ADVERTISEMENT
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Featured

Nempelin Telapak Kaki Pas Salat Berjamaah Emang Dianjurin, Tapi Ya Nggak Gini Juga Kali

Ardi Setianto oleh Ardi Setianto
30 Oktober 2019
A A
Nempelin Telapak Kaki Pas Salat Berjamaah Emang Dianjurin, Tapi Ya Nggak Gini Juga Kali

https://unsplash.com/photos/s5fEikbiK-Y

Share on FacebookShare on Twitter

Saat mengikuti salat berjamaah di Masjid, tentu kita sering mendengar ucapan “Sawu sufufakum” atau mungkin menggunakan bahasa Indonesia ”Rapat dan luruskan saf, demi keutamaan salat!”. Perintah itu biasanya kita dengar sebelum Imam melakukan takbir.

Lalu, apa yang biasanya orang lakukan setelah mendengar kalimat anjuran tersebut? Di antara kita tentu akan menunduk dan melihat jamaah yang ada di kanan dan kiri, kemudian kita saling bergeser untuk merapatkan dan meluruskan saf.

Hal itu sudah lazim terjadi di lingkungan tempat saya tumbuh menjadi Mas-Mas yang boleh dikatakan sering absen salat berjamaah di Masjid. Hingga akhirnya saya merantau untuk bekerja di kota terbesar kedua di Indonesia, Surabaya.

Kejadian asing itu bermula saat saya sedang melaksanakan kewajiban sebagai laki-laki berakal sehat dan balig, menunaikan Salat Jumat. Siang itu saya pergi ke Masjid yang berada di dalam kawasan perumahan cukup elit di Surabaya. Masjid tersebut sudah menjadi langganan menunaikan Salat Jumat, karena lokasinya dekat tempat kerja.

Seperti Salat Jumat biasanya, setelah azan, terlihat Khatib berjas hitam naik ke Mimbar untuk memberikan petuah tentang cara beragama yang baik dan benar (baca: khotbah). Memegang prinsip teguh menahan kantuk saat mendengarkan khotbah, saya beruntung bisa mengalahkan rasa kantuk karena kagum mendengar cara pembawaan materi Khatib yang mudah dipahami.

Dalam petuah singkatnya, Khatib berkumis tipis tersebut membawakan materi dengan 3 bahasa langsung, Arab, Indonesia, dan Jawa (Kromo Inggil). Sungguh Khatib yang bijak, karena memahami tingkatan umur para pendengarnya. Berbahasa Arab untuk menguatkan penyampaian dalil, berbahasa Indonesia untuk mengayomi jamaah remaja dan anak-anak, sedangkan bertutur Kromo Inggil supaya mudah diterima jamaah usia lanjut. Jika boleh mengulas, saya akan memberikan bintang 5 untuk Khatib ini.

Setelah sanubari terasa sejuk mendengarkan khotbah nan atraktif, tiba saatnya ikamah berkumandang. Para jamaah bergeser memenuhi tempat-tempat kosong. Berbeda dengan Masjid di daerah saya, di sini Khatib sekaligus berperan sebagai Imam. Saat itu saya antusias ingin mendengarkan suara Khatib lebih lama, karena sewaktu berkhotbah, suara beliau terlampau merdu menyanyikan kutipan ayat Alquran dan Hadis.

Setelah mengikuti gerakan takbir yang diucapkan Imam, rasa kaget muncul ketika merasakan sentuhan di ujung telapak kaki. Sebagai golongan orang kagetan, saya refleks melihat ke bawah. Ternyata jari kaki kanan saya dalam posisi menempel ke jari kaki kiri jamaah sebelah saya. Baru pertama merasakan hal seperti itu, saya merasakan ada rasa aneh menjalar ke seluruh tubuh. Serupa gelombang magnetis ketika berdekatan dengan lawan jenis yang saya suka sewaktu duduk di bangku SMA.

Namanya juga pengalaman pertama, perasaan risih dan geli tentu ada. Manusiawi kan? Mau menggeser kaki tapi kok rasanya tidak enak, takut membuat jemaah tersebut tersinggung. Untung saja rakaat pertama Sang Imam junjungan melafalkan Surat Al-A’la, salah satu surat yang masuk playlist easy listining di telinga. Sehingga sensasi di jari kaki perlahan terkikis dengan lantunan merdu dari Imam saat menyanyikan surat berisi 19 ayat tersebut.

Pada rakaat kedua, saya sedikit menggeser kaki kanan lebih tertutup. Tujuannya supaya telapak kaki saya tidak menempel lagi ke telapak kaki jamaah sebelah. Alih-alih mengembalikan kekhusyukan salat yang pada rakaat pertama tadi sempat terganggu, lagi-lagi jari kaki saya merasakan ada sentuhan. Kali ini tubuh saya dibuat cukup gemetar karena sentuhannya. Lha wong tadi perasaan sudah saya geser agak jauhan, kok ya masih saja bisa menempel lagi.

Syukur Alhamdulillah siang itu keberuntungan masih mau berpihak, karena Imam junjungan kembali membacakan salah satu surat yang paling sering saya baca. Otomatis saya bisa menirukan bacaannya. Pada rakaat kedua, beliau melantunkan Surat Al-Ikhlas secara paripurana, kalkalah kubra di akhir setiap ayat terdengar dengan intonasi jelas dan lugas. Di tengah rasa geli, Sang Imam seperti mengingatkan saya untuk lebih menunjukkan rasa ikhlas menerima sentuhan telapak kaki tersebut.

Namun rasa ikhlas yang ditransfer Sang Imam kepada saya hanya berlaku sampai gerakan sujud terakhir. Ketika melakukan gerakan duduk tahiyat akhir, karena saking berdempetan, kaki kiri saya yang sudah sempurna mengikuti contoh gerakan buku legenda “Risalah  ~ Tuntunan Sholat Lengkap” hampir saja ditindih pantat jamaah sebelah. Untung saja saya masih sigap mengamankannya.

Meski saya tidak begitu mempermasalahkan, sentuhan itu nyatanya berhasil membuat saya tidak bisa menikmati dua surat favorit yang belum tentu akan terdengar lagi di hari Jumat berikutnya. Sekaligus memusnahkan janji saya kepada Gusti Pangeran untuk khusyuk saat membaca niat di awal gerakan salat.

Jujur, meski cukup risih dan sedikit geli, saya tidak mempermasalahkan hal itu terjadi. Tapi mbok yo tau keadaan gitu. Gak perlu juga bergerak sporadis memepet tubuh sampai bikin jamaah lain kurang nyaman saat duduk tahiyat akhir. Sudah baik lho saya mau menerima sentuhan di rakaat pertama, walau sambil menahan rasa geli. Kok ya masih usaha lagi di rakaat kedua, padahal jarak kaki sudah saya geser agak menutup.

Perihal merapatkan saf dalam salat berjamaah, saya juga sempat menjadi saksi hidup betapa kagoknya jamaah di depan saya menerima sentuhan seperti cerita di atas. Kejadian itu terjadi pada salat tarawih bulan Ramadan kemarin. Saat rakaat pertama, dua jamah di depan saya terlihat norma-normal saja. Hingga kejadian aneh itu terlihat mata saya ketika memasuki rakaat ke dua. Salah satu jamaah mulai terlihat menjaga jarak, sehingga jamaah sebelahnya merenggangkan kaki lumayan lebar hanya untuk meraih ujung jari sebelahnya.

Saya kira masih wajar, karena renggangan kakinya masih belum terlalu lebar. Namun rakaat demi rakaat, renggangan kaki itu justru semakin lebar hingga hampir memenuhi petak keramik Masjid berukuran 30x30cm. Melihat kejadian itu, mata saya mulai risih. Saya tidak menyalahkan jamaah yang menjaga jarak, karena saya juga sempat merasakan betapa geli dan risihnya akibat sentuhan itu. Sebagai manusia normal, semua orang pasti mempunyai rasa geli, hanya saja berbeda tingkat kesensitivitasannya.

Saya masih ingat betul, ketika memasuki rakaat ke lima, jarak renggangan kakinya semakin tidak wajar. Sudah seperti kuda-kuda pesilat handal yang sedang turun di perhelatan akbar. Daripada salat saya semakin tidak khusyuk karena melihat gerakanya, saya mengajukan diri mengisi ruang selebar dua petak keramik tersebut. Demi kesempurnaan salat saya dan mereka beruda, saya rela menjual rasa geli untuk saling bersentuhan dengan kakinya.

Bukannya membuat kurang nyaman jamaah lain saat beribadah juga tidak diperbolehkan?

Jadi begini, meski sering absen saat salat berjamaah di Masjid, saya juga pernah belajar jika merapatkan saf adalah keutamaan salat. Guru ngaji dan Imam Masjid di daerah saya juga sering mengingatkan hal itu.

Lagi pula perihal merapatkan saf salat terdapat perbedaan pandangan. Dianjurkan menurut HR Bukhari karena Rasulullah bersabda kepada sebagian sahabat untuk menegakkan saf, sehingga para sahabat menempelkan telapak kaki ke telepak kaki sebelahnya. Namun pada pandangan lain mengatakan jika segala hal tentang sahabat, hanya dapat dijadikan hujjah ketika memang  dilakukan oleh sahabat secara keseluruhan, bukan sebagian. Seperti yang dijelaskan dalam Kitab Al-Ihkam fi Ushulil Ahkam Juz 2, halaman 10. Wallahu a’lam.

Terkadang, sebagian orang memang melakukan sesuatu tanpa memikirkan terlebih dahulu bagaimana nantinya akibat yang ditimbulkan. Tapi ya tolong sedikit pengertiannya, di lain sisi saya setuju karena merapatkan saf adalah salah satu keutamaan salat. Tapi di sisi lainnya saya juga kasihan kepada jamaah lain yang dikarunia tingkat sensitivitas tinggi di permukaan kulitnya. Ya, termasuk saya juga.

BACA JUGA Memahami Kenapa Orang Bisa Berbeda Kepribadiannya Padahal Belajar Agama yang Sama atau tulisan Ardi Setianto lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 30 Oktober 2019 oleh

Tags: islamsalatsalat berjamaah
Ardi Setianto

Ardi Setianto

ArtikelTerkait

Mandi Wajib Itu Nggak Asal Gebyur, Pahami Caranya

Mandi Wajib Itu Nggak Asal Gebyur, Pahami Caranya

22 Desember 2022
5 Hal yang Perlu Diketahui Sebelum Memutuskan Kuliah di UIN

5 Hal yang Perlu Diketahui Sebelum Memutuskan Kuliah di UIN, Calon Mahasiswa Wajib Baca biar Nggak Menyesal

3 Juli 2023
konflik ahmadiyah minoritas dihina mojok

Masjid Ahmadiyah Dibakar, Prosesi Ibadah Agama Lain Dihina, Selanjutnya Apa Lagi?

7 September 2021
musik haram backST 12 indonesian idol menyanyi konser mojok

Bebas Mau Bilang Musik Haram atau Tidak, yang Penting Jangan Jotos-jotosan

17 September 2021
Tempat Duduk Saat Tahlilan Bisa Digunakan untuk Memetakan Status Sosial Seseorang terminal mojok.co

Islam Ramah Itu Kayak Gimana Sih?

30 November 2019
Begini Rasanya Jadi Orang Islam di Jepang terminal mojok

Begini Rasanya Jadi Orang Islam di Jepang

21 Oktober 2021
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
Memangnya Dia Artis? Kok Nggak Pernah Masuk TV?

Memangnya Dia Artis? Kok Nggak Pernah Masuk TV?

Memiliki Istri Gamer dan Stigma yang Menyertai

Memiliki Istri Gamer dan Stigma yang Menyertai

Grup WhatsApp Alumni Selalu Sepi, Pasti Akan Ramai Pada Waktunya

Grup WhatsApp Alumni Selalu Sepi, Pasti Akan Ramai pada Waktunya

Terpopuler Sepekan

Australia, Pilihan Tepat bagi Mahasiswa Indonesia yang Mau Lanjut Kuliah S2 di Luar Negeri

Australia, Pilihan Tepat bagi Mahasiswa Indonesia yang Mau Lanjut Kuliah S2 di Luar Negeri

17 Mei 2025
6 Aturan Tidak Tertulis Saat Beli Kopi di Fore Coffee yang Perlu Diketahui Pembeli

6 Aturan Tidak Tertulis Saat Beli Kopi di Fore Coffee yang Perlu Diketahui

15 Mei 2025
Kisah Mahasiswa Nasakom Menyelamatkan Nasib Saya (Unsplash)

Jangan Remehkan Mahasiswa Nasakom (Nasib Satu Koma): Mereka Menyelamatkan Saya dari Kehidupan Kampus yang Monoton

16 Mei 2025
Stasiun Pasar Senen Jakarta Mojok.co

Stasiun Pasar Senen Jakarta Bukan Lagi Stasiunnya Kaum Miskin, Kini Bisa Diadu dengan Stasiun Gambir 

16 Mei 2025
Keresahan Saya Jadi Orang Cianjur, Daerah dengan SDM Terendah di Jawa Barat: Nggak Terima, sekalipun Itu Benar

Keresahan Saya Jadi Orang Cianjur, Daerah dengan SDM Terendah di Jawa Barat: Nggak Terima, sekalipun Itu Benar

16 Mei 2025
Stop Romantisasi Pengiriman Anak ke Barak Militer, Cukup Jabar Aja, Provinsi Lain Nggak Usah, Jogja Nggak Usah Ikut-ikutan Juga!

Stop Romantisasi Pengiriman Anak ke Barak Militer, Cukup Jabar Aja, Provinsi Lain Nggak Usah, Jogja Nggak Usah Ikut-ikutan Juga!

14 Mei 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=Zbmdu5T4vVo

DARI MOJOK

  • Pengunjung Candi Borobudur Capai 100 Ribu Orang Selama Libur Waisak, Ekonomi Daerah Meningkat
  • Perantau di Manggarai Jakarta Selatan Hidup Sambil Memelihara Kecemasan karena Tawuran Bisa Terjadi Kapan Saja
  • Sisi Suram Kos Pasutri Jogja, Tetangga Tak Tahu Batasan hingga Jadi Kedok “Hubungan Terlarang”
  • Puluhan Tahun Tinggal di Jagakarsa, Berdamai dengan Hal-hal Menyebalkan di Balik Label “Daerah Ternyaman” Se-Jakarta Selatan
  • Ribuan Warga Kecamatan Kandangan Dibiarkan Menderita Selama 10 Tahun Lebih oleh Temanggung
  • Sulitnya Jadi Mahasiswa Jurusan Sistem Informasi, Disuruh Servis Laptop hingga Dituduh Hacker

AmsiNews

  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.