Saat artikel saya yang menggoblok-goblokkan Baim Wong terbit, banyak warganet yang berspekulasi. Jangan-jangan bakal ada Influencer lain yang aji mumpung memanfaatkan momentum pekok ini. Entah untuk pura-pura peduli, atau mengutuk Baim Wong langsung.
Untuk Anda yang meramalkan ini, saya ucapkan selamat! Pasalnya, Anda sudah tepat dalam meramalkan sesuatu. Mending segera pasang taruhan di togel Hongkong, deh: sedang tangkas intuisinya.
Baru sejenak saja kasus Kakek Suhud “dibentuk” Baim Wong, para publik figur dan Influencer berebut panggung. Panggung yang paling viral tentu si sensasional Nikita Mirzani. Tidak menunggu lama, dia mengundang sang kakek untuk menyuarakan isi hatinya (baca: dieksploitasi duka citanya).
Nikita Mirzani juga menyuarakan kecaman kepada Baim Wong. Tentu sambil menunjukkan kedekatan dengan Kakek Suhud. Dan segera saja, Nikita Mirzani mendapat pujian dan dukungan dari warganet.
Setiap ada berita tentang Baim Wong, nama Nikita Mirzani disebut. Warganet menunjukkan betapa Nikita Mirzani lebih beradab dari si raja prank itu. Pokoknya, Nikita Mirzani adalah pahlawan bagi warganet dan kaum miskin papa. Saya pribadi merasa risih ketika banyak yang menyatakan betapa mulianya Nikita Mirzani ke telinga saya.
Pasalnya, yang dilakukan Nikita Mirzani tidak beda dengan Baim Wong. Mereka sama-sama menunggangi isu demi pencapaian pribadi. Mungkin saya tidak akan menyebut Nikita Mirzani goblok, tapi memang cara dia memenangkan hati warganet begitu keji. Mungkin, kata “nggatheli” lebih pantas saya sematkan padanya.
Kenapa keji? Nikita Mirzani memilih menunggangi simpati warganet. Persis seperti aksi kampanye para politikus. Kepedulian yang disajikan kental dengan urusan popularitas. Jika tidak, pasti Nikita Mirzani melakukan gerak senyap tanpa fafifu wasweswos.
Metode publicity stunt ala Nikita Mirzani ini bukan kali pertama terjadi. Setiap ada kasus yang merebut simpati warganet, para Influencer berebut mencari panggung. Dari sekadar komentar, sampai melakukan sesuatu yang kadang memuaskan. Pokoknya exposure naik, insight meningkat, dan cuan dari iklan serta endorse masuk ke kantong mereka.
Menurut saya, perilaku bajingan para Influencer ini sudah sampai taraf berbahaya. Dan rasa muak ini sudah perlu diubah menjadi tindakan. Sudah saatnya masyarakat Indonesia bebas dari pengaruh Influencer berengsek. Sudah saatnya para Influencer diberangus.
Mengapa berbahaya? Pertama, perilaku Influencer ini sudah mendistraksi opini masyarakat pada situasi hari ini. Ketika kemiskinan menjadi komoditi dan bukan sebagai masalah. Dan ketika para Influencer ini mengambil peran sebagai messiah, rakyat didorong untuk berharap pada mereka.
Masalahnya, berharap pada aksi filantropis influencer berarti menanti mereka membutuhkan rakyat. Jika isu kemiskinan sudah tak laku, tentu rakyat termarjinalkan ini akan dibuang seperti permen karet bekas dikunyah bocah.
Kedua, influencer ini secara tidak langsung menjaga kemiskinan itu sendiri. Tentu karena mental bajingan mereka ingin agar selalu ada konten. Jadi yang mereka lakukan bukanlah menyelamatkan rakyat miskin papa. Namun, mereka semata-mata menyelamatkan pundi-pundi uangnya agar bergelimang kemewahan. Jika kemiskinan adalah sumber rupiah, naluri mereka tentu ingin menjaga kemiskinan ini.
Tapi apakah memang perlu memberangus para Influencer ini? Menurut saya, ini perlu karena mental influencer macam ini tidak akan putus. Ketika ada yang terinspirasi oleh influencer, mereka bisa menjadi kandidat potensial influencer pekok berikutnya. Dan metode yang dilakukan tersebut kemungkinan besar terulang. Karena kalau sukses jadi sumber uang, kenapa perlu berinovasi?
Tentu saya tidak menyarankan melakukan aksi keji ala pembantaian 65. Tapi sudah saatnya kita berangus ide tentang influencer ini. Mungkin terdengar ndakik-ndakik, tapi saya rasa mungkin. Ya, susah-susah gampang, sih. Apalagi kalau bicara pion industri hiburan dan konglomerasi yang mereka usung.
Minimal kita bisa menanamkan ide bahwa influencer tidak lebih dari manusia yang mencari untung dengan mempengaruhi opini manusia lain. Jadi, jangan sampai opini kita diatur mereka yang memasang diri lebih istimewa dan mulia itu. Mungkin kampanye untuk blokir dan lain sebagainya bisa membantu. Tapi ingat, itu hak Anda semua.
Jika Anda nyaman diatur opininya sama influencer, ya silakan jadi roda gigi eksploitasi manusia demi kekayaan segelintir influencer. Jika tidak, Anda berhak mengatur opini Anda sendiri.
Saya merasa ini ironis. Di satu sisi, saya merasa seperti influencer, terlihat ingin mengatur opini Anda. Dan saya juga terlihat ingin opini pribadi saya diterima. Namun, bukankah saya hanya bicara apa yang sebenarnya sudah Anda tahu dan rasakan?
Sumber Gambar: Akun Instagram Nikita Mirzani