Purwokerto telah menjadi sejarah bagi kehidupan saya. Di kota inilah saya mendapatkan gelar akademik yang sangat berguna untuk melamar pekerjaan. Pada 2010, saya resmi menyandang status sebagai mahasiswa baru dan di pertengahan 2018, saya mendapatkan gelar sarjana di kota yang kental dengan kosakata ngapak dan tempe mendoan.
Selama tinggal di Purwokerto, saya sempat mengernyitkan dahi dengan beberapa kosakata yang menurut saya aneh dan terkadang menggelitik. Yah, sebagai pendatang yang baik, pada akhirnya lidah saya fasih mengucapkan kalimat “Iya, mbok” setelah rutin mengonsumsi mendoan sebagai asupan nutrisi harian.
Oleh sebagian masyarakat Banyumas Raya, saya sering dianggap sebagai “wong wetan”. Makanya, saya harus mempelajari beberapa kosakata baru demi memperlancar kehidupan saya di Purwokerto selama studi.
Nah, berikut adalah kosakata ngapak yang wajib dipahami oleh siapa saja yang hendak merantau ke Purwokerto dan Banyumas Raya. Tolong ya, kosakata ngapak itu nggak melulu nyong karo rika.
Kosakata ngapak #1 Langka
Kata ini menjadi kosakata pertama yang membuat saya mengernyitkan dahi pada bulan pertama saat menginjakkan kaki di Purwokerto. Di sini, kata “langka” memiliki arti ‘tidak ada sama sekali’. Berbeda dengan Bahasa Indonesia, di mana kata “langka” memiliki arti ‘ada tapi sulit ditemukan’ seperti satwa langka, perangko langka, minyak langka, dan lain sebagainya.
Contoh kalimat: “Mendoane langka, Mas.”
Artinya: “Mendoannya nggak ada, Mas.”
Kata “langka” juga bisa digunakan pada awal kalimat untuk menerangkan sesuatu. Misalnya, “Langka duit nang dompet.” artinya: “Tidak ada uang di dompet.”
Kosakata ngapak #2 Butul
Kata ini bukan berarti antonim dari kata “salah” ya. Kata “butul”, bagi masyarakat Purwokerto dan Banyumas memiliki arti ‘sampai’ atau ‘sudah sampai di tempat yang dituju’.
Contoh kalimat: “Nyong wis butul kampus, Bro”
Artinya: “Aku sudah sampai kampus, Bro.”
Terkadang ada beberapa orang yang mengucapkannya dengan kata “gutul”, entah mana yang salah, saya nggak tahu. Yang jelas, “butul” dan “gutul” memiliki makna yang sama, yaitu ‘telah sampai di suatu tempat’.
Kosakata ngapak #3 Lombo
Kata ini tidak berarti cabai, yak. Kata “lombo”, bagi masyarakat Purwokerto dan Banyumas memiliki arti ‘bohong atau ngapusi’. Jika ada orang yang mengucapkan kata tersebut, kemungkinan besar motornya ber-Plat R.
Contoh kalimat: “Temenan, Bro. Nyong ora lombo.”
Artinya: “Serius, Bro. Aku nggak bohong.”
Pokoknya, kalau ada pejabat atau wakil rakyat yang suka bohong, mereka layak mendapatkan gelar “Tukang Lombo”.
Kosakata ngapak #4 Kencot
Kata “kencot” sering diucapkan ketika seseorang memegangi perutnya. Mungkin, kata ini sering dikira sebagai arti dari kata ‘terinjak’ atau ‘kepidak’.
Namun, di Purwokerto dan sekitarnya, kata “kencot” memiliki arti ‘lapar atau ngelih’. Kata ini juga memiliki level kelucuan tersendiri bagi seseorang yang belum pernah menginjakkan kaki di Purwokerto.
Contoh kalimat: “Mending mati kencoten, ketimbang mati ora ngudud.”
Artinya: “Mending mati kelaparan, ketimbang mati tidak ngrokok.”
Kosakata ngapak #5 Kepriwe
Kata ini sangat sering diucapkan oleh warga Purwokerto dan sekitarnya, entah di pasar, kampus, sekolah, kantoran bahkan saat di rumah saja. Pokoknya kata ini wajib dipahami oleh siapa saja yang datang ke Purwokerto. Kata “kepriwe” memiliki arti ‘bagaimana’. Terkadang, kata ini diucapkan singkat “priwe” yang artinya ‘gimana’.
Pokoknya, kalau ada yang mengatakan “kepriwe”, artinya orang tersebut sedang menanyakan atau memvalidasi sesuatu.
Contoh kalimat: “Kepriwe skripsine, wis acc urung?”
Artinya: “Bagaimana skripsinya, udah acc belum?”
Kosakata ngapak #6 Ramane
Bagi yang pernah mendengarkan audio series Curanmor yang dibawakan oleh Samidi, pasti tidak asing dengan kata “ramane”. Kata tersebut memiliki arti ‘bapak atau ayah kandung’.
Di Banyumas Raya, penggunaan kata “bapak” kerap ditujukan kepada pejabat. Misalnya, “bapak bupati” atau “bapak kades”. Namun, kata “rama” lebih merujuk kepada sebutan ayah kandung.
Contoh kalimat: “Ramane jaluk gawekna kopi.”
Artinya: “Ayah minta dibuatkan kopi.”
Kosakata ngapak #7 Kaki/Nini
Jangan berpikir bahwa “kaki” adalah ‘sikil’, ketika kamu berada di Banyumas Raya termasuk Purwokerto. Kata “kaki” memiliki arti ‘kakek’ dan “nini” memiliki arti ‘nenek’.
Contoh kalimat: “Sekolah mangkat sekarepe dewek kaya sekolahe nggone kakine.”
Artinya: “Berangkat sekolah semaunya sendiri seperti sekolah milik kakeknya saja.
Kosakata ngapak #8 Acan
Mendengar kata tersebut, saya jadi teringat grup dangdut, Trio Acan. Aduh, maafkan saya. Nggak sengaja komedi.
Kata “acan” sendiri memiliki arti ‘sama sekali’. Kalau orang daerah Jogja atau Solo mungkin akan mengartikannya dengan satu kata saya, yaitu ‘blas’. Kata ini digunakan untuk mengomentari sebuah proses yang nggak menunjukkan progres. Asik, berima.
Contoh kalimat: “Bocahe turu bae, ora nggarap tugas acan.”
Artinya: “Anaknya tidur mulu, tidak mengerjakan tugas sama sekali.”
Umumnya kata “acan” digunakan di akhir kalimat.
Misalnya, kalimat “Sama sekali tidak melihatnya” ditulis “Acan ora weruh.” Ini salah karena yang benar adalah, “Ora weruh acan.”
Demikianlah beberapa kosakata yang wajib dipahami sebelum kamu menginjakkan kaki di Purwokerto. Pastinya, perbendaharaan kata tersebut akan mudah dipelajari sembari dipraktikkan dengan warga lokal.
Kalau ternyata kosakata tersebut masih susah untuk dipahami, kemungkinannya ada 2. Pertama, kamu kurang bergaul atau srawung. Kedua, mungkin kamu kurang asupan tempe mendoan. Ingat, tempe mendoan adalah kunci segalanya.
Penulis: Dhimas Raditya Lustiono
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Bangsa Ngapak Itu Nggak Cuma Banyumas, Ada Pemalang Juga yang Kaya Cerita