Saya dahulu kuliah di kampus ruko. Kampusnya memang tidak terkenal dan sering berpindah tempat. Kampus saya pernah berlokasi di jalanan yang sepi, berdampingan persis dengan minimarket, hingga terakhir, di ruko. Saya yakin, Google Maps pun bingung menentukan titik kampus saya. Saking seringnya berpindah dan bangunan yang dipilih tidak terlalu besar.
Namanya juga kampus ruko, tidak ada yang mencolok dengan tampilan gedungnya. nggak ada sebutan Gedung A, Gedung B karena semua satu lokasi. Walau kampusnya tidak terkenal dan kecil, selalu ada saja mahasiswa yang mendaftar setiap tahunnya.
Tidak ada yang ingin kuliah di kampus ruko, tapi saya masih bersyukur bisa kuliah
Dahulu, saat mendengar kata kampus, saya membayangkan gedung tinggi dan lapangan luas. Tidak ketinggalan berbagai fasilitas lain untuk mendukung perkuliahan mahasiswa.
Itu mengapa saya tidak pernah membayangkan ada kampus ruko. Kampus yang hanya terdiri dari tiga lantai dengan tangga sempit dan kantin seadanya. Kantin yang bisa mendadak berubah fungsi jadi ruang rapat dadakan.
Akan tetapi saya nggak boleh mengeluhkan hal itu. Masih mending saya bisa kuliah sekalipun cuma di kampus ruko. Apalagi, banyak dari kami tetap kuliah dengan serius di tengah keterbatasan fasilitas ini. Seperti mahasiswa top tier lain, kami juga begadang demi tugas hingga menyusun skripsi tanpa bantuan AI.
Bahkan, tidak sedikit lulusan kampus ruko ini kerja di tempat bonafit atau lanjut S2 dan punya posisi bagus di karirnya masing-masing.
Dipandang sebelah mata
Sayangnya fakta-fakta itu baru kalian jumpai kalau terjun langsung di lapangan. Dengan kata lain, langsung jadi mahasiswa di kampus ruko. Mereka yang melihat kampus ini dari luarnya saja tidak pernah benar-benar tahu. Akhirnya cuma bisa berkomentar miring.
Entah sudah berapa kali saya mendengar celotehan “Itu kampus atau minimarket?” atau “Itu bimbel?” Saya yakin itu hanya candaan belaka, tapi entah mengapa cukup nyelekit di hati ini. Semakin nyelekit lagi ketika harus menjelaskan di mana lokasi pastinya kampusnya. Sekali lagi, saya tahu, mungkin orang-orang hanya penasaran. Namun, rasanya dongkol juga kalau harus menjelaskan hal yang sama berkali-kali.
Biarpun sempit, mimpinya tetap besar
Ya, mungkin kami kuliah di tempat yang kecil, tapi mimpi kami tetap setinggi langit. Karena sejatinya, ukuran kampus nggak menentukan ukuran cita-cita. Yang penting otaknya dipakai, bukan didebatkan seberapa besar gedungnya.
Terdengar pembelaan mungkin. Tapi kuliah di kampus ruko itu bukan aib. Ia adalah realita pendidikan masa kini: terjangkau, fleksibel, Daripada nyinyir terus, mending bantu doa biar kampus-kampus kecil ini bisa naik kelas. Siapa tahu nanti bukan ruko lagi, tapi jadi campus tower.
Pendidikan tinggi itu untuk semua orang dari berbagai kalangan. Jadi kalau sekarang ada di antara kamu yang masih kuliah di kampus ruko, jangan kecil hati. Mari kita buktikan dengan kesuksesan. Jadi apa aja yang kamu mau, jadi manager, pengusaha, dosen, peneliti atau nggak apa jadi ibu rumah tangga yang mendidik generasi cerdas berikutnya.
Untuk semua yang masih kuliah di kampus seadanya, santai aja. Nggak perlu malu. Lulusnya tetap diwisuda kok. Mengeluh sesekali wajar tapi tetep semangat ya!
Penulis: Desprianti Barkah
Editor: Kenia Intan
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















