Mengkritik Pemerintah Dianggap Kadrun/Komunis, Demokrasi Kita Masih Waras Nggak sih? – Terminal Mojok
  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
Terminal Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Gaya Hidup
    • Game
    • Fesyen
    • Otomotif
    • Olahraga
    • Kuliner
    • Cerita Cinta
    • Gadget
    • Hewani
    • Personality
    • Nabati
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Acara TV
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Pojok Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Politik
  • Media Sosial
  • Nusantara
  • Luar Negeri
  • Gaya Hidup
    • Game
    • Fesyen
    • Otomotif
    • Olahraga
    • Kuliner
    • Cerita Cinta
    • Gadget
    • Hewani
    • Personality
    • Nabati
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Acara TV
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Pojok Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Politik
  • Media Sosial
  • Nusantara
  • Luar Negeri
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Pojok Tubir
  • Kampus
  • Politik
  • Media Sosial
  • Nusantara
  • Luar Negeri
Home Artikel

Mengkritik Pemerintah Dianggap Kadrun/Komunis, Demokrasi Kita Masih Waras Nggak sih?

Dani Ismantoko oleh Dani Ismantoko
6 Juni 2020
0
A A
mengkritik pemerintah, wabah corona covid-19 residu politik Seandainya Elite Politik Negeri Adalah Kenshin Himura, Betapa Indahnya Negeri Ini

wabah corona covid-19 residu politik Seandainya Elite Politik Negeri Adalah Kenshin Himura, Betapa Indahnya Negeri Ini

Share on FacebookShare on Twitter

Tidak bisa dimungkiri, bahwa sosmed, selain tempat tumbuh suburnya hoax juga tempat membentuk opini publik, Salah satu sosmed utama yang dipakai untuk membentuk opini publik adalah Twitter. Di Twitter, melalui kolom trending kita bisa tahu apa yang sedang banyak diperbincangkan banyak orang tanpa harus memfollow banyak akun.

Di Facebook dan Instagram kita tidak bisa tahu apa yang diperbincangkan banyak orang. Di Facebook kita hanya bisa melihat status orang-orang yang di-add dan akun-akun bersponsor. Di Instagram, di berandanya kita hanya bisa melihat postingan orang yang kita follow dan akun-akun bersponsor. Dan di kolom eksplore-nya kita bisa melihat sesuai dengan apa yang sering kita lihat. Kalau yang sering dilihat mbak-mbak selebgram seksi, pasti Tante Erni muncul. Percaya deh. Setiap sosmed punya algoritmanya masing-masing.

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa di Twitter, pihak yang cukup punya andil untuk membentuk opini publik adalah BuzzerRp. Orang dengan banyak akun, yang kebanyakan anonim dan ber-followers tidak sedikit. Cukup hanya dengan satu BuzzerRp, kolom trending bisa dikuasai.

Belakangan ini, isu komunis yang biasanya dimunculkan di bulan September sedang ramai di Twitter. Kenapa kok muncul lebih awal? Jawabannya karena bulan Mei kemarin adalah ulang tahun PKI yang ke-100 tahun. Agak aneh emang, biasanya kita toh nggak peduli-peduli amat kapan PKI ulang tahun, dinaikannya lagi isu ini bikin kita bertanya-tanya sebenarnya isu apa yang sedang dicoba untuk dialihkan?


Bulan Mei normalnya orang ramai berbicara tentang buruh, pendidikan dan kebangkitan nasional. Karena memang di bulan Mei ini ada tanggal-tanggal tertentu yang dijadikan penanda untuk memperingati ketiga hal tersebut. 1 Mei hari Buruh. 2 Mei hari Pendidikan Nasional. 20 Mei hari Kebangkitaan Nasional.

Menurut yang saya amati, salah satu cara pembentukan opini publik tentang isu PKI ini adalah menjadikan salah seorang yang cukup vokal mengkritisi kebijakan pemerintah dan dianggap tidak akrab dengan agama sebagai anak PKI yang sekaligus sebagai agen komunis internasional.

Dari sini kita bisa tahu, bahwa di dunia persosmedan yang mungkin saja merambat ke dunia pergaulan sehari-hari, orang-orang yang dianggap tidak akrab dengan agama dan mengkritik pemerintah dicitrakan sebagai komunis.

Ada satu citra negatif lagi yang disematkan kepada orang-orang yang mengkritik pemerintah. Apa citra negatif lainnya? Sabar. Mari kita awali dengan sedikit celoteh dulu.

Pada tanggal 27 Mei kemarin, orang-orang ramai mengucapkan selamat milad kepada seorang tokoh yang dianggap akrab dengan dunia agama—walaupun si tokoh tidak mau disebut ustaz atau kiai—karena memang tanggal 27 Mei adalah tanggal lahir si tokoh. Tagarnya sempat trending 3 di Twitter. Ada seorang Habib millenial mengucapkan selamat ulang tahun kepada si tokoh. Saya kira kolom komentarnya adem. Ternyata, ngeri. Ada akun yang dengan jelas ngata-ngatain si tokoh dong.

Akun itu mengatakan bahwa si tokoh jalannya miring seperti kepiting. Kemudian ia memposting foto-foto si tokoh dengan beberapa orang yang dianggap sebagai bagian dari kadrun (kadal gurun). Intinya, akun itu mau mengatakan bahwa tokoh tersebut adalah bagian dari kadrun juga gara-gara sering mengkritik pemerintah dan selanjutnya dianggap tidak pro pemerintah.

Padahal si tokoh tidak punya akun pribadi. Dan tentu saja tidak pernah membuat cuit nyinyir dalam hal apa pun. Akun yang dianggap mewakili si tokoh pun kalau ngetweet masih dalam taraf aman, tidak menyinggung pihak manapun. Itu saja masih kena lho.

Di sini, kita tahu bahwa di dunia persosmedan dan mungkin saja di pergaulan sehari-hari, orang yang akrab dengan agama dan mengkritik pemerintah dicitrakan sebagai kadrun. Citra negatif yang merupakan kelanjutan dari narasi cebong—kampret yang sudah usang dan memalukan itu, yang kemarin meramaikan dunia perpolitikan kita.

Di dalam atmosfir pembentukan opini publik yang terkesan menjadikan pemerintah sebagai pihak yang tidak boleh dikritik seperti ini ada satu pertanyaan substantif yang patut untuk kita jawab sendiri. Masihkah demokrasi yang kita jalani ini waras?

Munculnya lalu-lalang kepentingan politik yang mungkin membahayakan penguasa di sebuah negara demokrasi itu wajar. Namun, bukan berarti keadaan itu membuat pemerintah sah untuk mengondisikan diri sebagai pihak yang anti kritik hanya untuk menanggulangi lalu lalang kepentingan politik yang dianggap berbahaya tersebut.

Di Amerika Serikat saja, yang dianggap sebagai referensi demokrasi yang paripurna di dunia, kritik-kritik bermunculan dan diperbolehkan. Tidak jarang dengan kata-kata yang bagi ukuran orang Indonesia dianggap keji. Ya, memang begitulah demokrasi. Tidak boleh baper.

Sudah menjadi risiko bagi pihak yang berkuasa di sebuah negara demokrasi untuk dikritik atau bahkan dihujat atau dicaci maki. Di antara kritik atau mungkin hujat atau pun caci maki itu mungkin saja ada yang berkepentingan untuk menjatuhkan tokoh politik tertentu yang dianggap berkuasa. Namun, tidak semuanya seperti itu. Ada juga yang memang benar-benar peduli dengan negara atau pemerintah. Tugas negara dan pemerintah adalah memilah dan milih kritik tanpa harus membungkam nalar kritis masyarakat.

Negara dan pemerintah yang kebijakannya sudah keluar jalur, tidak berpihak kepada rakyat, sudah sepatutnya diingatkan bukan? Kalau iklim saling mengingatkan seperti itu tidak kita pelihara dan malah kita hancurkan sendiri, bagaimana rakyat bisa menjadi dewasa dalam berdemokrasi?

BACA JUGA Kritik Penanganan COVID-19 Telah Berubah Jadi Perulangan Perang Cebong-Kampret atau tulisan Dani Ismantoko lainnya.


Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 4 Juni 2020 oleh

Tags: kadrunkomunismengkritik pemerintahoposisi
Dani Ismantoko

Dani Ismantoko

Penulis yang kadang-kadang jadi guru MI

Artikel Lainnya

bagi-bagi tanah

Bagi-bagi Tanah atau Reformasi Agraria?

15 Desember 2021
Raja Negeriku, Lagu Noah yang Sarat Kritik untuk Pemimpin Negeri Ini terminal mojok

Raja Negeriku, Lagu Noah yang Sarat Kritik untuk Pemimpin Negeri Ini

21 November 2021
Pengkhianatan G30S/PKI

Film Pengkhianatan G30S/PKI Memang Layak Diputar dan Ditonton Saban Tahun

30 September 2021
PKI Oktober 65 mojok

Jas Merah, Baju Putih, dan Romantisisasi Kengerian PKI

30 September 2021
anti-kapitalisme buku kiri komunis oktober PKI Orba Lenin mojok

Saya Anti-kapitalisme, Bukan Orang Gila

14 Januari 2021
anti-kapitalisme buku kiri komunis oktober PKI Orba Lenin mojok

Kenapa Kita Butuh Membaca Buku Kiri?

2 November 2020
Pos Selanjutnya
si doel anak sekolahan episode 2 musim 2 keluarga doel ziarah kampung babe GBK senayan lapangan golf mojok.co

Si Doel Anak Sekolahan Episode 2, Musim 2: Doel Pengangguran, Babe Puyeng

Terpopuler Sepekan

Cara-cara Starbucks Membuat Pembeli Mengeluarkan Uang Lebih Banyak

Cara Starbucks Membuat Orang Tertarik Beli meski Tahu Harganya Mahal

13 Mei 2022
Sebagai Orang Magelang, Saya Menuntut Adanya Malioboro di Kota Ini Terminal Mojok.co

Sebagai Orang Magelang, Saya Menuntut Adanya Malioboro di Kota Ini

16 Mei 2022
3 Rahasia Sukses Bisnis Toko Kelontong ala Orang Cina

3 Rahasia Sukses Bisnis Toko Kelontong ala Orang Cina

14 Mei 2022
Transportasi Publik di Surabaya Dibuat Sekadar untuk Gimik Politik Terminal Mojok

Transportasi Publik di Surabaya Dibuat Sekadar untuk Gimik Politik

15 Mei 2022
10 Lagu Bahasa Inggris dengan Lirik yang Mudah Dihafal dan Dinyanyikan Terminal Mojok

10 Lagu Bahasa Inggris dengan Lirik yang Mudah Dihafal dan Dinyanyikan

2 Januari 2022
mengkritik pemerintah, wabah corona covid-19 residu politik Seandainya Elite Politik Negeri Adalah Kenshin Himura, Betapa Indahnya Negeri Ini

Mengkritik Pemerintah Dianggap Kadrun/Komunis, Demokrasi Kita Masih Waras Nggak sih?

6 Juni 2020
Fitur Canggih pada Mobil yang Sebenarnya Nirfaedah Terminal Mojok

Fitur Canggih pada Mobil yang Nirfaedah

14 Mei 2022

Dari MOJOK

  • Nasirun, Santrinya, dan Lukisan-lukisan yang Pulang
    by Arif Hernawan on 19 Mei 2022
  • Cerita Simone Inzaghi yang Sering Dibandingkan dan Stefano Pioli yang Kerap Diremehkan
    by Ali Ma'ruf on 19 Mei 2022
  • Kerasukan: Menjadi Medium, Tentang Trauma, dan Luka Ingatan
    by Khoirul Fajri Siregar on 19 Mei 2022
  • Silampukau Rilis Single ‘Lantun Mustahil’, Bercerita tentang Badai dan Lautan
    by Purnawan Setyo Adi on 19 Mei 2022
  • Ciptakan 4,6 Juta Lapangan Kerja, Kominfo Kebut Jaringan 5G
    by Yvesta Ayu on 19 Mei 2022

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=GwazDvZPZ_Q&t=619s

Subscribe Newsletter

* indicates required

  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
DMCA.com Protection Status

© 2022 Mojok.co - All Rights Reserved .

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Gaya Hidup
    • Cerita Cinta
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Hewani
    • Kecantikan
    • Kuliner
    • Nabati
    • Olahraga
    • Otomotif
    • Personality
  • Hiburan
    • Acara TV
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Pojok Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Politik
  • Media Sosial
  • Luar Negeri
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2022 Mojok.co - All Rights Reserved .

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In