“Jadi mahasiswa itu mbok ya jangan kupu-kupu (kuliah-pulang kuliah-pulang). Nanti bakal susah dapat kerja”
Sebagai orang yang pernah mengenyam pendidikan tinggi atau kuliah, kalimat di atas pasti sudah tidak asing lagi di telinga kita. Kalimat di atas kerap keluar dari senior-senior di kampus, yang biasanya mereka ucapkan kepada mahasiswa yang baru masuk kuliah. Tak jarang juga kalimat ini muncul sebagai “kritik” kepada mahasiswa yang kurang aktif di kampus, atau yang biasa disebut “kupu-kupu” (kuliah-pulang kuliah pulang).
Seperti kita tahu, bahwa dunia perkuliahan atau dunia kampus tidak menjadi sekadar ruang untuk menuntut ilmu. Dunia kuliah adalah tempat yang paling pas untuk melebarkan sayap, untuk berjejaring, menjalin hubungan dengan banyak orang. Wadahnya banyak. Kita bisa masuk melalui berbagai macam organisasi mahasiswa (baik intra maupun ekstra), atau dengan menjalin hubungan dekat (bukan asmara lho ya) dengan dosen. Siapa tahu kita diajak untuk menggarap proyek-proyek mereka.
Dengan ekosistem semacam ini, dunia kuliah bisa dibilang adalah tempat yang pas untuk melatih kita sebelum masuk dunia kerja. Tak hanya melatih secara kemampuan, tapi melatih bagaimana pengaruh jejaring yang sudah kita tebar, atau melatih bagaimana mental kita. Dan semua itu bisa kita dapat dengan aktif ketika menjadi mahasiswa.
Maka tak heran jika banyak mahasiswa yang mengimani kalimat tersebut. Bahwa jika mereka ingin mudah mendapat kerja, kuncinya adalah jangan menjadi mahasiswa kupu-kupu ketika kuliah. Dan kalimat ini juga sudah terbukti. Banyak mahasiswa yang mudah mendapat kerja setelah lulus, berkat aktif ketika kuliah dan tidak menjadi mahasiswa kupu-kupu.
Lalu sekarang pertanyaannya, apakah anggapan bahwa jadi mahasiswa kupu-kupu itu akan susah dapat kerja nanti? Apakah kalau jadi mahasiswa yang aktif dan tidak kupu-kupu akan lebih mudah dapat kerja? Jawabannya tentu tidak. Sebab aktif atau tidaknya kita ketika kuliah, tidak menjadi faktor mutlak apakah kita akan lebih cepat dan lebih mudah mendapat kerja nantinya.
Daftar Isi
Mahasiswa kupu-kupu atau bukan, yang penting gigih
Begini. Mudah atau tidaknya kita dalam mendapatkan pekerjaan, itu karena kegigihan kita dalam mencari kerja. Itu poin utamanya. Poin pendukung selanjutnya adalah faktor kompetensi. Apakah kita menguasai bidang/posisi yang kita akan tuju, dan apakah itu sesuai dengan kompetensi kita, itu akan menjadi faktor pendukung. Nah, barulah faktor pendukung lain seperti relasi yang kita bangun sejak kuliah (dengan tidak menjadi mahasiswa kupu-kupu) menjadi penentu selanjutnya.
Kalian mungkin tidak setuju dengan apa yang saya tulis di paragraf sebelum ini. Mungkin juga kalian akan berpendapat sebaliknya. Kalian mungkin akan bilang kalau relasi dan jejaring yang kita bangun sejak kuliah (dengan tidak menjadi mahasiswa kupu-kupu) adalah faktor utama mudah atau tidaknya kita dalam mendapat pekerjaan. Tidak salah juga sebenarnya. Tapi sekali lagi, itu bukan faktor penentu mutlak.
Ini mungkin akan terlalu subjektif, tapi saya akan coba ambil contoh yang terjadi di sekitar saya, apa yang terjadi dengan saya dan teman-teman sekelas saya ketika kuliah.
Di kelas saya, ada beberapa kelompok mahasiswa yang kupu-kupu. Kerjaannya hanya kuliah, lalu pulang ke kos dan rumah. Kalau di kelas mereka pendiam, dan duduknya selalu di depan. Mereka juga bukan orang yang dekat dengan para dosen. Mereka hanya rajin dan tekun saja di kelas. Tidak pernah bolos (beda dengan saya, tentunya), selalu mengerjakan tugas dan mengumpulkannya tepat waktu (lagi-lagi, beda dengan saya).
Tapi apa yang terjadi setelah mereka lulus kuliah? Ya, mereka langsung mendapat pekerjaan. Mereka bekerja di sebuah penerbitan lokal. Lalu saya tanya ke mereka, kok bisa langsung dapat kerja padahal mereka nggak aktif organisasi, nggak suka nongkrong, dan kerjaannya hanya kuliah-pulang kuliah-pulang. Jawaban mereka sederhana. Sebelum lulus, mereka sudah tahu mau kerja di mana dan di bidang apa. Dan langsung setelah lulus, mereka menyebar lamaran ke tempat-tempat yang mereka tuju. Sesederhana itu.
Relasi elit, cari kerja sulit
Sebaliknya, orang-orang seperti saya dan beberapa teman saya yang lain, yang cukup aktif di kampus dan organisasi, malah lama dapat kerjanya. Saya misalnya, harus menanti selama setahun lebih untuk mendapatkan pekerjaan tetap. Teman saya lebih parah lagi. Ada beberapa dari mereka yang sampai saat ini belum juga punya pekerjaan tetap. Mereka kerja serabutan. Kadang jadi tukang bikin kopi, kadang jadi tukang sound-system, kadang jadi panitia di beberapa acara. Kadang yo mencintaimu. Halaaah teleeek.
Padahal, saya dan beberapa teman saya ini ketika kuliah bukan tipikal mahasiswa yang kupu-kupu. Saya selalu menyempatkan diri untuk nongkrong di kantin sebelum dan setelah menghadiri kelas. Tidak jarang ketika berada di kantin, saya nongkrong dengan beberapa dosen, atau beberapa teman-teman lain dari organisasi kampus.
Melihat fakta ini, bisa dibilang kalau saya dan beberapa teman saya punya lebih banyak relasi dibandingkan teman-teman yang lain yang kupu-kupu. Tapi nyatanya, teman-teman saya yang kupu-kupu lebih dulu mendapatkan pekerjaan daripada saya. Padahal kami lulusnya tidak terpaut lama. Hanya selang 4-5 bulan saja.
Bukan faktor utama
Dari apa yang terjadi kepada saya, bisa ditarik satu kesimpulan bahwa menjadi mahasiswa kupu-kupu tidak berarti akan susah mendapat kerja nantinya. Bukan itu faktor utamanya. Saya menyadari satu hal ini. Saya memang menang relasi dari teman-teman saya yang kupu-kupu. Tapi saya kalah gigih dan tekun dari mereka dalam hal mencari kerja, atau menyebar lamaran pekerjaan.
Apa yang saya alami, mungkin saja tidak dialami oleh orang-orang lain. Mungkin, orang-orang lain yang bukan tipikal mahasiswa kupu-kupu lebih cepat dapat kerja dari mahasiswa yang kupu-kupu. Bisa saja seperti itu. Namun sekali lagi, tidak menjadi mahasiswa kupu-kupu juga bukan jadi jaminan bahwa kita akan cepat dapat kerja. Jangan keburu percaya juga sama omongan senior bahwa mahasiswa kupu-kupu itu susah dapat kerja nantinya.
Sekali lagi, bahwa mudah atau tidaknya kita mendapat kerja, tidak ditentukan dari apakah kita dulunya termasuk mahasiswa yang kupu-kupu atau tidak. Siapa tahu, para mahasiswa kupu-kupu ini orang tuanya punya perusahaan dan mereka langsung ditarik untuk kerja di sana. Siapa tahu, kan?
Penulis: Iqbal AR
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Yang Mahasiswa Kupu-kupu Kan Kami, Kenapa Situ yang Repot