Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Jogja di Mata Orang Solo: Saya Tak Punya Cukup Alasan Membenci Jogja

Siwi Nur oleh Siwi Nur
1 Agustus 2022
A A
Jogja di Mata Orang Solo: Saya Tak Punya Cukup Alasan Membenci Jogja

Jogja di Mata Orang Solo: Saya Tak Punya Cukup Alasan Membenci Jogja (Nizar Kauzar via Unsplash)

Share on FacebookShare on Twitter

Gesekan suporter klub sepak bola Solo dengan Jogja minggu kemarin membuat orang-orang bertanya-tanya. Apakah memang ada kebencian yang dipelihara? Apakah rivalitas ini punya akar? Apakah orang sipil juga mempunyai pandangan yang sama dengan suporter klub sepak bolanya?

Dan dalam tulisan ini, sebagai orang Solo, saya akan menjawab hal tersebut.

Saya lahir dan besar di pinggiran Kota Solo, tepatnya di kawasan satelit Solo, Kartasura. Kartasura memang masuk daerah Sukoharjo, namun, karena begitu dekat dengan Solo, jadi ya, kami mengaku berasal dari kota tersebut ya sah-sah saja.

Walaupun bukan orang ber-KTP Solo, saya bangga bisa membangga-banggakan Solo. Tiap pergi keluar kota dan ditanya dari mana, dengan bangga kujawab, “Dari Solo.” Bahkan sampai saat ini saya masih menganggap Solo itu bak cinta pertama. Mudah bikin nyaman dan sulit dilupakan. Bagaimana nggak bikin nyaman, lha wong hampir semua kebutuhan murah meriah dan mudah didapat.

Masih ingat betul saat kuliah dulu, saya dan teman-teman kerap nongkrong di salah satu HIK (Hidangan Istimewa Kampung) di seberang kampus UNS, namanya HIK Pak Hana. Dengan modal Rp5.000 saja, sudah dapat nasi kucing, gorengan, es teh, dan quality time ngobrol ngalor ngidul sampai tengah malam. Kenyamanan Kota Solo ini juga dibuktikan dengan predikat kota ternyaman di Indonesia tahun 2018, versi Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) dengan indeks penilaian 66,9 persen. Rasa-rasanya enggan untuk meninggalkan cinta pertamaku ini. Tapi karena “butuh”, saya harus merantau ke Jogja. Ya, Daerah Istimewa Yogyakarta atawa DIY yang dana istimewanya mencapai Rp1.32 triliun itu.

Hingga saat ini, saya sudah tinggal di Jogja selama lebih dari tiga tahun. Ingat betul bagaimana perasaanku saat pertama kali berangkat ke Jogja untuk menetap. Dengan antusias, saya merasa sangat siap untuk merantau dan menjajal hal baru di kota yang kata Joko Pinurbo terbuat dari rindu, pulang, dan angkringan itu. Begitu menginjakkan kaki di kamar kosan yang masih kosong melompong, saya membulatkan tekad untuk menjajal sesuatu yang baru. Menjadi pedestrian salah satunya.

Banyak yang menyangsikan niat baikku, “Yakin? Di Jogja transportasinya nanti susah, lho.” Ya, saya paham transportasi umum di Jogja masih belum optimal, tapi setidaknya tidak seruwet Jakarta. Bagiku Trans Jogja jalur 2A dari Malioboro ke daerah XT Square saja sudah cukup untuk menyokong mobilitasku yang nggak padat-padat amat. Dengan Trans Jogja yang lewat dekat kos, saya sudah bisa jalan-jalan ke Malioboro kalau bosan, ke Perpustakaan Kota pas butuh suasana baru untuk bekerja, sekalian mampir Togamas dan Siomay Telkom. Atau, saat saya harus memperpanjang SIM ke Satpas Polresta Yogyakarta. Dan, yang paling saya sukai dari Jogja adalah banyak komunitas seru yang mendukung kegemaranku. Banyak pameran dan pertunjukkan seni, acara komunitas seperti diskusi film, jalan-jalan sejarah, hingga berkebun bareng. Semua itu sangat mudah ditemui di Jogja.

Selain itu, yang membuatku betah adalah lingkungan sosial di Jogja yang tak jauh berbeda dengan lingkungan rumahku. Yang orang kadang tak sadari, orang Jogja dan Solo itu sama ramahnya. Terbukti saat mbak kosku kena Covid-19 di saat kasus lagi panas-panasnya, warga di sekitar kos tidak merundung kami, tapi malah sangat suportif. Setiap pagi, ada saja centelan kresek berisi sayur mayur, lauk dan kebutuhan lain di gerbang kos. Manis banget ya?

Baca Juga:

4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang

Suzuki Karimun Wagon R Boleh Mati, tapi Ia Mati Terhormat

Di saat sedang asyik-asyiknya menikmati Jogja dengan segala bumbu-bumbunya itu, saya kaget dengar kabar geger suporter bola, Solo vs Jogja lagi. Segerombolan pengendara motor yang mengaku sebagai suporter bola asal Solo membuat macet kawasan Tugu Jogja. Mereka bak berpesta pora di Tugu Jogja sambil nggleyer motor. Urusan geger suporter bola ini memang sudah dari dulu ada, tapi kejadian kali ini agak di luar nalar: Apa urusannya Tugu Jogja sama bola?

Namun bola panas sudah telanjur bergulir. Orang-orang bertanya-tanya, apakah kebencian juga dirasakan oleh orang sipil? Jawabannya ya, tentu saja tidak. Contohnya ya saya sendiri.

Saya tidak mewarisi kebencian tersebut. Malah, saya hidup dan mencari nafkah di kota ini. Dan saya yakin, banyak juga orang Jogja yang mencari penghidupan di Solo. Keberadaan Prameks, menurut saya, adalah pertanda bahwa kedua kota ini sebenarnya saling membutuhkan dan bergantung. Cuman nggak keliatan aja. Menurut saya loh.

Justru saya yakin, yang gelut itu juga nggak paham-paham amat kenapa mereka gelut. Mungkin alasan mereka adalah saling membalas perlakuan yang pernah diterima. Atau tidak, saya kurang tau.

Saya tidak membenci Jogja. Masalah-masalah yang ada di kota ini tak bikin saya punya cukup alasan untuk membenci. Saya justru jadi korban sentimen tersebut. Sebab, saya berpotensi kena sweeping suporter yang kerap dilakukan setelah ada konflik. Bagaimana bisa saya dan orang Solo lain bisa mewarisi kebencian jika justru kami ikutan jadi korban?

Maka, jika saya ditanya apakah saya (dan orang-orang yang saya kenal) membenci Jogja, seperti suporter saling benci satu sama lain, saya akan jawab dengan tegas: tidak. Saya tidak diwarisi dan tidak ingin diwarisi kebencian yang sama. Sebab, kebencian tersebut, justru kerap bikin saya meringkuk takut di kosan gara-gara hal yang tak saya lakukan.

Dan apa yang lebih menyedihkan ketimbang menderita atas hal yang tak pernah kita pahami?

Penulis: Siwi Nur
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Jogja (Sudah Tidak) Istimewa, Gunungkidul (Tetap) Merana

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.

Terakhir diperbarui pada 1 Agustus 2022 oleh

Tags: gesekanJogjakebenciankonflikpilihan redaksisolosuporter bola
Siwi Nur

Siwi Nur

Buruh ngetik dan ngedit yang saat ini tinggal di Jogja.

ArtikelTerkait

Sri Tanjung: Andalan Arek Jawa Timur yang Merantau di Jogja

Sri Tanjung: Andalan Arek Jawa Timur yang Merantau di Jogja

1 Juli 2022
Benarkah Pertalite Harga Baru Lebih Boros? Mari Kita Buktikan

Benarkah Pertalite Harga Baru Lebih Boros? Mari Kita Buktikan

26 September 2022
Sudah Saatnya Jogja Punya Taman Kota yang Memadai, Malu sama Solo!

Sudah Saatnya Jogja Punya Taman Kota yang Memadai, Malu sama Solo!

4 September 2024
5 Hal yang Lumrah di UNS, tapi Nggak Wajar di Kampus Lain Mojok.co

5 Hal yang Lumrah di UNS, tapi Nggak Wajar di Kampus Lain

3 September 2025
Seni Bertahan Hidup dengan Listrik 450 Watt Terminal Mojok.co

Seni Bertahan Hidup dengan Listrik 450 Watt

22 Februari 2022
5 Alasan Warlok Malas Foto di Tugu Jogja Mojok.co

5 Alasan Warlok Malas Foto di Tugu Jogja

19 Oktober 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Malang Nyaman untuk Hidup tapi Bikin Sesak Buat Bertahan Hidup (Unsplash)

Ironi Pembangunan Kota Malang: Sukses Meniru Jakarta dalam Transportasi, tapi Gagal Menghindari Banjir

5 Desember 2025
8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah (Unsplash)

8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah

3 Desember 2025
Angka Pengangguran di Karawang Tinggi dan Menjadi ironi Industri (Unsplash) Malang

Ketika Malang Sudah Menghadirkan TransJatim, Karawang Masih Santai-santai Saja, padahal Transum Adalah Hak Warga!

29 November 2025
Alasan Saya Bertahan dengan Mesin Cuci 2 Tabung di Tengah Gempuran Mesin Cuci yang Lebih Modern Mojok.co

Alasan Saya Bertahan dengan Mesin Cuci 2 Tabung di Tengah Gempuran Mesin Cuci yang Lebih Modern 

5 Desember 2025
Saya Pengguna Setia Transjakarta dan Setuju kalau Tarifnya Naik asal 4 Hal Ini Terpenuhi Mojok.co

Saya Pengguna Setia Transjakarta dan Setuju kalau Tarifnya Naik asal 4 Hal Ini Terpenuhi

29 November 2025
Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

2 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.