Di bidang pendidikan, Indonesia juga masih menghadapi banyak tantangan. Meskipun anggaran pendidikan kita udah 20% dari APBN, masalah kualitas masih jadi PR besar. Perguruan tinggi kita juga belum bisa bersaing di kancah internasional. Dan, tentu saja, masalah klasik seperti ketimpangan akses pendidikan antara kota dan daerah juga masih jadi hambatan buat menciptakan tenaga kerja yang siap bersaing global.
Yang nggak kalah penting, kebijakan ekonomi kita sering kali berubah-ubah tergantung siapa yang duduk di kursi kekuasaan. Kalau di Malaysia mereka konsisten dengan visi ekonomi jangka panjang, di sini kita sering kali terlalu sibuk mengurusi urusan jangka pendek. Padahal, pembangunan ekonomi butuh visi besar yang diterapkan dengan sabar dan konsisten.
Bukan cuma iri, tapi harus belajar dari Malaysia
Malaysia yang hampir keluar dari middle income trap ini sebenarnya nggak harus bikin kita iri atau minder. Justru, ini bisa jadi pelajaran berharga buat kita. Mereka berhasil karena konsistensi, investasi di sektor yang tepat, dan pengembangan sumber daya manusia yang serius. Bukan berarti Indonesia nggak bisa kayak Malaysia, tapi kita harus mulai fokus membenahi hal-hal yang selama ini menghambat kemajuan kita.
Indonesia harus lebih serius mengembangkan industri manufaktur yang punya nilai tambah tinggi, nggak cuma bergantung pada sumber daya alam. Kita juga perlu investasi besar-besaran di pendidikan dan teknologi. Tapi yang paling penting, kita harus punya kebijakan yang konsisten dan berkesinambungan, bukan sekadar kebijakan populis yang hanya fokus pada hasil jangka pendek.
Jadi, daripada sibuk iri sama Malaysia yang hampir lepas dari jebakan middle income trap, kita lebih baik mulai belajar dari mereka. Sebab, kalau nggak sekarang, kapan lagi? Masa kita mau terus-terusan jadi “calon negara maju” tanpa pernah beneran sampai di sana?
Penulis: Waode Nurmuhaemin
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Culture Shock Saat di Malaysia: Motor Boleh Masuk Tol, dan Warga Lokalnya Suka Banget Pakai Jersey