Waktu itu jam makan siang, saat saya sedang bersemangat meracik bumbu untuk bakso bening yang mengepul di depan mata dengan sambal dan kecap manis sampai kuahnya berubah warna menjadi cokelat kemerah-merahan. Salah seorang teman sebut saja Astuti meberi tahu saya tentang tweet yang sedang ramai di timeline Twitternya saat itu, “ Ini kamu banget tau!” ucap Astuti sambil memperlihatkan sebuah tweet yang berbunyi :
Kecap itu merusak rasa:
Soto
Sop
Rendang
Indomie rebus
Dah itu aja.
Aku yang membaca tweet itu merasa tidak adil! Soalnya semua itu makanan yang aku makan pakai kecap manis, kecuali sop. lalu bertanya dalam hati, apa salah kecapku? huhuhu~
Sebagian besar orang memakai kecap manis pada makanan yang bercita rasa manis seperti gado-gado, ketoprak, sate. Lalu kenapa kecap terlihat tidak lazim dipadukan dengan makanan bercita rasa gurih seperti soto, rendang, dan Indomie rebus—atau dengan makanan bercita rasa pedas seperti rendang dan seblak? Kadang kami-kami pecinta kecap ini merasa agak sedih, saat makan makanan berkuah yang kami kasih kecap tapi dikatain mirip oli sama kalian-kalian yang membenci kecap kami—jahat! Yo masa makanan yang enak ini kalian bilang oli, emangnya kita-kita ini mobil tua yang minta diisi oli apa? :”(
Diskriminasi terhadap kecap terjadi juga di lingkungan keluarga saya, sebagai orang yang memiliki keturunan Padang dari ibu, seringkali di acara kumpul keluarga makanan pedas seperti rendang tidak pernah absen di meja makan. Tentu saja sebagai makanan terenak di Indonesia, rendang menjadi lauk favorit semua orang yang cocok dipadu padankan dengan apa saja—tapi kenapa saat saya kasih rendang yang pedas itu dengan kecap langsung dipandang sebelah mata sama saudara-saudara saya yang orang Padang juga. Padahal itu enak, cita rasa pedas bertemu dengan manisnya kecap membuat saya makin tambah berselera makan.
Malah kecap seringkali mencerminkan suku tertentu, seperti Sunda dan Jawa. Karena kedua suku tersebut sebagian besar makanan khasnya bercita rasa manis seperti gudeg, tempe bacem dan sate maranggi. Memangnya apa ya salah kecap yang manis yang dipadukan dengan makanan gurih atau pedas? Bukannya justru rasanya akan semakin kaya? Ya kalau dianalogikan seperti cowok yang sabar pacaran sama cewek yang cerewet, bukannya keduanya malah jadi saling melengkapi(?).
Padahal jika dibandingkan dengan rivalnya yaitu sambal—si kecap ini justru lebih minim resiko. Buktinya belum ada kan kasus orang sakit perut karena terlalu banyak menngonsumsi kecap? Coba kalau sambal—banyak sekali korban-korban berjatuhan apabila terlalu berlebihan mengonsumsinya seperti sakit perut, diare ataupun usus buntu. Tidak hanya itu kecap juga tidak kalah menarik warnanya jika dibandingkan dengan saus sambal yang berwana merah berani—justru kecap hadir dengan hitam elegan, misalnya mie goreng. Saat membuat mie goreng, takaran kecap di bumbu mie yang sangat terbatas seringkali membuat tampilan mie tersebut terlihat kuning kepucatan terlihat kurang menarik bukan? Coba kalau kita beri kecap, warna mie goreng kan menjadi cokelat mengkilap yang cantik dan elegan tentu saja membuat semakin berselera memasukkan mie tersebut ke dalam mulut, dan hap! Nikmat!
Dari segi rasa juga kecap tidak menimbulkan sensasi menyiksa seperti sambal yang jika dimakan menimbulkan sensasi mulut panas terbakar apalagi saat ini sedang ramai dengan cabai Carolina Reaper yang mempunyai sensasi pedas mematikan!. Kecap juga tidak membutuhkan penawar seperti susu untuk sambal yang pedas. Kecap juga mengandung vitamin A dan protein yang berasal dari biji kedelai hitam tidak kalah dengan sambal yang kaya akan kandungan vitamin C yang berasal dari cabai.
Bagi saya makanan gurih dan pedas seperti soto ataupun rendang sah-sah saja jika dipadu padankan dengan kecap yang manis itu, Ya meskipun begitu tidak semua makanan cocok jika dikasih kecap misalnya makanan western seperti Pizza, Burger dan Spaghetti. Saya rasa meskipun saya cinta mati sama kecap saya, saya tetap tidak mau menjodohkan kecap saya dengan masakan-masakan itu. Ora matching!