Pendidikan rendah, pernikahan dini digas terus
Tingkat pendidikan di Dusun Labang Talon ini bisa dikatakan terjerembab, terus nyungsep. Bukan hanya rendah, tapi nyungsep sudah. Angka statistik pastinya memang nggak ada. Tapi, secara kualitatif bisa saya pastikan bahwa tingkat pendidikan di dusun ini teramat rendah. Karena saya punya keluarga yang tinggal di sini dan sering datang ke dusun ini.
Sejauh ini, hanya segelintir orang yang berhasil menyelesaikan sekolah SMA sederajat. Rata-rata malah nggak sekolah. Apalagi anak perempuan, sudah pasti nggak sekolah. Jika pun sekolah, lulus SD pasti langsung dinikahkan. Jika beruntung, mentok baru bisa tamat SMP.
Salah satu anak tetangga saya di Dusun Labang Talon misalnya. Setelah lulus SD, dia langsung dinikahkan dengan salah satu ustaz dari dusun yang sama. Ustaz yang menikahinya pun tak berpendidikan tinggi. Pendidikannya hanya di tingkat SMP dari pondok pesantren. Satu tahun menikah, keduanya punya anak. Artinya, rata-rata perempuan berusia 12-13 tahun di dusun ini sudah punya anak dengan penghasilan seret.
Coba bayangin, umur 12 nikah, punya anak, pekerjaan tak pasti, apa yang terjadi kira-kira? Yaaa kemiskinan. Akhirnya, siklus kemiskinan terus terjadi. Fakta ini nggak hanya di satu keluarga yang saya sebut saja, tapi hampir semua warga Dusun Labang Talon melakukan hal demikian. Hidup, nikah, berutang untuk bertahan hidup. Jika beruntung, hidup, sekolah SD, nikah, lalu berutang untuk bertahan hidup.
Dan karena utang pula, konflik kekerasan sering terjadi. Bahkan sampai hari ini tak sedikit kasus pertengkaran fisik, carok masalah pribadi, pertengkaran internal keluarga, yang faktor penyebab terbesarnya adalah ekonomi dan kelaparan. Selain itu, banyak warganya yang sering emosi dan bernada tinggi. Saya menduga banyak yang kena penyakit darah tinggi karena terlalu sering makan nasi dengan garam.
Parenting yang buruk, kekerasan jadi andalan
Anak dipukul, dicubit, dibentak, dipecut, bahkan sering dibercandai untuk dibunuh bukan hal aneh dalam pendidikan keluarga di dusun ini. Saya menduga kuat faktor utamanya adalah pendidikan. Pendidikan yang rendah membuat masyarakatnya menyelesaikan masalah melulu dengan kekerasan. Apalagi kebanyakan anak usia 12 tahun sudah harus jadi orang tua. SMP saja belum tamat, gimana bisa ngasih parenting yang baik ke anaknya?
Lalu, di mana pemerintah desa? Saya agak pesimis dengan upaya penangan dari pemerintah desa. Hal ini karena masalah di Dusun Labang Talon ini terlalu pelik. Maka dari itu, saya pikir perlu perhatian dari pemerintah Kabupaten Bangkalan Pulau Madura atau bahkan Provinsi Jawa Timur untuk sedikit menengok ketimpangan yang ada di dusun ini. Dusun yang ada di desa Labang, sebuah desa yang dekat Suramadu untuk ke Surabaya, tapi kualitasnya jauh terbelakang.
Penulis: Naufalul Ihya’ Ulumuddin
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Suka Duka Tinggal di Pelosok Kabupaten Bangkalan Madura.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.