baru yang ditetapkan sebesar 35 persen, naik lima persen dari tingkatan tarif sebelumnya yang sebesar 30 persen untuk pendapatan di atas 500 juta per tahun. Dengan kenaikan ini, diharapkan orang kaya akan lebih berkontribusi dalam penerimaan negara dari pajak dibandingkan sebelumnya yang hanya sebesar 1,42 persen dari wajib pajak pribadi.

Meskipun saya tidak terdampak oleh peraturan baru tersebut, namun saya agak pesimis dengan tingkat keberhasilannya. Saya pesimis aturan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik karena bukan orang Indonesia namanya kalau tidak bisa mengakali aturan. Baik secara legal maupun ilegal.

Ingat kasus Gayus Tambunan? Ia tidak mengambil uang pajak kita yang telah disetorkan ke kas negara, namun “menolong” orang-orang yang berusaha menghemat pengeluaran pajaknya. Pertolongan yang diberikan dengan mengatur agar pajak penghasilan yang perlu dibayarkan jauh lebih kecil, tentu saja dengan imbalan sejumlah uang.

Alih-alih menaikkan tarif pajak penghasilan bagi golongan kaya raya, ada baiknya jika pemerintah mempertimbangkan hal lain untuk menggenjot pendapatannya dari sektor pajak. Salah satu solusi yang hendak saya ajukan adalah pajak warisan.

Ya, Anda tidak salah baca: pajak warisan. Maafkan saya karena telah lancang menulis tentang ini. Bahkan saat ini, saya dapat merasakan gelombang kemarahan dari Anda sekalian yang membaca tulisan ini. Berani-beraninya saya mengajukan sesuatu yang mengerikan seperti itu. Ini adalah pajak yang dikenakan pada orang yang hendak “mencairkan” atau balik nama harta warisan dari orang tuanya.

Berbeda dengan pajak penghasilan yang perhitungannya bisa diakali dengan mudah, mengelak dari pajak warisan tidak semudah itu. Semua orang, tidak peduli dia kaya ataupun miskin, tua ataupun muda, single maupun double, lebih sulit menghindari penerapan pajak jenis ini.

Jika seseorang ingin menerima harta warisan yang ditinggalkan oleh orang tuanya yang telah meninggal dunia, ia harus membayar sejumlah uang pada negara. Besarnya bervariasi, tergantung berapa persentase yang ditetapkan oleh pemerintah nantinya.

Baca Juga:

Jangan Jadi Dosen dan Guru: Gajinya Irit, Tanggung Jawab Selangit

UMP Jogja Memang Naik, tapi Tetap Saja Tak Ada Efeknya, Tetap Tak Bisa Beli Apa-apa!

Jepang adalah negara yang paling sadis dalam mengumpulkan pajak jenis ini. Seperti pajak penghasilan yang berlaku di Indonesia, pajak warisan di Jepang juga bersifat progresif. Makin besar warisan yang Anda terima, makin besar pajak yang dikenakan.

Tarif pajak warisan di Jepang dimulai dari sepuluh persen untuk warisan kurang dari sepuluh juta yen (Rp1,2 Miliar) sampai 55 persen untuk harta lebih dari 600 juta yen (Rp77,8 Miliar). Ini artinya anak dari pasangan kaya raya di Jepang akan kehilangan lebih dari separuh warisannya karena pajak.

Terkesan sadis karena mengurangi harta warisan yang diberikan dari orang tua ke anaknya. Namun, pada kenyataannya pajak warisan adalah salah satu alat untuk memeratakan kesejahteraan masyarakat. Dengan pajak ini, sulit untuk menjadi orang yang kaya turun-temurun. Pajak yang dipungut akan digunakan dalam pembangunan negara yang pada akhirnya akan bermanfaat untuk lebih banyak orang. Memang hal ini jadi agak terkesan sosialis.

Selain Jepang, Korea dan Perancis juga memiliki pajak warisan dalam jumlah yang cukup besar, yaitu 50 persen dan 45 persen. Bahkan negara kapitalis sejati seperti Amerika Serikat mengenakan pajak jenis ini sebesar 40 persen. Nyatanya fasilitas publik dan tingkat kesejahteraan mereka tetap lebih baik dibandingkan negara kita yang tidak mengenakan pajak jenis ini.

Indonesia sendiri mengenakan pajak pada harta warisan yang belum dibagi. Namun, tidak seperti pajak warisan yang telah saya sebutkan di atas, pajak yang berlaku di Indonesia ini ditetapkan pada penghasilan yang timbul dari harta warisan tersebut. Misalnya harta warisan tersebut berupa bangunan yang disewakan, maka pajak dihitung pada pendapatan yang diperoleh dari uang sewa bangunan tersebut. Jadi bukan dihitung dari nilai total bangunan seperti pada kasus pajak warisan.

Nantinya, jika harta tersebut telah dibagikan kepada yang berhak menerimanya, otomatis pajak ini hilang karena akan diperhitungkan pada pajak penghasilan tiap-tiap penerima harta tersebut.

Secara pribadi saya setuju jika pemerintah berencana untuk menetapkan pajak jenis ini. Asal uang pajaknya dikelola dengan baik, proyek-proyek tidak mangkrak dan bermanfaat bagi orang banyak.

Demi bangsa dan negara, saya ikhlas, saya sungguh ikhlas. Terlebih karena orang tua saya sejak jauh-jauh hari sudah menyatakan bahwa mereka tidak akan meninggalkan warisan sepeser pun pada anak-anaknya.

Hehehe.

Sumber Gambar: Pixabay

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 2 Desember 2021 oleh

Tags: kekayaankesejahteraanpajak warisan
Maria Kristi

Maria Kristi

Ibu tiga orang anak. Pecinta kopi tapi harus pakai gula yang banyak.

ArtikelTerkait

harga pupuk mahal petani panen susah mojok

Pupuk Mahal, Petani Bisa Apa?

4 September 2021
Tol Jogja mengorbankan lahan pertanian

Membongkar Nasib Warga Terdampak Proyek Tol Jogja

7 November 2021
Seretnya Gaji Tenaga Kesehatan dan Konyolnya Rasio Dokter 1: 1.000 Penduduk

Seretnya Gaji Tenaga Kesehatan dan Konyolnya Rasio Dokter 1: 1.000 Penduduk

31 Mei 2023
Saudara Saya OKB yang Norak dan Saya Memakluminya

Saudara Saya OKB yang Norak dan Saya Memakluminya

28 Januari 2023
3 Resep Rahasia yang Bikin Pariwisata Jogja Sukses trotoar

Jogja Istimewa: Ketika Trotoar Lebih Penting dari Rumah Rakyat

11 Januari 2023
Belajar Mengelola Keuangan dari Paman Gober

Belajar Mengelola Keuangan dari Paman Gober

9 Mei 2020
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Nestapa Tinggal di Kendal: Saat Kemarau Kepanasan, Saat Hujan Kebanjiran

Nestapa Tinggal di Kendal: Saat Kemarau Kepanasan, Saat Hujan Kebanjiran

22 Desember 2025
Eretan Wetan Indramayu, Venesia Jawa Barat yang Nggak Estetik Sama Sekali

Eretan Wetan Indramayu, Venesia Jawa Barat yang Nggak Estetik Sama Sekali

24 Desember 2025
Pertama Kali Mencicipi Swike: Makanan Berbahan Dasar Kodok yang Terlihat Menjijikan, tapi Bikin Ketagihan Mojok.co

Pertama Kali Mencicipi Swike: Makanan Berbahan Dasar Kodok yang Terlihat Menjijikan, tapi Bikin Ketagihan 

23 Desember 2025
Desa Sumberagung, Desa Paling Menyedihkan di Banyuwangi (Unsplash)

Desa Sumberagung, Desa Paling Menyedihkan di Banyuwangi: Menolong Ribuan Perantau, tapi Menyengsarakan Warga Sendiri

22 Desember 2025
Situbondo, Bondowoso, dan Jember, Tetangga Banyuwangi yang Berisik Nggak Pantas Diberi Respek

Situbondo, Bondowoso, dan Jember, Tetangga Banyuwangi yang Berisik Nggak Pantas Diberi Respek

25 Desember 2025
Universitas Terbuka (UT): Kampus yang Nggak Ribet, tapi Berani Tampil Beda

Universitas Terbuka (UT): Kampus yang Nggak Ribet, tapi Berani Tampil Beda

26 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Kala Sang Garuda Diburu, Dimasukkan Paralon, Dijual Demi Investasi dan Klenik
  • Pemuja Hujan di Bulan Desember Penuh Omong Kosong, Mereka Musuh Utama Pengguna Beat dan Honda Vario
  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.