Belakangan ini dunia per-PTKIN-an (PTKIN itu singkatan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri, biar gampang, sebut saja kampus islam negeri) sedang hangat karena ulah menggemaskan Kemenag. Seperti orang yang lagi PDKT, Kemenag memberikan harapan berupa SK kompensasi diskon UKT mulai dari 10%. Tentunya mahasiswa dari STAIN hingga UIN pasti bahagia dong, lah wong dapat diskonan UKT, eh ternyata tanggal 20 April 2020 batal ngasih diskonan.
Beragam respon muncul dari mahasiswa PTKIN, dari bikin video, status wasap, hingga menulis di Terminal Mojok seperti yang dilakukan Mas Nasrullah Arif dengan artikelnya yang berjudul “Kabar Kenaikan UKT dan PHP Kemenag Adalah Cara Kampus Menempa Kesholehan Anak UIN”. Ketika membaca tulisan beliau, saya jadi sadar agar tetap sabar menerima keadaan. Mungkin sebagai mahasiswa UIN saya ditakdirkan untuk tetap qana’ah apa pun yang terjadi.
Saya dan Mas Nasrullah Arif sama-sama mahasiswa kampus islam negeri. Hanya saja beliau sudah semester akhir di UIN, sedangkan saya masih maba unyu-unyu. Ini kesempatan saya untuk memberikan warna dan tentunya pemahaman yang berbeda dari kebijakan Kemenag terkait pembatalan kompensasi diskon UKT. Namun intinya sama—husnudzon—kok, karena su’udzon itu tidak dibenarkan dalam agama hehehe.
Baiklah…
Kita tahu jika diberi harapan palsu itu jelas tidak enak. Maka, biar enak (?) kita harus berpikiran bahwa Kemenag tidak sedang memberikan harapan palsu. Buktinya mereka sudah ada iktikad baik dan telah susah payah menerbitkan SK diskon UKT seperti itu. Tapi kok ya ndilalah dana Kemenag tiba-tiba saja dipangkas untuk APBN sebesar Rp 2,2 Triliun.
Saya pikir kita juga nggak boleh menyalahkan kampus untuk urusan batal dapat diskon UKT ini. Soalnya kan wewenang kampus nentuin UKT itu dari kebijakan Kementerian Agama, jadi seumpama mau bikin protes nominal UKT sia-sia kita protes ke kampusnya, harus langsung ke kementeriannya. Kampus hanya taat aturan.
Alangkah baiknya kalau kita berpikir uang yang harusnya dipakai untuk diskon UKT kita ini digunakan oleh pemerintah untuk hal yang lebih baik seperti penanggulangan virus corona misalnya. Sungguh mulia sekali kita (orang tua kita sih sebenernya) turut menyumbang kepada korban virus corona melalui UKT yang kita bayarkan. Meskipun sebenarnya sih ya mahasiswa dan orang tua mahasiswa juga jadi korban soalnya jadi sulit nyari uang… Tapi ya nggak apa-apa lah, husnudzon saja.
Ingat, Kemenag adalah bagian dari pemerintah, dan pemerintah seperti yang kita tahu adalah pemimpin bagi rakyatnya. Sebagai rakyat jelata yang nggak punya power apa-apa, kita sudah sepatutnya nurut saja sama apa pun yang diperintahkan oleh mereka.
Harus ingat juga kalau Kemenag yang notabene mengurusi bagian agama pastinya paham dengan kaidah fiqh “Tashorruful imam ‘alarro’iyyati manuthun bil mashlahati” yang artinya “tindakan imam pada rakyatnya harus dikaitkan dengan kemaslahatan”.
Saya yakin kalau mahasiswa kampus islam negeri ini sebenarnya nggak ada maksud sotoy urusan pemerintah. Kami hanya bingung. Awalnya seneng mau dikasih diskon, ternyata nggak lama kok malah batal. Ini kan bikin kami jadi curiga kalau kebijakan ini tuh belum matang dan bikin gaduh antara mahasiswa dan pemerintah. Jadinya kan nggak maslahat, udah bener-bener adem kok malah dibikin gaduh lagi tentang masalah UKT.
Terus harusnya Kemenag juga ngasih (((penjelasan))) buat kami soal uang 2,2 triliun yang harusnya jadi subsidi UKT itu dialihkan untuk apa. Transparansi seperti ini setidaknya bisa mengobati sakit hati anak-anak PTKIN.
Saran dari saya, mahasiswa itu sebenernya nggak rewel-rewel amat kok. Mereka hanya butuh kuota untuk bisa tetap kuliah agar mendapatkan absen ilmu. Beri saja kompensasi 5% agar pemerintah bisa fokus kembali dalam menangani wabah ini dan tolong jangan di PHP lagi ntar malah gaduh lagi hehehe.
BACA JUGA Kabar Kenaikan UKT dan PHP Kemenag Adalah Cara Kampus Menempa Kesolehan Anak UIN atau tulisan Muh. Fadhil Nurdiansyah lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.