Kopi Klotok adalah sebuah warung dekat sawah di Jl. Kaliurang yang menjelma menjadi destinasi wisata bagi para pelancong yang berkunjung ke Yogyakarta. Laiknya Malioboro, bagi orang-orang setempat mungkin Kopi Klotok nggak ada istimewa-istimewanya. Kalau cuma makan nasi sayur, kopi, sambil lihat sawah, ya itu udah jadi keseharian mereka.
Lain hal dengan orang-orang yang kesibukan kesehariannya di gedung-gedung tinggi dengan pemandangan macet setiap hari. Bagi mereka, makan di Kopi Klotok mungkin bisa jadi salah satu kegiatan sederhana untuk mengalihkan pikiran dari penatnya rutinitas semacam itu.
Makanya nggak heran, kalau hari libur parkiran Kopi Klotok yang makin hari makin meluas itu, biasanya dipenuhi kendaraan berplat luar Jogja. Minggu pagi, malam minggu, atau libur hari besar, biasanya akan sulit sekali mendapatkan tempat duduk yang jadi spot favorit. Jangankan dapat yang favorit, nggak disuruh putar balik karena penuh saja sudah bagus kalau musim libur begitu.
Kalau saya, biasanya mencoba mencari peruntungan di luar hari dan jam rame, supaya bisa dapat tempat duduk favorit. Itu pun biasanya masih kalah sama pejabat yang sudah booking duluan bareng kolega se-kantornya. Nggak tanggung-tanggung, bookingnya bukan hanya satu dua meja, bahkan bisa sampai satu area yang jadi spot favorit banyak orang.
Padahal kalau saya yang ngechat adminnya, pasti selalu dijawab, “Maaf, Kak, kami tidak melayani booking tempat.” Oalah nasib rakyat jelata, bahkan mau milih tempat makan pun harus ngalah sama yang punya kuasa. Halah.
Ngomong-ngomong tempat duduk di Kopi Klotok, mau diakui atau tidak, memang ada kastanya. Kita bisa lihat dari spot yang biasa dijadikan latar foto untuk posting di Instagram. Atau seperti yang saya sebutkan sebelumnya, yang sering di-booking pejabat.
Kalau boleh diurutkan, seperti ini.
Kasta pertama, bagian teras yang menghadap sawah.
Kursi dan meja dari kayu tua yang menambah kesan “lawas”, ditambah background sawah, tentu akan sangat menarik dan Instagram-able bagi para pengabdi konten. Bahkan kalau mau sekadar menikmati sunset atau sunrise sambil ngopi, ngeteh berdua dan membayangkan masa depan, di sini juga jadi tempat yang nggak kalah menyenangkan.
Berkali-kali saya ke Kopi Klotok, cuma sekali saya berhasil dapetin spot itu. Yakni, pada suatu Senin pagi yang cerah sebelum datangnya pagebluk. Di saat orang-orang pada kerja dan beraktivitas produktif, saya mlipir pacaran ke Kopi Klotok. Itu pun di tempat paling pojok karena bagian lain sudah bertanda “dipesan oleh (nama instansi)”.
Kasta kedua, lahan kosong di depan teras yang menghadap sawah.
Lahan ini memang sengaja untuk pengunjung yang ingin lesehan. Walaupun nggak pernah mencoba duduk di sini, tapi saya sih ngebayangin kalau datang sama keluarga yang jumlahnya agak banyak, makan di situ ramai-ramai pasti seru: berasa kayak piknik.
Kasta ketiga, bagian dalam ruangan.
Kita beralih ke bagian dalam ruangan yang mempertahankan bentuk dan furniture jadul ini. Di dalam ada semacam tempat duduk yang lebar, kalau orang Jawa biasa menyebutnya “lincak”. Di FTV juga suka ada, di teras rumah keluarga betawi, biasanya dipakai duduk-duduk sambil nyore sekeluarga.
Nah, tempat ini biasanya jadi incaran orang-orang yang datang berlima atau lebih. Pasalnya, walaupun nggak dapat view sawah, tapi vibes jadulnya masih dapet dan lumayan Instagram-able untuk ngefoto makanan ataupun kegiatan makan bersama orang-orang tersayang.
Kasta keempat, di dekat dapur.
Spot yang nggak favorit-favorit amat ini dipilih kalau nggak dapat tempat yang dipengin. Ya, di sini juga masih oke, lah. Pemandangannya? Ya, orang masak sama orang yang ngantre telur dadar. Kalau menurutmu makan sambil nontonin yang masak dan ramainya antrean itu seru, mungkin kamu perlu mengincar spot yang satu ini.
Kasta kelima, selain keempat tempat di atas.
Lantaran sekarang Kopi Klotok mengalami perluasan, jadi kadang kita bisa dapat duduk, tapi bukan di bangunan utama. Bisa di sebelah parkiran, teras rumah orang yang mereka sewa, dan lain-lain yang bukan jadi bagian dari bagunan utama Kopi Klotok.
Mereka yang duduk di sini biasanya sudah pasrah, daripada harus putar balik. Mana udah jauh lagi naiknya ke Jl. Kaliurang. Jadi, yaudah mau aja duduk di mana pun asalkan bisa duduk. Saya beberapa kali dapat tempat duduk di pos kecil dekat tempat parkir. Kayaknya, sih, fungsi aslinya buat tempat duduk tukang parkir. Tapi nggak apa-apa, sering kali saya ke sana memang untuk mengincar pisang goreng aja kok, bukan nyari spot Instagram-able.
Sumber Gambar: Unsplash.com