Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Featured

Kultur Suporter Porsenigama: Kala UGM Memperlihatkan Wajah Lainnya

Gusti Aditya oleh Gusti Aditya
9 April 2020
A A
Kultur Suporter Porsenigama: Kala UGM Memperlihatkan Wajah Lainnya
Share on FacebookShare on Twitter

Sore hari kala itu di Jalan Olahraga tampak muram. Hanya dedaunan dari Lembah yang berjatuhan, para mahasiswa yang berlalu-lalang hendak pulang, juga beberapa hal yang tak bakal diluputkan oleh pengelihatan karena saking sepinya. Namun, indra pendengaran menolak dengan apa yang dipaparkan oleh pengelihatan. Sayup-sayup terdengar deru bass drum, sorak-sorai, yang sama sekali “tidak merepresentasikan” sebuah kampus ambisius dengan mahasiswa yang bermuram durja di sebuah perpus.

Stadion Pancasila sore itu menghidangkan kemewahan untuk siapapun yang melihatnya. Juga menghadirkan kerugian bagi siapapun yang luput atau masih saja berkelumit dengan kerja lapangan yang diberikan oleh “dosen-dosen malang” mereka. Bagaimana tidak malang? Sore hari kala itu adalah waktu yang tepat untuk mengibarkan umbul-umbul kebanggaan masing-masing fakultas, merentangkan banner-banner provokasi dengan guyonan terselip di baliknya. Adalah tugas mulia menabuh genderang perang melalui bass drum yang memekakan telinga, tapi menghadirkan sorak setelahnya.

Adalah Porsenigama, akronim dari Pekan Olahraga dan Seni Universitas Gadjah Mada yang menyajikan itu semua. Sebuah ajang tahunan yang amat dinanti oleh seluruh civitas akademika Gadjah Mada. Pun, paling dinanti dan paling dicari adalah sisi yang melambangkan sebagaimana khusyuknya kita dalam memandang fakultas. Hematnya, Porsenigama adalah “rapat akbar” dalam bentuk olahraga dan seni tiap fakultas. Atlet yang tergabung dan membela adalah ujung tombak, sedangkan mahasiswa lainnya bisa ambil bagian sebagai loyalitas garis terdepan. Ya, kira-kira seperti itulah Porsenigama dalam kacamata pecintanya.

Pengamat kultur suporter di Porsenigama, Antonius Harya Febru W., mengatakan bahwa konsepsi di otaknya perihal UGM awalnya adalah hal-hal spaneng, kejeniusan, dan menjemukkan. Dirinya yang lebih menyukai pergi ke stadion ketimbang perpustakaan ini tak menyangka bahwa UGM memiliki wajah dan gairah lain melalui Porsenigama. Ia melanjutkan, “Dari Porsenigama, muncul kultur suporter yang melenggang tanpa perlu direstui, tanpa tedeng aling-aling menjadi nama besar dan kebanggaan tersendiri untuk tiap korsa fakultas. Menjadi sebuah ciri yang melekat, sebagaimana kepribadian pukul rata para penghuninya.”

Antonius sudah empat tahun mengamati laju gerak kultur suporter kala Porsenigama tiba. Baginya, Porsenigama dan suporter tiap fakultas adalah kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Ia menuturkan, “Porsenigama menjadi seakan sakral itu karena menentukan fakultas mana yang terbaik. tapi, terkadang tidak adil juga menengok pemain dari Sekolah Vokasi kebanyakan adalah PBUB, semi-pro semua,” katanya sembari berkelekar. “Tapi, jika ditanya kenapa mempertaruhkan gengsi, ya karena ini adalah event terbesar dan semua bisa bergembira bersama.”

Saya sepakat dengan apa yang ia tuturkan berkaitan ribut-ribut yang belakangan sering terjadi ketika Porsenigama. Ia mengatakan damai tidak akan pernah terjadi jika masih ada satu duri bernama provokator yang masih sering mengadu domba. Dan sialnya, tiap fakultas rata-rata selalu ada. “Semua mergo chants, spanduk dengan kata-kata provokasi, opo meneh? Seperti kajiannya Paul-Sarte bahwa manusia lain adalah neraka dan kita tidak suka dinerakakan,” jelasnya.

Maksudnya adalah, selalu ada manusia yang tidak suka ketika melihat damai-damai antar fakultas. “Mereka ini maunya ribut. Tidak suka jika tidak ribut,” katanya sembari tertawa lagi. Pengamat kultur suporter Porsenigama sekaligus pemimpin Philoscontong (nama suporter Fakultas Filsafat UGM, red) ini mengatakan bahwa budaya menonton sepak bola Indonesia yang sarat akar kekerasan sepertinya turut andil dalam membentuk karakter mereka.

“Proses itu bernama glokalisasi, di mana faktor luar masuk mempengaruhi budaya lokal yang dibangun. Anggap saja faktor luar adalah apa yang kita tonton di stadion bola sesungguhnya, lalu secara tak sadar, nilai-nilai buruk itu masuk dan dilampiaskan ketika mereka mendukung fakultasnya. Atau ada faktor lain, faktor eksternal yang tak jelas bagaimana datangnya.”

Baca Juga:

Ambil S2 UGM setelah Lulus S1 dari Tempat yang Sama, Alasan Saya Tidak Bosan Kuliah di Gadjah Mada

S2 UGM Diperebutkan Lulusan S1 dari Kampus Mana Aja kecuali dari UGM Sendiri

Ketika ditanyai apakah glokalisasi yang terjadi pada suporteran porsenigama ini adalah melulu hal buruk, Antonius menolak itu. Katanya, “Glokalisasi itu tidak hanya buruk-buruknya saja, sih. Banyak hal positif dari glokalisasi seperti penamaan basis suporter yang unik. Semisal Sospoligan (nama suporter Fakultas Fisipol UGM, red) yang mengadopsi nama dari kultur suporter Hooligan. Pun Philoscontong itu kan pada dasarnya mengandung napas dari kultur Hooligan.”

Terkadang, dalam ranah suporter—lebih luas sepak bola—Hooligan kadang disalah artikan ketika ditransformasikan ke dalam kultur suporter Indonesia. Sebagaimana dikemukakan oleh Antonius, “Ya, Hooligan kadang identik dengan kultur kekerasan dan merusak napas sepak bola itu sendiri. Namun, kembali lagi merujuk kepada proses glokalisasi, Philoscontong mengambil dari Hooligan dalam kacamata cara mereka mendukung tim kesayangan. Tidak ada flare, tidak ada koreo, pun tidak ada kembang api.”

Antonius kembali bercerita, terutama perihal Philoscontong, “Kami ini seakan ingin memberikan neraka yang baru. Dengan Supersonik (nama suporter Fakultas Teknik UGM, red) maupun Garasi (nama suporter Sekolah Vokasi UGM, red) dari segi apa pun; suara, jumlah dan tenaga, kami jelas kalah. Namun, dengan semboyan kami, ‘Srigala tak pernah main di sirkus’ dan mengimplementasikan nilai-nilai Hooligan, ini merupakan bentuk perlawanan tersendiri dari Filsafat untuk fakultas lain yang lebih besar. Chants tidak harus dengan berteriak, banner dibuat apa adanya dan bahkan kami sering meneriaki pemain kami sendiri ketika bermain jelek. Dan saya yakin, tiap suporter fakultas memiliki caranya tersendiri.”

Dilansir dari situs Kagama, Suporter Solid Teknik atau yang sering disingkan Supersonik ini duduk di lima daftar teratas dalam hal militansi mereka kepada Fakultas Teknik dalam cabor apa pun. Begitu pula dengan Garasi dalam mendukung Sekolah Vokasi. Bahkan, mereka pernah membentuk koreo 3-D sebagaimana yang acap kali dilakukan tribun Yellow Wall dalam mendukung klub bola Borussia Dortmund di Jerman.

“Tiap pulang mendukung Garasi, kami selalu membawa sesuatu,” ujar salah satu mahasiswa Sekolah Vokasi yang enggan namanya disebut. “Baik itu kemenangan atau pun kami pernah bergembira di tribun bersama-sama. Ya, intinya selalu ada hikmah yang dipetik.”

Dilansir dari Kagama, juga ada Kapak Rimba, yakni suporter Fakultas Kehutanan yang memiliki ciri berkaos hitam dengan logo kapak yang menyilang. Bahkan, 2017 silam, Kapak Rimba pernah menyambut kedatangan Presiden Jokowi dengan seruan bass drum melantunkan lagu Seruan Rimba. Ada juga Badai Alam sebagai basis suporter Fakultas MIPA, Sastro Contong sebagai basis suporter FIB, Ongoligans sebagai basis suporter Fakultas Peternakan, dan tiap fakultas memiliki kemewahan berupa suporternya yang sama-sama militan.

Suporter-suporter tiap fakultas ini, komentar Antonius, setidaknya juga mengadopsi kultur suporter dari luar. Selain Philoscontong dan Sospoligan yang menyerap poin penting dari Hooligan, ada pula fakultas lain yang menunaikan kultur seperti Mania, Ultras, Tifosi, sampai Casuals sekalipun. “Di UGM, kaya akan hal tersebut. Dan yang membuat saya tertarik, mereka tidak serta merta mengambil dan menjiplak mak plek, tapi mengkaji ulang dan menyingkirkan beberapa nilai yang nggak sesuai dengan mereka. Itu adalah glokalisasi yang baik.”

Ketika dimintai pendapat mengenai keseruan dan hingar bingar suporter Porsenigama, Antonius menuturkan, “Porsenigama adalah rujukan bagi mereka yang bingung masuk UGM serta takut karena lingkungan yang ambisius dan perkara lainnya. Porsenigama, apalagi suporter-suporter di tiap fakultas adalah wajah lain bahwa kampus ini memiliki nilai orisinil yang bisa dikaji secara serius dan mendalam. Nggak usah jauh-jauh ke Italia atau Russia untuk meneliti kultur suporter lantaran di tanah yang kita pijak ini, masih banyak hal menarik yang luput dalam pandangan mata kita yang terkadang bias.”

Menyepakati apa yang dikatakan oleh Antonius, suporteran itu indikasinya tidak selalu buruk dan membawa stigma negatif yang terkadang lebih jelas dilihat oleh mata. Karena melalui wadah-wadah suporter ini, mahasiswa bisa menikmati bagaimana cara berkompetisi secara sehat dan mengatur emosi serta perkataan. Utopia tercipta kala semua pihak sadar, beradu sorak dengan batasan yang bijak, berteriak ketika lomba dan bersalaman setelah semuanya usai adalah tindak lanjut menilik hal ini mencatut nama fakultas. Dan UGM memiliki wajah lain selain spaneng dan ambisius dengan bentuk bernama militansi dan kultur suporter yang tak kalah indah.

BACA JUGA 3 Hal yang Langsung Hilang pas KKN UGM Diubah Jadi Kuliah Kerja Maya atau tulisan Gusti Aditya lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 9 April 2020 oleh

Tags: PorsenigamaSuporterUGM
Gusti Aditya

Gusti Aditya

Pernah makan belut.

ArtikelTerkait

3 Hal yang Wajar di UNY, tapi Nggak Lumrah UGM maupun Kampus Lain di Jogja Mojok

3 Hal yang Wajar di UNY, tapi Nggak Lumrah di UGM maupun Kampus Lain di Jogja

11 September 2025
tim medis di acara konser suporter sepak bola mojok.co

Hal Terburuk yang Bisa Terjadi pada Tim Medis di Acaranya Suporter Sepak Bola

20 Juli 2020
Kuliah di Jogja Adalah Perjalanan Hidup yang Paling Saya Syukuri surabaya

Saya Tak Pernah Menyesal Batal Kuliah di Jogja, Justru Itu Adalah Keputusan Terbaik yang Pernah Saya Ambil

21 Februari 2024
4 Rekomendasi Kos Putri Dekat UGM dan UNY

4 Rekomendasi Kos Putri Dekat UGM dan UNY

16 Juni 2022
PPSMB UGM: Ospek Terbaik yang Bikin Iri Mahasiswa Kampus Lain

PPSMB UGM: Ospek Terbaik yang Bikin Iri Mahasiswa Kampus Lain

8 Agustus 2023
Panti Rapih Mahal, tapi Lebih Disukai ketimbang Sardjito (Unsplash)

Rumah Sakit Panti Rapih Memang Lebih Mahal, tapi Dibandingkan Sardjito, Pelayanannya Lebih Maksimal

29 Agustus 2024
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Menambah Berat Badan Nyatanya Nggak Sesederhana Makan Banyak. Tantangannya Nggak Kalah Susah dengan Menurunkan Berat Badan

Menambah Berat Badan Nyatanya Nggak Sesederhana Makan Banyak. Tantangannya Nggak Kalah Susah dengan Menurunkan Berat Badan

29 November 2025
Alasan Saya Bertahan dengan Mesin Cuci 2 Tabung di Tengah Gempuran Mesin Cuci yang Lebih Modern Mojok.co

Alasan Saya Bertahan dengan Mesin Cuci 2 Tabung di Tengah Gempuran Mesin Cuci yang Lebih Modern 

5 Desember 2025
4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang Mojok.co

4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang

3 Desember 2025
4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop Mojok.co

4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop

4 Desember 2025
Saya Pengguna Setia Transjakarta dan Setuju kalau Tarifnya Naik asal 4 Hal Ini Terpenuhi Mojok.co

Saya Pengguna Setia Transjakarta dan Setuju kalau Tarifnya Naik asal 4 Hal Ini Terpenuhi

29 November 2025
Betapa Merananya Warga Gresik Melihat Truk Kontainer Lalu Lalang Masuk Jalanan Perkotaan

Gresik Utara, Tempat Orang-orang Bermental Baja dan Skill Berkendara di Atas Rata-rata, sebab Tiap Hari Harus Lawan Truk Segede Optimus!

30 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.