Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Nia Ramadhani dan Kebosanan yang Tak Pernah Eksklusif

Suwatno oleh Suwatno
10 Juli 2021
A A
nia ramadhani kebosanan kekayaan mojok

nia ramadhani kebosanan kekayaan mojok

Share on FacebookShare on Twitter

Kebosanan, pada hakikatnya, tak pernah eksklusif. Ia menyerang semua orang, tak peduli statusnya. Nia Ramadhani perlu tahu ini.

“Ya gini ini kamu, Pi. Kalau udah ngadep hape suka senyum-senyum sendiri nggak jelas!” protes Pardi.

“Ini lho, Nia Ramadhani, sopir, dan suaminya ditangkap pake sabu. Baru semalem,” jawab Kanapi dengan tatapan masih ke arah gawainya. Ia meninggalkan sejenis senyum mengolok di wajahnya.

“Terus apa yang lucu, Pi. Itu, kan, musibah, nggak patut diketawain! Ya, nggak, Cak?” tukas Pardi.

Cak Narto, yang keluar dari arah dapur rumahnya, membawa sebuah nampan dengan ceret berisi es sirup serta beberapa gelas kaca itu, langsung ditodong pertanyaan oleh Pardi.

Siang ini, sesuai intruksi dari Pak Babin, kami memasang portal dadakan dari batang bambu untuk menutup jalan ke arah desa di masa PPKM. Setelahnya, kami berkumpul di teras rumah Cak Narto.

“Sik, ta, lah… Ini mbok diambil dulu gelas kalian,” gerutu Cak Narto. “Ada apa, sih?”

“Ini lho, Cak. Nia Ramadhani, mantunya Pak Bakrie itu, ketangkep pake narkoba. Ya, kan, lucu. Tapi, kata Pardi ini musibah. Hehehe.” Kanapi menjelaskan, lantas menyeruput cepat es sirup dari gelasnya.

“Ooo… emang narkobanya apa?”

“Lha, kok, malah sampean nanya narkobanya apa, tho, Cak. Poinnya, kan, bukan itu,” protes Pardi cepat.

“Ya, buat naruh konteks aja, Di. Misal dia pakenya lem Aibon, kan, jadi bener kalau itu lucu. Yo, ra, Pi?” seloroh Cak Narto.

“Ya jelas nggak mungkin, tho, Cak. Sekelas Nia Ramadhani, ya nggak macem kalau pake lem Aibon, Cak. Masak dia gini, Cak?” saya menyela dengan menirukan gestur menghisap sesuatu dari balik kerah kaos.

Gerrr, kami bertiga tergelak. Kecuali Pardi, ia mengernyitkan dahi.

“Tapi, Ndes, menurutku tetep nggak patut kita tertawa di atas musibah yang menimpa seseorang,” suara Pardi dalam dan terdengar filosofis.

“Musibah, kan, buat keluarganya Nia, Di. Buat rakyat ini hiburan di tengah gempuran berita duka yang sedari kemaren nggak putus-putus ini,” Kanapi tak kalah bestari kali ini.

“Tapi, bisa jadi ini operasi intelijen supaya berita corona tidak membuat masyarakat semakin berang ke pemerintah ya, Cak?” tanya saya, mencoba mencari sudut pandang lain.

“Wah, lha kok jauh banget analisismu, Ndes. Ora kabeh-kabeh ada hubungannya sama operasi intelijen,” sergah Cak Narto.

“Habis, setiap ada berita penting yang naik, nggak lama pasti ada berita selebriti yang ketangkep make’, Cak. Gimana orang nggak mikir ke sana coba?”

“Kemungkinan ke arah sana pasti ada, Ndes, tapi apa gunanya kita selalu meneropong suatu masalah dengan analisis ndakik-ndakik seperti itu? Bukannya itu malah membuat kita nggak bisa melihat hikmah dari suatu kejadian dan masalah?” terang Cak Narto.

“Hikmah opo, to, Cak. Analisis sampean itu yang ndakik-ndakik,” Kanapi membalas.

“Gini, lho, maksudku. Di satu sisi, ini pasti musibah bagi Nia Ramadhani dan keluarga Bakrie. Tapi di sisi lain, kasus begini selalu memberikan kita pelajaran bahwa….” Cak Narto menyesap es sirup di depannya, membakar kretek, dan melipat kakinya.

“Setiap orang, tidak peduli semulia apa pun hidupnya, pasti ngalami yang namanya jenuh dan bosan. Ia akan mencoba mencari penghiburan untuk itu. Bahwa kejenuhan menghadapi kehidupan, apalagi di masa pandemi seperti ini, bukan hanya mengintip para mbambung seperti kita. Bukan hanya menyerang orang-orang desa dan pinggiran kota, tapi juga yang hidup dalam istana kemewahan dan menara ke-serba-ada-an.”

“Tapi, Cak. Yang lucu buatku itu, kenapa harus nyabu itu, lho?” tukas Kanapi.

“Terus menurutmu apa yang pas buat orang sekelas Nia dan keluarga Bakrie begitu?”

“Ya apa kek. Berkebun, kek. Menjahit, kek. Main bola sodok, atau karambol, kek. Wong apa-apa sudah cemepak, kok, bingung mau menghibur diri. Kan lucu!” tambah Kanapi.

“Lho justru itu, Pi. Di suatu tahap, ke-serba-ada-an itu berbahaya bagi manusia. Sesuatu yang kita dapatkan tanpa effort biasanya akan terlihat tidak berharga. Sesuatu yang kita raih tanpa kerja keras akan terasa hambar. Bagi kita-kita ini, mungkin berkebun bisa jadi bentuk penghiburan, melepas stres. Namun buat Nia, yang mungkin tukang kebunnya saja ada selusin, tidak seperti itu.”

Cak Narto menjeda, menepuk-nepuk paha, berusaha menyingkirkan abu rokok yang jatuh di sana.

“Buat Pardi mungkin main karambol bisa melepas penat, tapi buat Nia kan nggak seperti itu, tho. Makanya, kita patut bersyukur dan berterima kasih ke Nia Ramadhani.”

“Usaha konveksiku sudah setahun sepi gini apa yang mau disyukuri, Cak? Itu Kanapi bengkelnya juga Senin-Kamis, gitu. Lagian, sampean ngomong kita harus terima kasih ke Nia itu apa nggak mencederai perasaan sedulur-sedulur di Porong tho, Cak?” gerutu Pardi.

“Lho lho, sik tha, la. Kok, arahnya ke sana? Gini lho maksudku, Ndes. Meski kita semua pontang-panting nyambung hidup di masa corona gini, tapi kan hiburan kita begitu gampang dan murah, tho?”

Pardi manggut-manggut.

“Kanapi tiap sambat masalah uang sekolah anaknya, sepulang nongkrong di warung Yu Marmi juga langsung cengar-cengir. Meski uang sekolah ndak ujug-ujug ada, tapi setidaknya dengan bercengkerama kita bisa terhibur. Ya nggak, Pi?” gurau Cak Narto.

“Maka, hidup kita yang semenjana begini, pada suatu titik, jauh lebih baik ketimbang Nia dan keluarga Bakrie,” tambahnya.

“Di bagian kita harus mensyukuri hidup, aku setuju, Cak. Tapi, di bagian hidup kita lebih baik ketimbang Nia Ramadhani, kok, kurang pas ya, Cak.” Saya menyela, “Aku kalau jadi Nia, nih, Cak. Meski duitku sak taek ndaya’, tapi kalau lagi bosan pasti tak undang sampean ke rumahku buat minum tuak sambil main karambol.”

Gerrr… kami semua kembali tergelak.

“Berarti apa kesimpulannya ini, Cak?” Pardi bertanya.

“Hah? Kesimpulannya, ya kapan-kapan kita undang Nia Ramadhani buat nongkrong bareng kita di sini. Sambil makan salak dan main karambol. Biar tak kasih tau dia bahwa kebosanan menjalani hidup bukan punya dia saja. Hehehe.”

***

“Ini ngapain malah pada ngumpul di sini, nggak jaga jarak lagi. Ayo maskernya dipake,” dengan mesin masih menyala, Pak Babin yang melintas meneriaki kami dari atas motor dinasnya.

“Njih, Paaakkk,” serempak kami menjawab diiringi gelak tawa.

Pak Babin menghilang dari pandangan kami sejurus kemudian. Asap dari motor dinasnya meninggalkan aroma khas. Entah bagaimana menjelaskannya.

BACA JUGA Ribetnya Punya Dosen Terkenal, tapi Suka Bikin Statement Aneh di Medsos dan tulisan Suwatno lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 6 Oktober 2021 oleh

Tags: Cak NartokebosananNia RamadhaniPojok Tubir Terminalsabu
Suwatno

Suwatno

Penulis adalah bapak (muda) dengan tiga orang anak. Tinggal di Palangka Raya.

ArtikelTerkait

Suka Duka Jadi Satgas Covid-19: Dicari Saat Ada Paparan, Dimusuhi Saat Beri Imbauan terminal mojok.co

Satgas Covid-19: Dicari Saat Ada Paparan, Dimusuhi Saat Beri Imbauan

30 Juni 2021
Membela Harkat dan Martabat Gorengan yang Disinggung Lee Jae-Hong, Pelatih Fisik Timnas Indonesia terminal mojok.co

Membela Harkat dan Martabat Gorengan yang Disinggung Lee Jae-Hong, Pelatih Fisik Timnas Indonesia

28 Mei 2021
Pejuang Kita Tidak Minta Izin Belanda Waktu Bikin Mural

Pejuang Kita Tidak Minta Izin Belanda Waktu Bikin Mural

16 Agustus 2021
kenapa UMP Jogja rendah titik kemacetan di jogja lockdown rekomendasi cilok di Jogja Sebenarnya Tidak Romantis Jika Kamu Cuma Punya Gaji UMR dawuh dalem sabda pandita ratu tugu jogja monarki mojok

Pada Akhirnya, Jogja Lockdown Total Jauh Lebih Masuk Akal ketimbang Sayur Lodeh

19 Juni 2021
penimbun tabung oksigen mojok

Mencari Hukuman yang Paling Pas untuk Penimbun Tabung Oksigen

14 Juli 2021
bupati banjarnegara tuduhan rumah sakit cari pasien mojok

Tudingan Bupati Banjarnegara tentang Rumah Sakit yang “Rebutan” Pasien Covid-19 Blas Ra Mashoook!

6 Juli 2021
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
Oknum Ngaku 'Nakes' Cabul Tambah Alasan Bikin Percaya Pandemi Ini Ditunggangi terminal mojok.co

Oknum Ngaku 'Nakes' Cabul Tambah Alasan Bikin Percaya Pandemi Ini Ditunggangi

Perkara Croissant di Jakarta yang Tampak Lebih Mahal daripada di Australia terminal mojok.co

Perkara Croissant di Jakarta yang Tampak Lebih Mahal daripada di Australia

3 Hal yang Sering Banget Diungkit sama Mama Papa Kita Zaman Dulu terminal mojok.co

3 Hal yang Sering Banget Diungkit sama Mama Papa Kita Zaman Dulu

Terpopuler Sepekan

Warga Ngampel Kendal Muak Tersiksa Bertahun-tahun karena Galian Tambang, Sudah Protes tapi Cuma Diberi Janji

Warga Ngampel Kendal Muak Tersiksa Bertahun-tahun karena Galian Tambang, Sudah Protes tapi Cuma Diberi Janji

18 Juni 2025
Orang Tua Lebih Memilih Sekolah Swasta meskipun Biayanya Mahal karena Memang Sebagus Itu, Sekolah Negeri Perlu Ngaca sekolah swasta gratis

Sekolah Swasta Gratis, Ide Gila yang Bisa Bikin Pendidikan Makin Miris

19 Juni 2025
Pantai Gunungkidul (Memang) Menawan, tapi Menyimpan Bahaya yang Nggak Boleh Disepelekan oantai di gunungkidul

Pantai Gunungkidul Itu Punya Tipe Masing-masing, Kenali Dulu biar Liburan Nggak Berakhir Nangis di Pojokan

18 Juni 2025
Pantai Klayar Pacitan Cantik, tapi Patut Diwaspadai Wisatawan karena Menyimpan Sisi Gelap

Pantai Klayar Pacitan Cantik, tapi Patut Diwaspadai Wisatawan karena Menyimpan Sisi Gelap

19 Juni 2025
Pasuruan Ideal, Lebih dari Kota dengan UMR Tertinggi di Indonesia (Unsplash)

Meninggalkan Keinginan Merantau di Kota dengan UMR Tertinggi di Indonesia, Saya Memilih Pasuruan Sebagai Kota Ideal untuk Merantau

21 Juni 2025
Rental PS Harus Ada di Setiap Mal biar para Cowok Nggak Cuma Jadi Tukang Jaga Tas

Rental PS Harus Ada di Setiap Mal biar para Cowok Nggak Cuma Jadi Tukang Jaga Tas

24 Juni 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=jxGwBYZnCJg

DARI MOJOK

  • Ironi dan Sunyi di Balik Pagar Samsat: Keresahan Satpam Samsat yang Tak Kuasa Mengubah Sistem
  • Olin, Predator Mungil Asal Kotabaru yang Siap Menjadi Marselino Baru di Masa Depan
  • SD Kanisius Duwet Juara MilkLife Soccer Challenge 2025: Berawal dari Anak-anak yang Takut Bola
  • MLSC Seri 3 Yogyakarta 2025: Lahirnya Bibit-bibit Emas Atlet Sepak Bola Putri dari Lapangan Tridadi
  • Wonosobo yang Dahulu Bukanlah yang Sekarang, Dahulu Jauh Lebih Nyaman
  • Didik Kulot: Hidup Tidak Harus Lurus yang Penting Jujur

AmsiNews

  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.