Nggak semua orang senang mendengar suara gelegar beragam bentuk knalpot racing di jalan raya, termasuk saya. Dan tentu saja, orang-orang yang suka mendengar raungan knalpot tersebut tak lain tak bukan adalah pemakainya saja.
Dan tak sedikit yang menganggap pengguna knalpot tersebut nggak punya empati babar blasss. Mereka—pemakai knalpot racing—sering acuh dengan keadaan pengendara lain, seenaknya sendiri ugal-ugalan, main geber sana sini biar keliatan keren. Padahal dari perspektif orang lain hal tersebut sangat mengganggu sekali, terutama bagi orang-orang yang kagetan apalagi punya riwayat sakit jantung.
Meski sudah beberapa kali ditertibkan oleh pihak berwajib, mereka tetap saja bebal dan terus saja memakai knalpot kebanggaannya. Malahan, makin ke sini yang memakai knalpot tersebut di jalan raya makin masif saja. Kayaknya memang perlu diapresiasi para pengguna knalpot racing nih. Misal, dikasih sandal tepat di muka. Misale lhooo.
Saya sedikit bicara dengan salah orang yang demen memakai knalpot racing yang kebetulan teman saya sendiri, Buceng namanya. Tentu saja itu bukan nama aslinya. Obrolan itu terjadi angkringan pinggir jalan, makin syahdu tatkala si Mbak penjualnya mengantar pesanan kopi hitam kami dengan senyum manis dan keramah tamahannya.
Saya memulai obrolan sambil melirik si Mbak yang berlalu pergi setelah mengantar pesanan kami.
“Nggak takut pakai knalpot racing terus, Ceng? Banyak razia knalpot dari polisi juga, kan.”
“Udah biasa. Lha wong beli knalpotnya dari uang pribadi. Bukan uang rakyat, Je,” celetuk Buceng.
Saya terdiam, menenggak segelas kopi hitam yang hampir disergap dingin malam. Benar juga apa yang dikatakan Buceng, toh, itu hak mereka sih. Hak mereka juga bikin orang lain nggak nyaman. Hmmm.
Saya nyeletuk lagi. “Lah, tapi kamu nggak sadar suara knalpot racing yang mbok pakai ganggu orang lain di jalan?”
“Sebenarnya nggak gitu ganggu, Maseh. Malah tak pikir, motor yang memakai knalpot racing selain bikin keren di jalan ada manfaatnya juga. Manfaat dalam versi saya tentu saja. Kayak nggak bikin ngantuk pengendara lain. Tahu sendiri kenceng suaranya gimana, iya kan?”
“Lagian nih, motor yang dipasangi knalpot racing rata-rata milik anak muda. Berjiwa muda. Mau dilarang kayak gimana yang namanya anak muda itu cenderung egois dan bebal akan teguran. Aku sendiri akan bakal terus membela diri demi bisa terus memakai knalpot racing di motor. Selain yang tak sebutin tadi, bikin pengendar lain nggak ngantuk. Biar pengendara lain notice kalau ada motor lewat. Tahu sendiri ada saja orang main belok tanpa lihat spion karena dikira nggak ada kendaraan lain. Seenggaknya berisiknya knalpot jadi tanda biar orang-orang nggak main serong kalau mau nyebrang,” lanjutnya.
“Alasan lainnya, tentu saja biar tarikan motor lebih kencang dan enteng. Dan aku sendiri merasa lebih keren saja di jalan. Dan bisa membantu UMKM yang memproduksi knalpot racing juga. Memang sih, ada orang-orang yang nggak suka sama suara berisiknya, termasuk kamu to? Aku paham sih. Dan kadang rasa nggak suka itu memunculkan sumpah serapah terhadap kami.”
“Tetap saja knalpot racing yang mbok pakai bikin orang-orang kesel dan kadang misuh-misuh,” saya menimpali.
“Nah, justru di sisi itu poinnya. Saat aku menjadi obyek serapahan orang, emosinya terlepas. Dan mungkin saja, saat sumpah serapah keluar masalah-masalah yang ditimpa juga turut keluar. Bukankah misuh-misuh membuat perasaan sedikit lega? Emosi terkuras sementara aku memuntir gas motor semakin beringas. Sebuah kebaikan, bukan?”
Saya hanya manggut-manggut heran sama pemikiran teman saya ini. Argumennya benar-benar pas. Pas untuk diguyur air comberan.
Kemudian Buceng menikmati gedang goreng yang sudah disuguh oleh mbak penjaga angkringan tadi. Lantas, tatkala ia mau menyeruput kopi, ia tersedak karena kaget ada motor yang memakai knalpot racing ugal-ugalan sambil geber-geber suaranya berisik sekali.
“Jancukkk, numpak montor rak toto aturan,” hardik Buceng.
Penulis: Budi
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Mengapa Kita Memilih Motor Honda?