Ayam masih jadi makanan favorit banyak orang. Tak hanya sebagai lauk, terkadang ayam disantap sebagai camilan. Ayam seolah dieksploitasi habis-habisan mulai dari daging, jeroan, kepala ayam, kulit ayam, bahkan pantat ayam sekalipun banyak yang suka.
Pernah suatu hari sebelum pandemi, saya jalan-jalan ke salah satu pusat perbelanjaan di Ring Road Utara bersama kawan lama saya. Dia mentraktir jajanan ala Taiwan berupa ayam goreng tepung dengan berbagai macam pilihan bumbu yang lezat. Bagi saya harganya cukup waw untuk sekadar camilan UMR Jogja. Walau saya akui itu enak, saat itu juga rasanya langsung pengin cari nasi. Maklum, lidah Jawa. Ketemu ayam goreng otomatis jodohnya nasi.
Beberapa waktu yang lalu, artikel liputan tentang Olive Fried Chicken cukup membangkitkan kenangan masa muda saya di Jogja. Di tengah menunggu jam kuliah selanjutnya, saya dan teman-teman pergi ke cabang Olive di dekat kampus. Dada lembut menu favorit saya. Nasi, ayam, dan es teh.
Olive juga hadir dalam bentuk nasi kotak saat rapat Asisten. Belum mulai acaranya, bau nasi hangat dan ayam goreng sudah menyeruak di sudut ruangan. Bungkus yang didominasi warna merah putih menggambarkan sambal yang sudah dituang di atas nasi panas dan siap disantap bersama kriuknya ayam. Ah, mengganggu konsentrasi saja.
Bagi sebagian besar orang, kulit ayam yang digoreng tepung merupakan kenikmatan paling HQQ. Hingga kerap dijadikan “gong” atau santapan di akhir ritual makan lauk ayam. Sampai ada yang mengatakan “Jika pacarmu rela ngasih kulit ayamnya ke kamu, nikahin!”
Padahal kulit ayam mirip alkohol. Kalau kata Mas Ojan vokalis band Sisitipsi, “Kamu jahat tapi enak.”
Ya, betul. Kulit ayam enak, tapi sangat berbahaya bagi tubuh. Dari seluruh bagian tubuh ayam, lemak terbanyak tepat berada di bawah kulit ayam. Apalagi yang digoreng tepung. Kami segenap warga penggemar kulit ayam mengucapkan, “Selamat datang kolesterol!”
Kamu bisa kelebihan berat badan (obesitas), mengidap penyakit jantung, dan terkena stroke kalau kebanyakan makan kulit ayam. Kesalahan dalam pengolahan juga dapat menimbulkan penyakit campylobacteriosis yang disebabkan oleh bakteri Campylobacter Jejuni. Kalau kamu habis makan ayam malah diare, kram perut, bahkan demam, bisa jadi kamu kena campylobacteriosis.
Gimana? Udah mirip banget kan sama alkohol? Kamu jahat tapi enak.
Salah satu cara untuk mengurangi risiko di atas adalah dengan membuang lemak di bawah kulit ayam. Tentu saja kamu hanya bisa melakukan ini kalau masak sendiri. Kamu nggak mungkin pesan di warung, “Mbak, beli nasi ayam yang kulitnya udah diilangin lemaknya ya?” Ngimpi….
Cara jitu kalau kamu pengin hidup sehat ya menahan diri untuk tidak mengonsumsi kulit ayam. Bhaaa… selain sehat, kamu bisa jadi golongan pacar yang wajib dinikahin karena ngasih kulit ayam ke pasangan. Oh, ya… jangan sampai pacarmu baca tulisan ini ya. Bisa-bisa malah dibilang jahat karena kamu kasih bagian ayam yang nggak sehat. Dia akan mengira kamu membiarkannya sakit jantung lalu meninggal dan hartanya kamu ambil. Duh, udah kayak sinetron era 2000-an.
Tak kasih tau bagian tubuh ayam yang enak tapi nggak jahat, malah baik banget. Tulang rawan ayam. Kalau di menu Olive kamu bisa pesan dada lembut. Nah, di dalamnya ada tulang rawan yang biasanya saya kremus pada akhir ritual makan. Kenikmatannya satu tingkat di atas kulit ayam.
Saya dikenalkan tulang rawan oleh ibu saya tercinta. Ya siapa lagi kalau bukan beliau yang susah payah ndulang saya waktu kecil? “Iki balung nom e, enak lho.” Nyuapin pake tangan. Uwu, sungguh nikmat. Semenjak saat itu saya jadi doyan makan ayam, khususnya tulang rawan. Dan baru sadar kalau ibu saya selalu menyisihkan bagian dada lembut untuk saya yang susah makan.
Apa sih manfaat tulang rawan pada ayam? Tak hanya enak, tulang rawan ayam ternyata mengandung asam amino yang mampu mempercepat produksi kolagen dalam tubuh. Dengan kata lain mengonsumsi tulang rawan ayam baik untuk peremajaan kulit. Jadi awet muda gitu.
Saya terkejut ketika sebagian orang menyisakan tulang rawan di piringnya. Nggak dimakan. Sebagai pengabdi tulang rawan ayam kayak saya sungguh merasa seperti dikhianati.
Nah, jadi kesimpulannya mending kamu mengikuti jejak pemuja tulang rawan saja. Lupakan kulit ayam. Jadilah golongan pacar yang baik dan awet muda.
BACA JUGA Kulit Ayam itu Bukan Cuma Enak, Tapi Enak Banget! dan tulisan Arum Puspitorukmi lainnya.