Kebanyakan orang masih memandang jurusan Sejarah sebelah mata. Mahasiswa sejarah kerap dipandang kutu buku, kuno, jadul, dan nggak punya masa depan. Bagi mahasiswa jurusan Sejarah seperti saya, stereotip itu sudah menjadi makanan sehari-hari.Â
Saking seringnya mendengar hal-hal negatif terkait jurusan dan mahasiswa sejarah, saya jadi sangsi. Jangan-jangan banyak orang sebenarnya nggak benar-benar tahu apa yang dipelajari dan dikerjakan oleh mahasiswa jurusan Sejarah ya? Kok bisa-bisanya jurusan yang seru dan penting ini mendapat stereotip seperti itu.Â
Padahal saya sebagai salah satu mahasiswa jurusan Sejarah merasa amat bersyukur bisa kuliah di jurusan ini. Bagaimana tidak, saya dapat belajar banyak hal, mulai dari bahasa, seni, politik, sosial, ekonomi bahkan mungkin belajar memahami kenapa percintaan selalu berakhir nice try, akh!
Akan tetapi, tidak saya pungkiri, berbagai hal positif tadi beringingan dengan banyaknya hal yang mesti saya korbankan. Nah, supaya lebih mengenal jurusan ini dan menghindari pemikiran yang tidak-tidak, saya sedikit cerita pengalaman saya selama 8 semester kuliah ya.
Daftar Isi
#1 Jurusan Sejarah perlu banyak uang untuk membeli buku
Sejak awal masuk ke program studi ini, saya menyadari jurusan ini tidak murah. UKT kami memang lebih ringan ketimbang jurusan lainnya. Namun, kantong kami lumayan jebol untuk membeli buku-buku lawas.
Selama 8 semester kuliah, entah sudah ratusan atau malah jutaan ribu mengucur demi membeli buku-buku. Rak di kamar saya pun mulai angkat tangan menopang buku-buku yang saya miliki. Meski begitu, sampai kini, ya saya tetap beli-beli buku lagi, hehe.
Akhirnya, pengeluaran semacam ini saya coba atasi melalui menjalin relasi dengan penjual buku-buku bekas di media sosial. Cara ini cukup jitu untuk menghemat beberapa ribu daripada membeli buku baru yang ada di toko buku. Walaupun bekas, yang penting kami punya, kira-kira begitulah moto hidup kami.
#2 Jarang ada waktu luang, bahkan waktu untuk pacaran pun nggak ada
Waktu bagi mahasiswa jurusan sejarah adalah hal yang wajib dikorbankan. Kami diharuskan mencari sumber, baik itu narasumber, buku, berita, memoar maupun tulisan yang sezaman. Mungkin terdengar mudah ya, mencari sumber, tapi sesungguhnya proses itu begitu rumit.Â
Jadi, semisal kami sedang melakukan penelitian mengenai peristiwa tahun 1930-an, kami harus mencari sumber yang berangka tahun tersebut. Paling berat, kalau harus mencari narasumber, ampun deh!
Itu mengapa rumor jangan mau pacaran sama anak sejarah bisa muncul. Kalau pacaran dengan anak Sejarah, bisa-bisa pasangannya nggak diperhatikan. Saya rasa rumor itu ada benarnya, hingga saat ini banyak teman-teman satu jurusan yang jomlo. Termasuk saya juga sih, hehehe.Â
#3 Dianggap sebagai tukang ghibah
Sudah mengorbankan banyak uang dan waktu, mahasiswa jurusan sejarah masih diberi label yang aneh-aneh. Sering saya mendapatkan guyonan bahwa pekerjaan mahasiswa sejarah ini adalah pekerjaan memanen dosa. Hal ini dikarenakan kami selalu membahas seseorang yang telah mendahului kami setiap harinya.
Lho, terus kudu piye? Masalahnya, pekerjaan kami memang melakukan rekonstruksi masa lalu melalui sumber-sumber yang masih ada. Ya, kalau nggak membahas masa lalu, kami harus membahas apa? Kalau membahas masa depan malah kita jadi buka jasa tarot reading, dong?
#4 Jurusan Sejarah ada demi menyelamatkan ingatan
Satu hal yang saya rasa perlu disadari banyak orang, jurusan sejarah hadir untuk menyelamatkan ingatan. Banyak orang nggak sadar, sumber-sumber yang berharga bagi mahasiswa sejarah itu tersebar di dalam barang rosokan yang nggak dipahami nilainya. Makanya, jangan dicibir kalau kita sering ke tempat barang bekas atau pasar antik hanya untuk cari buku, koran, foto, atau benda-benda lain.
Jadi, semoga tulisan ini bisa memberikan perspektif bagi orang-orang di luar sana yang mungkin belum begitu mengenal jurusan Sejarah. Jurusan ini seru dan asyik walau memang banyak hal yang perlu dikorbankan.Â
Penulis: Cindy Gunawan
Editor: Kenia Intan
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.