Kebiasaan senior yang suka membentak-bentak juniornya barangkali sudah jadi rahasia umum saat Ospek di kampus. Nyaris semua maba yang mengikuti kegiatan Ospek mungkin pernah menjadi korban perpeloncoan duniawi dan tindakan kesewenang-wenangan para senior menjijikkan ini. Perlakuan semacam ini hingga kini masih terjadi dan tumbuh subur di beberapa kampus di Indonesia. Masih jelas dalam ingatan kita tentang kasus Untirta yang bikin senegara geram.
Sebagai manusia yang punya otak, saya nggak sepakat sama perilaku sewenang-wenang senior terhadap juniornya. Kebiasaan membentak maba ini tak lebih sekadar agenda cari muka dan “sok gali” yang minim esensi. Penasaran dengan perilaku para senior yang ngadi-ngadi ini, saya menghubungi salah seorang kawan via WhatsApp yang kebetulan pernah menjadi ketua panitia Ospek, Bobon (bukan nama sebenarnya).
Apa sih motif senior suka bentak-bentak junior?
Sejatinya, Ospek bertujuan untuk mengenalkan lingkungan kampus, mengenali sistem perkuliahan, serta menumbuhkan kerja sama. Namun dalam pelaksanaannya, ada saja ((oknum)) mahasiswa senior yang kerap menjadikan kegiatan ini jadi arena untuk gagah-gagahan dan glelengan di hadapan para maba.
Mengingat banyaknya tujuan yang nggak sejalan dengan pelaksanaan, banyak pihak yang kemudian mempertanyakan esensi dari kegiatan ini. Lantas, apa sih sesungguhnya makna Ospek dari sudut pandang para senior? Apakah kegiatan semacam ini masih relevan di era sekarang?
“Sebenarnya, kegiatan Ospek kan nggak cuma ngenalin lingkungan kampus saja, tapi juga butuh transfer knowledge terkait isu dari kampus maupun isu dari luar. Intinya kami cuma pengen memantik kepekaan dan kesadaran maba terkait isu-isu di sekitar. Itu saja sih,” tulis Bobon saat saya hubungi via WhatsApp, Jumat (02/09/2022).
Bobon menambahkan, Ospek juga penting dilakukan untuk melatih kemampuan psikomotorik para maba. Di mana maba bisa mengaplikasikan ilmu yang sudah dipelajari saat menerima materi, baik dalam kelas maupun dalam FGD (Focus Group Discussion).
“Melalui kegiatan ini, diharapkan juga bisa memantik maba agar berpikir kritis sama isu-isu sosial-politik-budaya yang terjadi dan juga melatih agar punya solidaritas tinggi. Terus, kenapa kami sering tegas, ya, karena biar para maba disiplin dan tepat waktu saja. Lagian, dunia kerja di luar sana sebenarnya jauh lebih kejam dari sekadar kegiatan Ospek,” terang pria berusia 24 tahun itu.
Ya sebenarnya nggak usah dikasih tahu pun, maba itu ya tahu dunia kerja lebih keras ketimbang Ospek. Apa justru seniornya baru tahu terus mereka nggumun ya?
Menurut Bobon, sikap tegas senior ke junior perlu dilakukan hanya saat-saat tertentu, terutama ketika maba datang terlambat, nggak pakai atribut sesuai kesepakatan, tidak mau mendengarkan materi, dan tidak solid kepada sesama maba. Jadi, motif senior suka tegas—untuk tidak menyebutnya bentak-bentak—sama junior semata-mata demi melatih sikap disiplin dan kepekaan.
Sederhananya, sejauh maba nggak ada masalah sama materi dan solid kepada temannya, maba aman-aman saja.
Kalau tahu bentak-bentak itu salah, kenapa masih dilakukan?
Sementara itu, disinggung maraknya fenomena senior membentak-bentak junior, Bobon mengakui bahwa perilaku tersebut memang acap kali terjadi. Kebiasaan ini masih sering ditemui lantaran mahasiswa senior masih “meniru” perilaku angkatan-angkatan sebelumnya. Tidak sedikit senior yang sampai sekarang masih mewariskan ((nada-nada tinggi)) tersebut kepada para juniornya.
“Iya, harus diakui, dalam praktiknya memang ada beberapa kawan yang masih suka membentak-bentak maba, mungkin biar maba mau mendengarkan dan memperhatikan materi yang diberikan selama Ospek. Tapi, yang jelas, di kampus aku sih sudah tak tekanin agar devisi keamanan nggak mengeluarkan nada tinggi dan kata-kata kotor lagi saat Ospek,” tuturnya.
Sebagai panitia Ospek, Bobon sudah berusaha untuk memutus kebiasaan senior yang suka bentak-bentak junior dan ngomong kasar. Ia sadar betul bahwa perilaku semacam ini sudah nggak relevan lagi di era sekarang. Namun, ia juga tidak menampik masih ada saja kawan-kawannya yang suka bertindak berlebihan saat menghadapi para junior, terutama saat maba datang terlambat dan tidak mengerjakan tugas yang telah diberikan.
Banyak pihak yang menuding bahwa kegiatan Ospek cuma dijadikan ajang balas dendam para senior kepada junior. Sederhananya, para panitia sendiri dulunya juga jadi “korban” dari keganasan angkatan sebelumnya. Maka dari itu, ia meluapkan kekesalan tersebut kepada adik tingkatnya.
“Kalau masalah balas dendam itu sebenarnya urusan personal masing-masing, ya. Tapi sekali lagi, kami berusaha untuk memutus estafet perilaku berlebihan (baca: suka bentak-bentak) agar nggak terus berlanjut. Sebab, kami sadar betul bahwa cara-cara seperti itu sudah nggak relevan,”
“Misalnya ada senior yang mengingatkan ini itu kepada para maba, nggak lain nggak bukan itu bagian dari sikap penegasan saja, yang ranahnya buat kedisiplinan maba. Ya, kayak atribut, ketepatan waktu, dan lainnya tadi. Ini perlu dilakukan biar mereka berani ngomong di depan umum meski dalam kondisi tertekan,” imbuhnya.
Bagi Bobon, yang terpenting dari kegiatan Ospek adalah bagaimana caranya supaya maba memiliki nalar kritis terhadap isu-isu di masyarakat. Ospek juga dijadikan sarana untuk melihat seberapa jauh daya kritis maba jika dihadapkan dengan situasi sulit dan penuh tekanan.
Jawaban tersebut normatif, tentu saja. Sebab, kalau memang Ospek itu tentang pengenalan kampus, ya lakukan sekadar itu saja. Perkara menumbuhkan sikap kritis, itu sebenarnya bukan tugas senior.
Justru, menurut saya, tugas senior ya memperbaiki diri mereka sendiri. Sebab, kalau di Ospek saja mereka sok berkuasa, mereka tak ubahnya orang bodoh diberi panggung. Saya kadang heran sendiri, apa yang mau mereka tumbuhkan jika nalar saja tak punya?
**
Terlepas dari itu, sesungguhnya saya sepakat jika Ospek dijadikan ruang untuk mengajarkan solidaritas dengan sesama teman dan memperkenalkan tentang kondisi kampus. Dan, memang sudah seharusnya begitu, bukan malah jadi ajang untuk bentak-bentak, mbajul maba cantik, dan ngasih doktrin-doktrin yang sifatnya nyangkem tok tapi kering esensi dan makna.
Tapi saya lebih sepakat lagi jika agenda kayak gini alangkah bijaknya dibubarkan. Mau bicara ndakik-ndakik nyundul langit pitulas soal daya kritis dan sensitifitas, selama di sana ada kekerasan, baik kekerasan verbal maupun fisik, tak lebih ini sekadar agenda tai kucing yang hanya menanamkan dan mewariskan kebencian-kebencian untuk generasi selanjutnya.
Maksud saya begini, bukankah sikap kritis tentu harus dibarengi sama attitude yang baik pula? Percuma kan, ya, meneriakkan “bertanah air satu, tanah air tanpa penindasan”, tetapi diam-diam mereka (senior goblok) bertindak sewenang-wenang dan menindas para junior. Bukankah hal semacam ini cuma omong kosong belaka yang berbahaya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara? Ya kan, senior?
Lagipula, apa yang diharapkan dari kumpulan orang-orang pandir yang diberi kuasa?
Penulis: Jevi Adhi Nugraha
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Omongan Senior di Makrab Adalah Hal yang Paling Menyebalkan dan Sia-sia