Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Membaca Kolom Komentar Itu Seru asalkan Tidak Ikut Komentar

Vidiyani Utari Tampi oleh Vidiyani Utari Tampi
18 Agustus 2020
A A
Unggah Foto di Medsos, Wajah Nggak Usah Ditutupi Pakai Stiker, dong!
Share on FacebookShare on Twitter

Baru-baru ini teman saya mengalami “musibah digital”. Musibah tersebut berupa perisakan warganet di media sosial yang membuatnya bad mood dua hari dua malam. Sebabnya sederhana, dia ikut komentar di kolom komentar sebuah post viral di Instagram.

Saat ini banyak akun-akun di media sosial yang menampilkan cerita pengalaman hidup dari banyak orang. Dalam cerita yang diunggah tidak disebutkan siapa nama atau identitas tokohnya, biasanya hanya disebut “master” atau semacamnya.

Cerita yang laris manis dan mendatangkan ribuan komentar biasanya tak jauh-jauh dari konflik rumah tangga. Pelakor atau selingkuhan, poligami, bahkan masalah ranjang. Nah, yang terakhir itulah yang membuat salah seorang teman saya terperosok dalam musibah digital.

Teman saya itu tergugah hatinya untuk memberikan komentar pada cerita tentang masalah ranjang sepasang suami istri yang diunggah salah satu akun di Instagram. Kasusnya, sang istri kerap menolak melayani suami di ranjang dengan alasan capek. Padahal sang suami sudah memenuhi berbagai kebutuhannya. Begitu yang diceritakan di medsos.

Teman saya pun menulis komentar singkat berbunyi, “nanti kalau suaminya cari wanita lain baru deh nyesel”.

Hanya dalam hitungan menit, komentar tersebut menuai respons. Orang-orang tak dikenal mulai menanggapi di kolom komentar teman saya. Ada yang mendukung, tapi lebih banyak yang menghujat.

“Jangan asal judge, mungkin si istrinya depresi.”

“Kalo nggak bisa kasih saran mending diem aja.”

Baca Juga:

Stop Kirim Makanan, Ini 4 Ide Hampers Natal yang Nggak Mainstream dan Berguna

Sate Klatak Pak Jupaini Jogja: Rasanya Nggak Kalah dengan Pak Bari dan Pak Pong, dan Amat Cocok untuk Pekerja Kantoran

Dan puluhan respons lainnya yang membuat ponsel teman saya tak berhenti berbunyi.

“Kapok aku, Mbak!” tegasnya pada saya.

Saat saya tanya alasannya memberikan komentar, dia mengaku terhanyut membaca komentar-komentar orang lain dan membuatnya juga ingin ikutan komentar. Saya pun memberi wejangan secara langsung terhadap musibah yang menimpanya itu: “Membaca deretan komentar itu asik selama kamu nggak ikutan komen!”

Ya, demikianlah yang saya yakini. Saya pun salah satu penikmat komentar yang bertebaran di media sosial, khususnya YouTube dan Instagram. Biasanya setelah menyimak sebuah video atau unggahan, saya langsung beralih ke kolom komentar.

Tak bisa dimungkiri, kita sering kali tergoda membaca kolom komentar. Menelusurinya satu per satu, sekadar ingin tahu, bagaimana, sih, tanggapan orang lain terhadap unggahan tersebut? Apakah sama dengan apa yang kita rasakan?

Banyak komentar lucu nan menghibur yang saya temui. Sering kali komentar lucu itu berasal dari warganet di luar negeri. Entah kenapa bahasa yang mereka gunakan, bahasa Inggris, bisa menimbulkan efek-efek lucu hanya dalam beberapa kata. Walaupun tak sedikit juga yang memberi komentar negatif yang bikin sakit mata.

Untungnya, saya sendiri tak pernah tergoda untuk memberi komentar pada post yang mengangkat topik sensitif dan dikomen oleh ribuan orang. Kenapa? Pertama, karena saya meyakini tidak ada gunanya ikut-ikutan memberikan pendapat di kolom komentar. Toh, si empunya akun kemungkinan besar tidak membaca semua komentar yang ada.

Kedua, karena sekali memberikan komentar, maka kita tidak bisa menghindar dari respons warganet yang tiada ampun. Sehalus apa pun komentar yang kita berikan.

Akan tetapi, setelah membaca post viral, biasanya ada dorongan kuat untuk komentar, kan? Ya, saya paham. Saya pun merasakannya. Namun, komentar tersebut biasanya saya jadikan bahan obrolan santai bersama suami saja. Bukan di ranah publik alias belantara media sosial.

Cara ini lebih menyenangkan karena terhindari dari perisakan warganet yang tak kenal waktu. Masalahnya, tak semua orang punya mental sekuat selebgram atau artis. Teman saya itu contohnya, komentar negatif terhadapnya mampu membuat dia bad mood selama dua hari. Dan saya yakin, sampai sekarang pun notifikasi Instagram-nya terkait post tersebut masih berdatangan.

Ada cara lain yang jauh lebih baik dan jelas menghindarkan kita dari musibah serupa, yaitu dengan tidak membaca konten viral sama sekali. Harus diakui, tidak semua yang viral itu bermanfaat. Bahkan jika tidak dipilah, bisa jadi yang kita baca itu sebenarnya unfaedah alias nirmanfaat. Artinya, lebih baik tidak tergoda membaca post tersebut sama sekali.

Bagi saya pribadi, sangat menyebalkan ketika orang-orang yang tidak kita kenal—dan tidak ada urusan—bisa memengaruhi suasana hati kita. Ya, toh? Jadi, saya memilih playing safe dengan tidak memberi komentar liar di media sosial.

Atau, jika Anda tetap ingin membahasnya dan memberikan pandangan, ada cara lain yang lebih elegan, yaitu melalui tulisan esai santai seperti yang sedang Anda baca ini.

BACA JUGA Kuliah Capek-Capek Kok Cuma Jadi Ibu Rumah Tangga, Lha Emang Kenapa? dan tulisan Vidiyani Utari Tampi lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 18 Agustus 2020 oleh

Vidiyani Utari Tampi

Vidiyani Utari Tampi

IRT yang senang menulis dan begadang.

ArtikelTerkait

Nggak Masalah Starbucks Ganti Susu MilkLife, Asalkan Rasanya Nggak Berubah

Nggak Masalah Starbucks Ganti Susu MilkLife, Asalkan Rasanya Nggak Berubah

18 Juni 2023
Seo Dal-mi dan Nam Do-san Punya Kriteria Mutlak buat Jadi Stafus Milenial terminal mojok.co nonton start-up drama korea bae suzy nam joo hyuk

Seo Dal-mi dan Nam Do-san Punya Kriteria Mutlak buat Jadi Stafus Milenial

12 November 2020
4 Kampung Durian Runtuh yang Ada di Jember

4 Kampung Durian Runtuh yang Ada di Jember

17 Juni 2023
5 Cara Mudah Download Video Tiktok Tanpa Watermark Terminal Mojok

5 Cara Mudah Download Video Tiktok Tanpa Watermark

15 Juni 2022
Stop Glorifikasi Bapak Rumah Tangga yang Mulai Bikin Bosan, Memang Apa yang Spesial?

Stop Glorifikasi Bapak Rumah Tangga yang Overrated, Memang Apanya sih yang Spesial?

16 November 2023
Strategi Marketing Iklan Gim Ngeselin di Instagram yang Sukses Bikin Saya Download terminal mojok.co

Strategi Marketing Iklan Gim Ngeselin di Instagram yang Sukses Bikin Saya Download

5 Februari 2021
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang (Unsplash)

Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang dengan Pesona yang Membuat Saya Betah

4 Desember 2025
5 Alasan yang Membuat SPs UIN Jakarta Berbeda dengan Program Pascasarjana Kampus Lain Mojok.co

5 Alasan yang Membuat SPs UIN Jakarta Berbeda dengan Program Pascasarjana Kampus Lain

1 Desember 2025
7 Fakta Surabaya yang Bikin Kota Lain Cuma Bisa Gigit Jari

7 Fakta Surabaya yang Bikin Kota Lain Cuma Bisa Gigit Jari

30 November 2025
Pengalaman Transit di Bandara Sultan Hasanuddin: Bandara Elite, AC dan Troli Pelit

Pengalaman Transit di Bandara Sultan Hasanuddin: Bandara Elite, AC dan Troli Pelit

1 Desember 2025
3 Alasan Soto Tegal Susah Disukai Pendatang

3 Alasan Soto Tegal Susah Disukai Pendatang

30 November 2025
8 Aturan Tak Tertulis Tinggal Surabaya (Unsplash)

8 Aturan Tak Tertulis di Surabaya yang Wajib Kalian Tahu Sebelum Datang ke Sana

1 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lagu Sendu dari Tanah Minang: Hancurnya Jalan Lembah Anai dan Jembatan Kembar Menjadi Kehilangan Besar bagi Masyarakat Sumatera Barat
  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.