Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Menjawab Pertanyaan Kenapa Nama Daerah di Jogja Kebanyakan Berakhiran -an

M. Afiqul Adib oleh M. Afiqul Adib
8 Maret 2021
A A
nama tempat jogja berakhiran an terminal mojok
Share on FacebookShare on Twitter

Sebagai pendatang di Jogja, wajar jika saya sering bertanya-tanya asal muasal beberapa hal yang ada di kota istimewa ini. Ada semacam dorongan magis untuk menelusuri hal-hal yang berbeda antara Jogja dan kampung halaman saya, Lamongan. Beberapa di antaranya adalah penggunaan kata “bajigur” untuk misuh yang bagi saya nggak ada serem-seremnya. Atau kenapa orang Jogja sangat “Nrimo Ing Pandum” atas nilai UMR mereka.

Dua hal di atas tentu saja cukup mudah dicari jawabannya hanya dengan membaca artikel di terminal mojok, warbiyasah. Namun, ada hal lain yang membuat saya masih mbatin, “Iki kenopo, sih?”

Yaktul, hal tersebut adalah kenapa nama daerah di Jogja kebanyakan menggunakan akhiran -an? Sebut saja: Gejayan, Giwangan, Lempuyangan, Sanggrahan, Pakualaman, Prawirotaman, Wirobrajan, Jagakaryan, Patangpuluhan, Bugisan, dan masih banyak lagi yang tentu saja nggak bisa saya sebut semuanya.

Berlandaskan pertanyaan tersebut, saya pun mencoba menerka-nerka maksud dari nama yang berakhiran -an pada nama daerah di Jogja.

Awalnya saya menduga ini hanya siklus nama Jawa. Kita tahu bahwa nama orang Jawa tiap periode hampir memiliki pola yang sama. Mulai dari yang berawalan su- atau berakhiran -o seperti Sukarno, Suharto, Sugeng, Sastrojendro. Kemudian, di periode selanjutnya menggunakan huruf medok (J, D, O, B) seperti Agus, Joko, Susilo, Bambang, Yudhoyono, dsb, dsb.

Nah, saya mengira ada suatu periode di mana orang Jawa memberikan nama dengan menggunakan akhiran -an pada tiap anak mereka. Metode otak-atik matok (dihubung-hubungkan) ini berlandaskan argumen bahwa pemberian nama daerah di sekitar keraton diambil dari nama pasukan.

Karena dirasa belum puas dengan jawaban kira-kira yang mana juga berasal dari prasangka diri sendiri yang tanpa menggunakan data, saya pun bertanya pada seorang teman yang menurut saya sih blio ini Jogja banget, lantaran sejak kecil sampai di usianya yang hampir 25 tahun selalu tinggal di Jogja serta memiliki kepribadian “Nrimo Ing Pandum”.

Sayang sekali ketika saya mengajukan pertanyaan, teman saya ini malah merespons dengan pertanyaan, “Oh iya ya, kenapa bisa begitu?” Kemudian blio menjelaskan kalau nama daerah di sekitar keraton diambil dari nama prajurit. Yaktul, informasi yang sudah saya ketahui sebelumnya.

Baca Juga:

Jogja Bikin Muak, Purwokerto Bikin Menyesal: Kisah 2 Kota yang Menjadi Korban Jahatnya Romantisme karena Mengaburkan Realita yang Ada

4 Alasan Orang Solo Lebih Sering Plesir ke Jogja Dibanding ke Semarang

Bagi yang belum tahu, beberapa daerah di lingkungan keraton memang diambil dari nama prajurit keraton. Dan kalau diurai dari sisi sejarah, dulu untuk melemahkan kekuatan prajurit keraton, maka pihak Inggris (penjajah) dengan siasat politiknya memaksa Sri Sultan Hamengku Buwono III membuat kebijakan untuk menempatkan prajurit keraton tinggal di luar benteng keraton.

Selanjutnya, untuk memudahkan mengklasifikasikan prajurit keraton, maka nama daerah yang ditinggali oleh kesatuan prajurit tersebut pun diberi nama sesuai dengan nama kesatuan prajurit yang tinggal di sana.

Oke balik lagi pada permasalahan. Karena belum mendapat jawaban yang dirasa memuaskan, saya pun mencoba baca-baca dan googling seputar tema ini. Ketika membaca lebih dalam, saya baru ngeh kalau nama kesatuan prajurit keraton nggak ada yang berakhiran -an. Nama kesatuan prajurit keraton tersebut antara lain Jagakarya, Mantrirejo, Prawiratama, Patangpuluha, Wirobraja, dan sebagainya.

Hal ini ternyata sama dengan asal nama daerah lainnya, seperti Lempuyangan yang berasal dari tanaman lempuya (cabe puyang), Giwangan dari kata giwang yang berarti anting karena merupakan kampung pengrajin anting, serta beberapa daerah lain yang memiliki konsep serupa.

Lantas kenapa diberi imbuhan -an?

Dalam tatanan bahasa Jawa, pemberian imbuhan -an dimaksudkan untuk memberikan fungsi berupa nama tempat. Jadi, fungsi imbuhan -an adalah untuk menandakan tempat. Atau mengubah nama orang, peristiwa, atau apa pun menjadi nama tempat.

Hal ini ternyata tidak hanya ada di Jogja. Saya baru sadar kalau kampung halaman saya sendiri juga demikian. Nama Lamongan sebenarnya diambil dari pahlawan setempat bernama Mbah Lamong yang kemudian diberi akhiran -an untuk menandakan bahwa kata tersebut adalah suatu tempat.

Setelah mendapat jawaban tersebut, saya sadar betapa buruknya kemampuan bahasa Jawa saya ini. Untuk menjawab pertanyaan seperti ini saja saya harus menunggu 6 bulan untuk memecahkannya. Padahal fungsi imbuhan -an ini kalau saya ingat-ingat sudah diajari ketika duduk di bangku sekolah dasar.

Setelah mendapat jawaban yang agak mencerahkan, saya pun mulai cerita ke beberapa teman saya. Respons mereka sungguh di luar dugaan, hampir semuanya baru tahu tentang fungsi imbuhan -an ini. Hal ini membuat saya bertanya, berapa persen orang Jawa yang masih mengetahui informasi seperti ini?

Jika memang banyak yang alpa, tentu saja ini berarti saya dan Anda harus banyak belajar lagi. Pertanyaan kenapa nama daerah di Jogja kebanyakan berakhiran -an adalah pertanda merosotnya kemampuan bahasa Jawa kita. Sehat-sehat, wahai pengajar bahasa Jawa, panjang umur perjuangan!

BACA JUGA Ternyata Kipas Angin Nggak Penting Amat kalau Ngekos di Jogja dan tulisan M. Afiqul Adib lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 28 Desember 2021 oleh

Tags: Jogjatinggal di jogja
M. Afiqul Adib

M. Afiqul Adib

Introvert garis keras. Tinggal di Lamongan.

ArtikelTerkait

Kerja Part Time di Jogja Adalah Jalan Pintas Menuju Perbudakan, Gaji Setengah UMR pun Nggak Ada! umr jogja gaji di jogja gaji umr jogja

Begini Rasanya Hidup dengan Gaji UMR Jogja: Makan Mahal Dikit, Hancur Rencana Keuangan yang Sudah Disusun

10 Oktober 2024
5 Aturan Tidak Tertulis di Stasiun Tugu Jogja, Patuhi agar Perjalanan Semakin Nyaman Mojok.co

5 Aturan Tidak Tertulis di Stasiun Tugu Jogja, Patuhi Supaya Perjalanan Lebih Nyaman

13 Februari 2025
Kasih Tahu Saya dong, Bagaimana Rasanya Clubbing?

Kasih Tahu Saya dong, Bagaimana Rasanya Clubbing?

1 Desember 2019
Kuliah Merantau di Jogja, eh Dikira Klitih karena Pakai Scoopy (Unsplash)

Pengalaman Pahit Menjadi Mahasiswa Rantau di Jogja ketika Motor Scoopy Saya Disangka Motornya Pelaku Klitih

3 November 2025
Wonogiri dan Gunungkidul, Saudara Kembar Beda Nasib

Wonogiri, Tempat Terbaik untuk Hidup, Tempat yang Tepat untuk Lari dari Kecemasan

16 Juli 2023
Kiat Menghindari Macet di Jogja selain dengan Rebahan Terminal Mojok

Jogja Bukan Lagi tentang Pariwisata dan Budaya tapi Macet dan Pengendara Mobil yang Lelet!

29 Agustus 2023
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Jebakan Utang untuk Healing: Bersenang-senang Dahulu, Sengsara Kemudian

Jangan Kasih Utang ke Orang, Traktir Makan Aja: Udah Dapet Pahala, Silaturahmi Tetap Terjaga!

14 November 2025
Alasan Jingle MR DIY Terus Terngiang dan Membekas di Pikiran Jutaan Orang Indonesia

Alasan Jingle MR DIY Terus Terngiang dan Membekas di Pikiran Jutaan Orang Indonesia

15 November 2025
Dear HokBen, Nasi Pulenmu Itu Ditakdirkan buat Dimakan Langsung, Bukan Dijadikan Nasi Goreng

Dear HokBen, Nasi Pulenmu Itu Ditakdirkan buat Dimakan Langsung, Bukan Dijadikan Nasi Goreng

14 November 2025
Perbedaan Alun-alun Kidul vs Alun-alun Lor Solo: Sama-Sama Lapang, Beda Nasib

Perbedaan Alun-alun Kidul vs Alun-alun Lor Solo: Sama-Sama Lapang, Beda Nasib

11 November 2025
4 Menu Alif’s Bakery yang Paling Enak dan Wajib Dicoba Mojok.co

4 Menu Alif’s Bakery yang Paling Enak dan Wajib Dicoba

13 November 2025
4 Hal Menyebalkan di Bogor yang Bikin Wisatawan Kapok Datang

4 Hal Menyebalkan di Bogor yang Bikin Wisatawan Kapok Datang

13 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=xlSfd228tDI

DARI MOJOK

  • Driver Ojol di Malang Pertama Kali Dapat Pesanan Bersihin Makam dan Nyekar di Pusara Orang Kristen, Doa Pakai Al-Fatihah
  • Komikus Era 80-an Akui Sulitnya Membuat Karya di Masa Kini, bahkan Harus Mengamati Lewat Drakor untuk Kembangkan Cerita Anak
  • Lari Sambil Nikmati Kopi dan Pastry, Fitbar Hadirkan Shake Out Run Pertama di Indonesia
  • JILF 2025 Angkat Isu Sastra dan Kemanusiaan
  • Momen Terima Gaji Pertama bikin Nangis dan Nyesek di Antara Perasaan Lega
  • Sibuk Skripsian sampai Abaikan Telpon Ibu dan Jarang Pulang, Berujung Sesal Ketika Ibu Meninggal

Summer Sale Banner
  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.