Baru saja dibuka, pendaftaran untuk mahasiswa baru Universitas Terbuka langsung diserbu lebih dari 105.000 orang. Angka ini membuktikan jika semakin banyak orang yang tertarik untuk kuliah di UT. Wajar, sih. Sebab, UT punya segudang alasan untuk membuat orang jatuh cinta.
Selain menyandang status sebagai perguruan tinggi negeri, biaya kuliah UT yang terjangkau–mulai dari 1 jutaan per semester, juga jadi alasan kenapa UT jadi pilihan. Belum alasan-alasan lain, seperti sistem pembelajaran yang fleksibel hingga tidak adanya sistem drop out. Jadi, ya, nggak heran jika UT cocok untuk berbagai generasi, mulai dari generasi milenial hingga Gen Z.
Tapi ya, fair-fair-an saja, lah. Mana ada tempat yang benar-benar sempurna? Segala sesuatu pasti ada celanya. UT pun demikian. Kalau kalian pikir hal-hal menyebalkan kuliah di UT itu hanya sebatas nggak punya teman kuliah, susah dapat nilai bagus atau nggak bisa ketemu langsung dengan dosen, ah, klise. Berikut saya kulik hal menyebalkan saat kuliah di UT yang belum banyak orang tahu.
Daftar Isi
Kuliah di UT sistemnya daring, tapi bukan berarti semudah scrolling
Ketika resmi menyandang predikat sebagai mahasiswa UT, berselancar di Learning Management System (LMS) jadi semacam rutinan wajib. Bukan cuma buat gaya-gayaan biar kelihatan sibuk, ya. Tetapi, LMS memang nyawanya mahasiswa UT. Lewat LMS inilah mahasiswa UT mendapatkan bimbingan dari dosen, berdiskusi dengan sesama mahasiswa, mengirimkan tugas-tugas mingguan, sampai ikut ujian.
Masalahnya, meskipun sistemnya daring, bukan berarti semuanya semudah scrolling. Ada momen-momen ketika hal teknis membuat segalanya jadi rumit. Misalnya, ketika di hari-hari biasa LMS lancar jaya. Eh, begitu deadline mendekat, atau pas mau submit tugas penting, LMS malah ngambek. Loading muter-muter nggak karuan yang berujung pada tulisan “Error 404”. Kan kesel.
Rasanya, begadang semalaman ngetik tugas sambil ngantuk-ngantuk jadi tak ada artinya di hadapan LMS yang diem-diem bae meski sudah di-klik berkali-kali. Huhuhu, apa nggak pengin nangis jadinya?
Penuh dengan singkatan dan kode yang harus dipahami
Hal menyebalkan selanjutnya ketika kuliah di UT adalah banyaknya singkatan-singkatan yang digunakan. Kalau sekadar SKS atau UKT sih, aman lah, ya. Dua singkatan itu rasa-rasanya sudah sangat familiar di telinga kita.
Tetapi, tunggu sampai kalian jadi mahasiswa UT. Segambreng singkatan-singkatan, seperti SIPAS, Non-SIPAS, TBO, BMP, LIP, SUO, TAP, Tuton, Tuweb, BMP, TTM, TTM Atpem, RBV, LM, UPI, karil, THE, dan masih banyak lagi lainnya, siap menyambut kalian.
Tidak hanya banyak singkatan, kuliah di UT juga harus siap dengan banyaknya kode-kode. Kode yang paling penting adalah kode waktu ujian untuk masing-masing mata kuliah. Kode ini terdiri atas 2 angka. Angka pertama berupa angka romawi untuk menunjukkan hari ujian, dan angka kedua berupa angka latin untuk menunjukkan sesi ujian.
Nah, tugas mahasiswa adalah harus memahami kode-kode ini. Supaya, saat akan registrasi mata kuliah, jangan sampai ada mata kuliah yang bentrok jadwal ujiannya. Definisi puyengnya sudah terasa bahkan sebelum ujian dimulai, ygy~
Modul UT, tebalnya bikin mual
Lanjut, Salah satu media yang bisa digunakan mahasiswa UT untuk menunjang kegiatan belajar mereka adalah Buku Materi Pokok (BMP). BMP ini bisa dibeli secara online di Toko Buku Online Karunika Universitas Terbuka, atau diakses secara digital di laman UT. Masalahnya adalah, BMP UT ini tebalnya bikin mual.
Satu BMP dengan bobot ajar 3 SKS, jumlah halamannya berkisar antara 360-450. Jika dalam satu semester kita meregistrasikan 8 mata kuliah dengan bobot 24 SKS, maka kita dapat 8 BMP atau setara dengan 3000 halaman, bahkan lebih.
Mau dibaca versi digital, bikin mata lelah. Dicetak mandiri, bikin printer cepet dol. Mau beli versi fisik pun, sudah kecil hati duluan melihat tebalnya BMP yang kayaknya lebih nyaman untuk dijadikan sandaran tidur.
Daftar wisuda rasa war tiket konser
Hal menyebalkan selanjutnya, baru saya tahu belakangan ini. Yaitu, soal proses daftar wisuda yang vibesnya mirip-mirip war tiket konser. Kalau saya tidak salah ingat, dulu pas jaman saya sekitar 10 tahun lalu, mahasiswa yang diundang untuk wisuda di UT pusat adalah mahasiswa yang IPK-nya 3 ke atas. Mahasiswa lainnya, wisuda di UT daerah.
Nah, gara-gara cuitan ini, saya jadi tahu kalau wisuda di UT pusat sekarang menggunakan sistem war. Jadi, UT daerah akan membagikan link pendaftaran bagi mahasiswa yang ingin wisuda di UT Pusat. Tetapi, karena UT daerah punya kuota masing-masing, maka hanya yang paling cepat mengisi link yang bisa terjaring untuk ikut wisuda di UT Pusat.
Gongnya adalah, berdasarkan pengalaman beberapa mahasiswa UT, pendaftaran wisuda di UT pusat langsung tutup dalam hitungan menit karena kuota sudah penuh. Wow. Beneran kaya war tiket konser banget, kan?!
Itulah pengalaman menyebalkan yang saya yakin pasti pernah dialami oleh siapa pun yang pernah kuliah di UT. Setidaknya, cerita-cerita ini bisa jadi pembanding sebelum kamu memutuskan untuk kuliah di UT.
Kalau kamu merasa oke dengan semua hal menyebalkan tersebut, gas, mantapkan pilihanmu ke UT. Kapan lagi kampus negeri bisa bayar semurah ini~
Penulis: Dyan Arfiana Ayu Puspita
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Kuliah di Universitas Terbuka, Apakah Harus Bayar ke Pokjar?