Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Kapitalisme Membuat Kita Tidak Bisa Menjadi Manusia dan Pengangguran di Saat Bersamaan

Keenan Nasution oleh Keenan Nasution
27 November 2019
A A
Kapitalisme Membuat Kita Tidak Bisa Menjadi Manusia dan Pengangguran di Saat Bersamaan
Share on FacebookShare on Twitter

Setelah membaca status Hampton Institute tentang bagaimana di bawah sistem kapitalisme hidup kita dihabiskan oleh bekerja keras untuk mendapatkan uang hanya agar bisa tetap hidup, saya (((merenungi))) hidup saya dalam tiga tahun belakangan. Kini saya driver go-car purnawaktu yang narik enam hari, enam puluh jam dalam sepekan hanya untuk mendapat penghasilan (sedikit) di atas UMR Denpasar. Saya harus bekerja sekeras itu untuk makan, bayar cicilan, dan sesekali ngebir-ngebir lucu di pantai di kala senja.

Sebelum itu, saya melakoni banyak macam pekerjaan. Pekerjaan pertama saya, empat bulan setelah lulus SMA, sama seperti pekerjaan yang terpaksa diambil George Orwell saat jatuh miskin di Paris: jadi tukang cuci piring di resto. Saya sudah mulai merokok dan saya malu kalau uang rokok saja dikasih kakak atau ibu saya. Tapi apa lagi yang bisa saya harapkan? Anak baru lulus, minim keterampilan, nggak biasa bekerja?

Pekerjaan yang buruk, menguras habis tenaga, di samping co-workers yang luar biasa brengsek ditambah upah yang luar biasa ambyar. Saya hanya sanggup bertahan selama satu bulan. Keluar dari tempat yang ingin saya lupakan dengan gaji pertama dan terakhir sebesar 900 ribu.

Bayangkan mahasiswa perantau asal Flores yang mesti mengambil pekerjaan itu sebab ia bukan anak kuliahan dari Jakarta yang menerima transfer dari papi. Bayangkan hidup dengan uang segitu, selama sebulan, di kota Malang yang biaya hidupnya lumayan mahal.

Jadi saya keluar. Lalu, saya menjadi barista di coffee shop milik kawannya kakak saya. Well, jujur, ini the power of orang dalam, bukan karena saya terampil. Saya bertahan lima bulan saja. Lima bulan untuk pekerjaan yang sebenarnya cukup keren dan tidak terlalu melelahkan, kendati gajinya kecil.

Kemudian saya merantau ke Katingan, tiga jam perjalanan darat dari Palangkaraya. Well, bukan merantau sih, tepatnya dibawa kakak saya (yang saat itu baru menikah). Suami kakak saya punya (well, sebenernya milik abahnya sih) macam-macam usaha di sana. Ya bisnis crazy rich Kalimantan kebanyakan: tambang batubara, pembalakan kayu ilegal, perkebunan sawit, peternakan ayam potong. Pekerjaan saya tidak jelas; saya cuman mondar-mandir di kebun sawit untuk “memastikan semuanya beres”, kata ipar saya. Lagi-lagi, meski diupah bagus, saya balik ke Jawa setelah empat bulan. Kali ini tanpa pamit. Saya baru bilang saat sudah landing di Juanda wkwkwk.

Saya serasa anggota dewan yang makan gaji buta, di samping melihat ketidakadilan tapi gak berbuat apa-apa. Saya pulang dengan sedikit tabungan dan gerundelan kakak saya yang bilang saya “nggak tahu terima kasih”, sudah diajak “hidup enak” lalu “pergi seenak kentut.”

Sejak itu saya nomadik. Saya lompat dari Malang ke Jakarta, dari Jakarta ke tempat kelahiran saya, Denpasar. Melakoni satu pekerjaan sampah ke pekerjaan sampah lainnya. Kali ini, saya benar-benar harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan paling dasar, bukan lagi sekadar cari uang rokok. Saya mengambil pekerjaan apa pun dan berapa pun gaji yang cukup-kalau-dicukup-cukupkan.

Baca Juga:

3 Istilah dalam Dunia Kerja yang Patut Diwaspadai karena Punya Makna Berbeda dari Pikiran Karyawan

Cari Kerja Memang Susah, tapi Bertahan di Lingkungan Kerja Toxic Juga Nggak Ada Gunanya

Dan tidak ada satupun yang saya nikmati. Termasuk sekarang, saat saya ditendang dari pabrik (yang nggak memperpanjang kontrak kerja saya) dan jadi sopir taksi online. Memang, saya nggak harus berurusan dengan rekan brengsek (kecuali penumpang yang seenaknya menuduh saya buang angin ckckck), jam kerja yang panjang dan segala omong kosong di pabrik. Tapi, sekali lagi, saya tidak menikmatinya. Bahkan cenderung benci. Bilang saya kurang bersyukur atau apa, but here’s why.

Akun-akun konservatif di internet kerap berkomentar begini: “Jadi kau mau ngapain? Bermalas-malasan? Jadi parasit? Nggak bekerja seumur hidupmu?”

You miss the point. Kamu nggak bisa jadi manusia sekaligus pengangguran full time, kecuali kamu pangeran kerajaan Inggris atau anaknya orang kaya. Tapi kamu juga nggak bisa jadi manusia sekaligus sapi perah. Kamu pasti tahu apa yang saya maksud. Saya ingin mengutip sepenggal kalimat dari rant Peter Finch di film The Network:

“I’m a human being goddammit! My life has value!”

Oke, terakhir, bagaimana dengan kamu? Apakah kamu menikmati apa yang kamu kerjakan sekarang? Atau mungkin kamu punya ide lain, impian yang ingin kamu wujudkan, tapi kamu terjebak dalam, seperti kata Hampton Institute, soulles rat race?

BACA JUGA Masih Bisakah Desa Menolong Kita dari Resesi? atau tulisan Keenan Nasution lainnya. Follow Facebook Keenan Nasution.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 28 November 2019 oleh

Tags: bekerjaKapitalismeManusiaPengangguran
Keenan Nasution

Keenan Nasution

ArtikelTerkait

pengangguran, kuliah online

Saya Dosen, Kuliah Online Bikin Saya Ngerasa Jadi Pengangguran yang Digaji

2 Mei 2020
Sampai Kapan Nogkrong di Warung Kopi Dianggap Pengangguran?

Sampai Kapan Nongkrong di Warung Kopi Dianggap Pengangguran?

1 Desember 2019
review Record of ragnarok anime mojok

Review ‘Record of Ragnarok’: Bukan Sekadar Anime Dewa Adu Jotos dengan Manusia

2 Juli 2021
Pengangguran Memang Kerap Jadi Bahan Cibiran, tapi Ada Sisi Terang yang Nggak Disadari Banyak Orang

Pengangguran Memang Kerap Jadi Bahan Cibiran, tapi Ada Sisi Terang yang Nggak Disadari Banyak Orang

6 September 2024
5 Hal Terkait Kendal yang Perlu Diketahui agar Lebih Kenal Terminal Mojok

Dear Kendal, Sampai Kapan Mau Jadi Daerah Medioker?

13 Februari 2023
Katanya Sekolah Itu Mencerdaskan Manusia, tapi kok Cuma Mau Menerima Murid yang Pintar?

Katanya Sekolah Itu Mencerdaskan Manusia, tapi kok Cuma Mau Menerima Murid yang Pintar?

4 November 2023
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Kuliah Jurusan Ekonomi Pembangunan Bikin Saya Tidak Bisa Enjoy Shopping Lagi

Kuliah Jurusan Ekonomi Pembangunan Bikin Saya Tidak Bisa Enjoy Shopping Lagi

30 November 2025
Menanti Gojek Tembus ke Desa Kami yang Sangat Pelosok (Unsplash)

“Gojek, Mengapa Tak Menyapa Jumantono? Apakah Kami Terlalu Pelosok untuk Dijangkau?” Begitulah Jeritan Perut Warga Jumantono

29 November 2025
Alasan Saya Bertahan dengan Mesin Cuci 2 Tabung di Tengah Gempuran Mesin Cuci yang Lebih Modern Mojok.co

Alasan Saya Bertahan dengan Mesin Cuci 2 Tabung di Tengah Gempuran Mesin Cuci yang Lebih Modern 

5 Desember 2025
Dosen yang Cancel Kelas Dadakan Itu Sungguh Kekanak-kanakan dan Harus Segera Bertobat!

Dosen yang Cancel Kelas Dadakan Itu Sungguh Kekanak-kanakan dan Harus Segera Bertobat!

3 Desember 2025
Feeder Batik Solo Trans, Angkutan yang Bikin Iri Orang Magelang Mojok.co

Feeder Batik Solo Trans, Angkutan yang Bikin Iri Orang Magelang

2 Desember 2025
Logika Aneh di Balik Es Teh Solo yang Bikin Kaget (Unsplash)

Logika Ekonomi yang Aneh di Balik Es Teh Solo, Membuat Pendatang dari Klaten Heran Sekaligus Bahagia

30 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lagu Sendu dari Tanah Minang: Hancurnya Jalan Lembah Anai dan Jembatan Kembar Menjadi Kehilangan Besar bagi Masyarakat Sumatera Barat
  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.