Seperti organisasi mahasiswa pada umumnya, Organisasi Rohani Islam (selanjutnya disingkat rohis) punya kebiasaan rapat atau diskusi membahas program kerja, kita biasa menyingkatnya proker. Dalam keadaan diselimuti wabah seperti ini, semua organisasi mahasiswa kelabakan; mikir gimana timeline proker; dana rektorat untuk proker; proker bisa terlaksana atau nggak. Meskipun di tengah ketidakpastian seperti ini banyak anak organisasi masih ambis bahas proker (via rapat online) meskipun belum tentu berjalan.
Saya yang pengurus rohis fakultas di kampus tidak mau ketinggalan ambis dengan teman-teman yang lain. Malu juga kalau teman-teman sesama pengurus masih semangat, sedangkan diri sudah loyo duluan akibat adanya pandemi. Bukan karena kena corona, tapi ya mager saja.
Perencanaan strategis dan teknis tetap kami bicarakan di setiap rapat; kapan waktu pelaksanaannya; timeline kegiatan panita; deadline tugas setiap divisi; dan tetek-bengek lain untuk mempersiapkan acara. Sekali lagi, sebenarnya saya mager, tapi teman-teman yang lain tetap mendesak saya untuk tetap berkontribusi. Lha wong saya ketua panitianya, katanya.
Dalam suatu rapat, karena rapat diadakan di malam hari bakda tarawih, salah satu anggota saya mengingatkan bahwa jangan sampai melewati jamal alias jam malam. Ya, kami anak rohis punya ketentuan bahwa obrolan di grup harus berhenti ketika waktu sudah mencapai jam malam (pukul berapanya hasil kesepakatan kami). Kebiasaan itu kami dapatkan dari warisan kakak tingkat pengurus, untuk menjaga batasan antara ikhwan dan akhwat. Bahasa yang mereka pakai adalah: agar ahsan saja, katanya. Saya, dulu, ngangguk-ngangguk saja, percaya dan yakin bahwa itu adalah suatu kebaikan dan kebiasaan yang harus dijaga.
Sekarang, ketika sudah menjadi pengurus inti, tanggung jawab dan peran lebih tinggi juga banyak, saya mulai mempertanyakan kebiasaan itu.
Sebenarnya, seurgent apa jam malam itu? Apakah kalau diskusi atau membahas proker melebihi jam malam kami para pengurusnya akan saling kirim pesan dengan emot-emot yang kurang pantas antar-pengurus? Atau obrolan di grup akan beralih ke ke obrolan personal dan membicarakan sesuatu di luar kepentingan di organisasi? Atau, ketika sudah melebihi jam malam kami para pengurus akan berubah kepribadian menjadi cabul dan bertindak melakukan sesuatu yang vulgar? Apakah semakin malam kecerdasan spiritual seseorang akan menurun alias kesalehannya berkurang? Sampai detik ini, saya belum mendapat penjelasan yang jelas mengenai itu. Entah hati saya yang keras, atau pemahaman mereka yang tidak masuk logika saya. (Para suhu aktivis rohis di manapun Anda berada, kalau saya keliru, mohon luruskan.)
Di saat pembahasan mengenai proker belum selesai, juga mengingat proker yang akan kami laksanakan cukup penting, tapi waktu sudah menunjukkan jam malam, akan ada insan-insan yang sangat taat aturan memberitahu, “Udah jam malam. Mungkin bisa dilanjut besok.”
Terkadang, hal itu terjadi ketika pembahasan sedang dalam puncak diskusi alias sedang hangat-hangatnya. Saya ingin menyela dan meminta tambahan waktu, ibarat pertandingan final sepak bola ketika sudah dekat kotak penalti wasit malah meniup peluit. Protes, dong? Dan sudah diduga, seperti biasanya, suara-suara pemberontak seperti saya hanya akan jadi minoritas.
Mungkin, husnuzan saya, para aktivis rohis menentukan jam malam agar rapat atau diskusi tidak sampai larut malam. Juga menghindari obrolan ngalor-ngidul yang tidak terlalu penting menghiasi percakapan di grup sampai malam. Mungkin mereka ingin segera beristirahat untuk bersiap salat di sepertiga malam, dan agar salat subuhnya tidak telat. Atau, sebelum tidur mereka ingin mengisi waktu dengan tilawah Al-Quran, agar waktunya selalu diisi dengan ibadah. Mungkin seperti itu.
Perihal rapat membahas “proker dakwah” untuk “kebaikan umat” mungkin tidak mengapa ditunda sampai besok, karena masih ada waktu. Yang penting obrolan ditutup dulu saja, demi menjaga ke-ahsan-an grup dan organisasi.
BACA JUGA Meluruskan Soal Lembaga Dakwah Kampus (LDK) yang Sering Disebut Sarang Radikalisme atau tulisan Akbar Malik Adi Nugraha lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.