Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Jogja Gelut Day dan Omong Kosong Selesaikan Klitih di Dalam Ring. Semua Soal Bisnis!

Prabu Yudianto oleh Prabu Yudianto
13 Juli 2022
A A
Jogja Gelut Day dan Omong Kosong Selesaikan Klitih di Dalam Ring. Semua Soal Bisnis!

Jogja Gelut Day dan Omong Kosong Selesaikan Klitih di Dalam Ring. Semua Soal Bisnis! (Pixabay.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Klitih tidak bisa selesai hanya karena pelaku baku hantam di dalam ring, harusnya Jogja Gelut Day paham akan hal itu

Pertama, izinkan saya mengapresiasi hajat Jogja Gelut Day. Perhelatan olah raga pertarungan ini jadi angin segar. Jogja kini tidak terbatas acara kesenian, musik, dan pameran UMKM yang promosinya jelek itu. Kini Jogja punya event alternatif yang cukup out of the box. Mempertemukan berbagai kalangan dalam ring MMA adalah hal yang unik dan lebih masuk akal daripada tinju Holywings.

Nah, demikian apresiasi saya. Kini mari membahas apa yang salah dari event ini.

 Jogja Gelut Day diinisiasi oleh Erix Soekamti, yang lebih dikenal sebagai frontman band Endank Soekamti. Event ini dirilis tepat pada saat krisis klitih Jogja sedang panas. Rilisan awal akun Instagram event ini adalah ajakan bagi pelaku klitih. Daripada menyerang di jalanan, mending berkelahi di dalam ring. Terkesan solutif.

Terkesan lho, ya.

Mas Erix sendiri berpendapat bahwa Jogja Gelut Day adalah wadah yang menampung agresivitas pemuda Jogja. Dengan event ini, agresivitas tersebut akan disalurkan dengan jalan yang lebih tertata. Harapannya, kasus klitih ikut turun dan berganti dengan adu fisik dalam ring. Tentu di bawah pantauan profesional dalam aturan yang baku.

 Baiklah, harapan ini bisa diterima. Namun apakah klitih bisa direduksi dengan event tanding? Apakah klitih lahir dari karakter agresif untuk adu fisik dan kekuatan? Jelas tidak!  Dan sayang sekali, event Jogja Gelut Day bukan jawaban klitih. Jogja Gelut Day hanya berakhir sebagai event yang menggunakan klitih sebagai nilai jual.

Lalu apakah pelaku klitih ingin dan butuh berkelahi? Jelas tidak. Model penyerangan hit and run adalah karakter utama klitih. Mereka bergerilya mencari sasaran. Dulu gank musuh, dan kini bisa siapa saja. Karakter agresif ini lahir dari keinginan menunjukkan eksistensi diri dan komunal.

Baca Juga:

Universitas Terbuka (UT): Kampus yang Nggak Ribet, tapi Berani Tampil Beda

Kembaran Bukan Purwokerto, Jangan Disamakan

Apalagi klitih dipandang erat dengan situasi ketimpangan sosial di Jogja. Nom-noman Jogja yang terdesak oleh pembangunan mencari cara untuk tetap eksis. Ketika tekanan sosial untuk tampil ini tidak didukung ruang publik yang bebas ketimpangan, mereka mencari cara lain. Sayang sekali, sistem warisan budaya klitih menjadi inspirasi baru. Karena kalau mau ikut-ikutan Jeje bocah Kemang, uangnya saja tidak ada!

Sudah UMR kecil, vibes rumah nggak enak karena kebutuhan hidup yang makin mahal, ruang untuk aktualisasi diri malah dikomersialisasi, ngamuk jadi solusi bagi mereka.

Apalagi ditambah fakta untuk ngeband saja, sudah susah. Coba cek harga sewa venue, sewa studio, dan coba cari ruang yang mau ngasih banyak aliran untuk berekspresi. Jogja memang kota seniman, tapi makin ke sini, rasanya kok berkesenian saja mahal. Ditambah UMR kecil, opo ra tambah ngamuk?

Ketika mereka didesak untuk eksis, maka event yang sifatnya show-off bukan jawaban. Apalagi ketika banyak atlit profesional ikut serta. Justru ketimpangan sosial ikut muncul dalam event tersebut. Para pemuda amatir jelas bukan lawan sepadan atlit profesional. Lalu siapa yang mendapatkan lightspot? Ya para profesional, penyelenggara, dan sponsor!

Lagipula, mana ada pelaku klitih yang mau diajak gelut dalam ring? Kan tujuan mereka bukan berkelahi, tapi bergerilya. Kecuali konsep Jogja Gelut Day itu seperti MOBA yang boleh menikung lawan. Lha baru pas dengan klitih.

 Jika ring tanding bisa menyelesaikan masalah, tentu tidak ada gesekan antargolongan. Tentu tidak ada berita tawuran antarkelompok pencak silat. Tentu tidak ada geger antarsuku di Babarsari. Bahkan, kalau mau lebay, perang Ukraina-Rusia bisa padam jika ring tanding adalah jawaban. Nyatanya tidak kan?

Karena ring tanding, sekali lagi, bertujuan untuk show-off. Dari era olimpiade di Athena sampai Chris John jadi juara, ring tanding bukanlah alat menyelesaikan masalah sosial. Masalah seperti klitih lebih kompleks dari sekadar keinginan berkelahi. Ini adalah masalah sosial yang terlanjur mengakar sebagai bentuk aktualisasi diri. Mudahnya, biar terlihat lakik dan keren ya dengan klitih.

 Kalau ada yang membandingkan Jogja Gelut Day dengan film Fight Club, yo beda lagi, Lur! Film Fight Club menekankan pertarungan tanpa hierarki yang dibangun atas kesepakatan komunal. Intinya memang untuk melepas penat dengan berkelahi. Model Fight Club lebih dekat dengan masyarakat karena memang dibentuk mereka sendiri. Seperti sparing kalau jaman perang gank SMA Jogja.

Tidak perlu mengglorifikasi Jogja Gelut Day sebagai Fight Club. Jelas dari awal tujuannya hiburan. Sport entertainment mudahnya. Ya tetap saja akan berujung sebagai bisnis yang profit. Apakah ini yang dibutuhkan pelaku klitih? Jelas bukan!

Karena mereka dibentuk untuk bergerilya, bukan bertanding mencari popularitas dan sponsorship. Mereka butuh aktualisasi dirinya terpenuhi lewat darah korban. Bukan dengan sok heroik melawan atlit profesional. Klitih yang seperti menurun sejak Jogja Gelut Day bukan berarti keberhasilan event ini. Ya memang karena aparat yang sedang gencar melakukan razia malam. Itu saja masih kecolongan lho.

Pada akhirnya, Jogja Gelut Day sukses menjual klitih. Menjadikan krisis keamanan dan kriminal ini sebagai alat promosi perhelatan mereka. Kalau tidak ada klitih, pasti Jogja Gelut Day tidak relevan dengan Jogja.

Jadi, mari kita apresiasi Jogja Gelut Day sebagai event yang segar bagi Jogja. Tapi, kalau untuk menyelesaikan klitih, tentu tidak tepat sasaran. Solusi klitih bukan di dalam ring tanding, tapi di dalam kelompok masyarakat yang terjebak situasi timpang.

Mungkin, mungkin saja, kalau kesejahteraan masyarakat Jogja naik, mungkin saja, klitih tak lagi ada, mungkin. 

Penulis: Prabu Yudianto
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Klitih Adalah Soal Kesenangan, Orang Tua Membosankan Mana Paham

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.

Terakhir diperbarui pada 13 Juli 2022 oleh

Tags: Bisnisjogja gelut dayketimpanganklitihpetarung profesionalpilihan redaksiringumr jogja
Prabu Yudianto

Prabu Yudianto

Penulis kelahiran Yogyakarta. Bekerja sebagai manajer marketing. Founder Academy of BUG. Co-Founder Kelas Menulis Bahagia. Fans PSIM dan West Ham United!

ArtikelTerkait

Jalan Tol Trans Sumatera Bakauheni-Palembang Ampas, Kalah Bagus sama Jalan Depan Rumah Saya

Jalan Tol Trans Sumatera Bakauheni-Palembang Ampas, Kalah Bagus sama Jalan Depan Rumah Saya

17 Juli 2024
4 Lumpia Semarang yang Bikin Kecewa Wisatawan, Jangan Dibeli

4 Lumpia Semarang yang Bikin Kecewa Wisatawan, Jangan Dibeli

11 Juli 2025
Negara Ini Masih Bisa Ditolong, kok, Tenang, Tinggal Belajar sama Prancis

Negara Ini Masih Bisa Selamat, dan Kita Semua Tahu Caranya

22 Agustus 2024
Stasiun Purworejo Sudah Betul Jadi Cagar Budaya Saja, Tidak Perlu Diaktifkan Kembali Mojok.co

Stasiun Purworejo Sudah Betul Jadi Cagar Budaya Saja, Tidak Perlu Diaktifkan Kembali

5 Januari 2024
Sumber gambar akun Instagram resmi Oasis Band

6 Lagu yang Bikin Orang Ngefans Oasis

9 November 2021
Kecamatan Kalasan Memang Nanggung, Terlalu Cupu untuk Jogja, tapi Terlalu Modern untuk Klaten  

Kecamatan Kalasan Memang Nanggung, Terlalu Cupu untuk Jogja, tapi Terlalu Modern untuk Klaten  

23 Juli 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

4 Alasan Orang Jakarta Lebih Sering Liburan ke Bogor daripada ke Pulau Seribu

4 Alasan Orang Jakarta Lebih Sering Liburan ke Bogor daripada ke Pulau Seribu

25 Desember 2025
Opel Blazer, Motuba Nyaman yang Bikin Penumpang Ketiduran di Jok Belakang

Opel Blazer, Motuba Nyaman yang Bikin Penumpang Ketiduran di Jok Belakang

23 Desember 2025
Tradisi Aneh Kondangan di Daerah Jepara yang Sudah Saatnya Dihilangkan: Nyumbang Rokok Slop yang Dianggap Utang

Tradisi Aneh Kondangan di Daerah Jepara yang Sudah Saatnya Dihilangkan: Nyumbang Rokok Slop yang Dianggap Utang

27 Desember 2025
Jepara Adalah Kota Ukir, Kota yang Ahli Memahat Indah kecuali Masa Depan Warganya

Jepara Adalah Kota Ukir, Kota yang Ahli Memahat Indah kecuali Masa Depan Warganya

26 Desember 2025
Universitas Terbuka (UT): Kampus yang Nggak Ribet, tapi Berani Tampil Beda

Universitas Terbuka (UT): Kampus yang Nggak Ribet, tapi Berani Tampil Beda

26 Desember 2025
Situbondo, Bondowoso, dan Jember, Tetangga Banyuwangi yang Berisik Nggak Pantas Diberi Respek

Situbondo, Bondowoso, dan Jember, Tetangga Banyuwangi yang Berisik Nggak Pantas Diberi Respek

25 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Kala Sang Garuda Diburu, Dimasukkan Paralon, Dijual Demi Investasi dan Klenik
  • Pemuja Hujan di Bulan Desember Penuh Omong Kosong, Mereka Musuh Utama Pengguna Beat dan Honda Vario
  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.