Kuliah Susah, Bayarnya Mahal, Pas Lulus Jadi Tukang Pijat

Kuliah Susah, Bayarnya Mahal, Pas Lulus Jadi Tukang Pijat

Kuliah Susah, Bayarnya Mahal, Pas Lulus Jadi Tukang Pijat

Sebagian besar masyarakat Indonesia masih asing dengan kata Fisioterapi. Mungkin juga sebagian besar pembaca Mojok ketika mendengar kata Fisioterapi masih menebak-nebak apa itu? Oke, saya jelaskan dulu. Fisioterapi adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan/atau kelompok, untuk mengembangkan, memelihara, dan memulihkan gerak-fungsi tubuh manusia sepanjang daur kehidupan (Peraturan Menteri Kesehatan, No. 80, 2013).

Objek forma Fisioterapi adalah aktivitas manusia yang berkaitan dengan gerak dan fungsi. Jadi tidak hanya asal bisa bergerak tetapi juga harus bisa berfungsi dengan baik. Ribet banget yah, definisinya? Masih bingung? Oke, gampangnya kalo kamu ada permasalahan dengan otot, tulang, sendi, itulah tugas fisioterapis untuk memperbaiki. Tapi, tugas fisioterapi gak cuma itu yah.

Salah satu bidang Fisioterapi yang sedang hits adalah Fisioterapi olahraga. Kalau kalian nonton sepak bola dan ada pemain cedera, kemudian ada orang yang berlari dan masuk lapangan, nah itu salah satunya adalah fisioterapis. Loh yang satu lagi siapa? Biasanya adalah dokter spesialis olahraga. Ingat yah, ini hanya salah satu bidang Fisioterapi, masih ada Fisioterapi Pediatri, Fisioterapi Geriatri, Fisioterapi Neuromuskular, dll.

Fisioterapi olahraga mulai dikenal di Indonesia saat AFF 2010. Karena saat itu Fisioterapis Timnas (Mathias Ibo) yang memiliki wajah bule, menerapkan teknik pemulihan fisik berupa ice bath, lumayan disorot media. Komentator di televisi juga mulai menyebut Fisioterapis bukan Tim Medis lagi sejak Liga 1 2019. Hal ini karena mulai kompetisi 2019 PSSI mewajibkan setiap Tim untuk memiliki seorang Fisioterapis.

Nah, sudah punya gambaran dong tentang Fisioterapi. Kalo dilihat sejarahnya Fisoterapi ini merupakan salah satu profesi yang heroik. Karena lahirnya Fisioterapi di Indonesia bermula saat zaman perang, yaitu ketika agresi militer Belanda. Melihat banyaknya korban perang yang mengalami penurunan gerak-fungsi tubuhnya bahkan sampai kehilangan anggota tubuhnya, maka Prof. Dr. Soeharso yang merupakan dokter orthopedi mendirikan pusat rehabilitasi.

Kemudian pada tahun 1957 berdirilah sekolah Asisten Fisioterapi pertama yang terletak di Surakarta. Setelah itu pada tahun 1970 baru berdiri Akedemi Fisioterapi di Solo. Hal ini yang menyebabkan masyarakat Jawa Tengah dan Yogyakarta lebih familiar dan paham tentang profesi Fisioterapi. Berbeda dengan masyarakat Jawa Timur atau daerah yang lebih pelosok lagi. Di Kota Malang, hanya ada satu institusi yang memiliki Program Studi Fisoterapi.

Pada perkembangannya Program Studi Fisoterapi memiliki beberapa tingkatan. Dimulai dari D3 Fsioterapi, D4 Fisioterapi (namun sudah banyak dihapus), dan S1 Fisioterapi, serta yang terbaru adalah Profesi Fisioterapi (semacam Ners, Apoteker, dll). Namun, perkembangan pendidikan Fisoterapi tidak seindah statistiknya. Terutama saat diterbitkannya PMK No.80, 2013.

Inti dari PMK No.80, 2013 adalah Fisioterapis yang bisa melakukan praktik baik di Rumah sakit maupun praktik mandiri harus mempunyai STR (Surat Tanda Registrasi). Masalahnya dimana? Bagi lulusan S1 Fisioterapi tidak bisa langsung mengikuti ujian untuk mendapat STR mereka harus melanjutkan Pendidikan Profesi Fisioterapi. Lah, terus kenapa? Masalahnya pada saat itu hanya ada 2 institusi di Indonesia yang menyelenggarakan pendidikan Profesi Fisioterapi.

Tahun 2013, saya masih mahasiswa baru saat itu. PMK No.80, 2013 merupakan isu yang sedang panas dibicarakan oleh Ikatan Mahasiswa Fisioterapi Indonesia, dimana saya tergabung di dalamnya. Benar saja, ketika saya lulus tahun 2017 kampus tempat saya kuliah belum menyelengarakan Pendidikan Profesi Fisioterapi. Kampus saya baru berhasil menyelengarakan Pendidikan Profesi Fisioterapi tahun 2019.

Bagaimana dengan kampus lain? Kurang lebih sama, walaupun beberapa telah menyelengarakan 1-2 tahun lebih cepat. Bagaimana nasib Mahasiswanya? Kalian bisa menalar sendiri. Kami yang kuliahnya susah harus menghafal anatomi (otot, saraf, tulang, vaskularisasi, dll) lulus dengan nasib tidak jelas. Seolah-olah membenarkan ejekan Mahasiswa jurusan lain bahwa kami adalah Tukang Pijat berijazah atau Tukang Pijat berdasi.

Selain bercandaan dari Mahasiswa jurusan lain. Banyak juga masyarakat termasuk Mahasiswa yang memang benar-benar tidak tahu tentang Fisioterapi. Fisioterapi menggunakan modalitas fisik, mekanis, dan terapi manual. Nah, ketika seorang Fisioterapis menggunakan terapi manual banyak orang menganggap atau menyamakan hal itu dengan Tukang Pijat Tradisonal.

Padahal terapi manual yang dilakukan oleh Fisioterapis prinsipnya bebeda dengan Tukang Pijat Tradisional ataupun Pijat Refleksi. Meskipun, pijat merupakan salah satu teknik didalam terapi manual. Akan tetapi, stigma yang terbentuk dimasyarakat seolah-olah mahasiswa fisioterapi adalah Tukan Pijat yang sekolah. Padahal biaya kuliah kami lumayan mahal walau tidak semahal Kedokteran.

Apa saja sih yang bisa ditangani Fisioterapi? Semua yang berkaitan dengan gerak dan fungsi. Mulai yang paling sederhana, misal salah tidur (tengeng), keseleo (sprain), kaku leher yang bisanya menyebabkan pusing, nyeri punggung, dan masih banyak lagi. Untuk yang lumayan parah misal rehabilitasi pasca operasi (patah tulang, caesar, dll), pasca stroke (membantu pasien untuk bisa beraktifitas mandiri).

Bahkan, Fisioterapi juga bisa menangani permasalahan pada bayi dan anak-anak atau yang dikenal dengan Fisioterapi Pediatri. Semisal, baby massage, down syndrome, cerebral palsy, dll. Jadi kalo ketemu Mahasiswa Fisioterapi atau lulusan Fisioterapi, jangan bilang,”aku pegel-pegel nih, pijitin dong.” Karena kami bukan Tukang Pijat. Kami kuliahnya susah, bayarnya mahal, masak lulus jadi Tukang Pijat.

Oh, iya Fisoterapi kerjanya di mana yah? Fisioterapi bisa kerja di Rumah Sakit atau Klinik. Bahkan, bagi lulusan S1 + Profesi bisa membuka praktek mandiri. Bagi yang minat Fisioterapi Olahraga bisa gabung di klub, misal klub sepak bola, basket, futsal, ataupun olahraga lainnya. Nah, untuk yang ingin jadi akademisi peluang sangat besar, namun masih ada beberapa masalah berkaitan dengan peraturan. Karena sampai saat artikel ini ditulis S2 Fisioterapi belum ada di Indonesia.

BACA JUGA Dokter Spesialis dan Garis Besar Kasus yang Mereka Tangani Bagian 1 atau tulisan Kamarul Arifin lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version