Puasa di bulan Ramadan merupakan salah satu rukun wajib dalam Islam. Oleh karena itu, setiap muslim memang sudah wajib hukumnya untuk menjalankan puasa selama sebulan penuh. Namun, ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang itu tidak boleh puasa di bulan Ramadan. Salah satunya yakni perempuan yang sedang menstruasi. Siklus menstruasi yang terjadi setiap bulan memang menjadi halangan untuk dapat berpuasa pada bulan Ramadan. Alhasil, kita memang harus mengganti puasa wajib di hari lain.
Karena pada umumnya, masa suci bagi perempuan berkisar sekitar 15 hingga 24 hari setiap bulannya. Artinya bagi kita yang masih dalam usia subur, sangat sulit untuk tidak berhutang puasa Ramadan yang durasinya 29 atau 30 hari.
Setiap perempuan yang menstruasi ketika Ramadan pasti punya keluh kesahnya tersendiri. Saya sendiri merasa selalu mengalami ‘banyak drama’ ketika mengalami menstruasi di bulan Ramadan. Tidak jarang menstruasi datang ketika hanya beberapa menit saja menjelang berbuka. Dan ketika itu terjadi, saya bisa menjerit meski mungkin hanya dalam hati karena jerih payah menahan lapar dan haus dari saat sahur hingga saat terakhir menjelang berbuka menjadi sia-sia: karena puasanya menjadi batal. Sebenar-benarnya sakit sekaligus yang berdarah~
Pengalaman yang banyak dialami oleh perempuan ini sering kali membuat kita selalu ‘getun’ (kecewa). Terkadang marah sendiri sampai keluarlah kalimat, “Tahu gitu kan ngeceknya pas udah azan aja” atau, “Kenapa sih, nggak nunggu azan sekalian?” Sebuah penyataan dan pertanyaan yang entah ditujukan kepada siapa. Yah, meskipun demikian, mau tidak mau kita harus menerima bahwa hal tersebut memang kodrat yang diberikan kepada kita sebagai perempuan.
Tidak berpuasa bukan berarti bisa bebas makan dan minum begitu saja. Karena dalam praktiknya, saya sering kali harus sembunyi-sembunyi ketika makan dan minum dari pagi hingga magrib. Bahkan beberapa teman saya ada yang sampai ikut tidak makan selama sehari dan hanya minum saja. Entah itu karena memang malas atau terbawa suasana orang-orang sekitar yang berpuasa.
Mau beli di warung, tapi malu. Mau masak sendiri di dapur kos, nanti bau masakannya bisa tercium ke mana-mana. Jadi sering merasa serba salah (nggak enakan).
Keadaan seperti itu terjadi tidak saja karena kita menyadari bahwa kita tidak pantas makan dan minum di depan orang yang sedang berpuasa. Akan tetapi juga karena kita merasa malu diketahui sedang menstruasi. Begitulah, stigma tentang perempuan yang menstruasi terkadang masih dianggap tabu dan menjijikkan.
Belum lagi, jika ketahuan makan dan minum di depan anak-anak, siap-siap saja jadi bahan semprotan emaknya. “Mereka kan sedang latihan puasa, mbok ya lihat-lihat kalau mau makan.” Memang sih, proses pembelajarannya bisa kacau. Tapi tolong imbangi juga dengan memberi mereka pengertian. Yah, walaupun memang tidak mudah.
Oh iya, belum lagi dengan dalih “menghormati”. Yang menurut saya, hal ini selalu menjadi perdebatan tiada habisnya ketika Ramadan. Siapa yang harus menghormati siapa? Dan siapa yang minta dihormati siapa? Pertanyaan basi yang terus berulang setiap tahunnya.
Singkatnya, perempuan yang sedang menstruasi dan tidak berpuasa seakan-akan dituntut berperilaku seperti orang-orang yang sedang berpuasa.
Selain itu, yang terasa lebih berat lagi adalah ketika perempuan mengalami siklus menstruasinya selama 2 kali dalam sebulan. “Buka Tutup” istilahnya. Saya pernah mengalami ini selama bulan Ramadan. Mengalami menstruasi di minggu pertama bulan Ramadan, kemudian siklusnya terulang lebih cepat dan jatuh pada minggu terakhir bulan Ramadan. Saya benar-benar merasa menjadi orang yang tidak cukup beruntung terkait dengan ibadah puasa wajib yang sedang dirayakan oleh seluruh umat muslim di dunia.
Walaupun banyak juga amalan-amalan yang dapat dilakukan oleh perempuan yang sedang menstruasi ketika Ramadan, tapi tetap saja tidak dapat merasakan euforia buka bersama dan salat tarawih berjamaah. Saya jadi tidak bisa merasakan momen-momen penting dalam bulan Ramadan seperti ramai-ramai ikut menyambut datangnya awal bulan Ramadan dengan berpuasa sebagaimana orang muslim pada umumnya. Ataupun mengumpulkan berkah di sepuluh hari terakhir bulan Ramadan dengan berburu lailatul qadar.
Sedih? Sangat. Sebab selain itu, secara otomatis hutang puasa saya semakin banyak dibanding mereka yang hanya menstruasi satu kali dalam sebulan, yakni mencapai 15 hari.
Lagi-lagi, kita harus bisa nerimo ing pandum segala hal yang sudah menjadi kodrat masing-masing. Dan bagaimanapun kondisinya, berkah bulan Ramadan tidak hanya untuk orang-orang yang berpuasa saja, kok. Kita bisa meraihnya dengan cara lain.
Well, tetap semangat mencari limpahan berkah di bulan Ramadan meski sedang menstruasi, ya girls~
BACA JUGA Esai-esai Terminal Ramadan Mojok lainnya.