Jalan paling menyebalkan di Malang adalah jalan di perlimaan Tunggulwulung. Bayangin, udah jalannya sempit, banyak kendaraan melintas, jalan ini juga jadi titik temu lima jalan lainnya. Ruwet nggak tuh?
Mari kita hentikan pembicaraan soal Kota Malang dan segala romantismenya. Mari kita hentikan pembicaraan tentang betapa sejuknya Malang, murahnya harga makanan di Malang, atau indahnya pemandangan dan suasana Malang. Sekarang saatnya kita bicara tentang hal yang lebih nyata di Malang, tentang kemacetan dan semrawutnya jalan yang tidak hanya ada di jalan utama atau jalan besar, tapi juga ada di jalan-jalan kecil.
Sebagai salah satu kota tujuan kuliah, wajar rasanya jika penduduk Malang selalu bertambah tiap tahunnya. Bayangkan saja, tiap tahun akan ada puluhan ribu manusia yang akan tinggal di Kota Apel setidaknya untuk 4 tahun. Imbasnya, tidak hanya hunian yang semakin banyak, melainkan jalanan yang juga semakin padat dan menciptakan kemacetan.
Kalau biasanya kita selalu mencari jalan alternatif untuk menghindari kemacetan, sayangnya itu sudah nyaris tidak bisa dilakukan di Malang. Jalan utama dan jalan alternatif di Malang itu nyaris macet setiap hari. Apalagi kalau pas jam berangkat dan pulang kerja. Macetnya nauzubillah, benar-benar bikin emosi. Masalahnya, jalan alternatif yang macet itu jalan kecil, jalan yang mungkin hanya muat diisi tak sampai tiga mobil.
Daftar Isi
Perlimaan Tunggulwulung adalah sebuah persimpangan lima jalan di Kelurahan Tunggulwulung Malang
Dari sekian banyak jalan kecil macet yang ada di Malang, jalan yang menurut saya paling menyebalkan kalau sudah macet adalah jalan di perlimaan Tunggulwulung. Seperti namanya, jalan perlimaan Tunggulwulung adalah sebuah persimpangan lima jalan yang ada di Kelurahan Tunggulwulung, Malang.
Perlimaan Tunggulwulung merupakan salah satu jalan alternatif yang menghubungkan antara Kota Batu, Kelurahan Tlogomas, dan Tegalgondo, dengan Kota Malang dan daerah jalan besar Soekarno-Hatta. Perlimaan Tunggulwulung menjadi titik temu lima jalan, yakni Jalan Akordion, Jalan Simpang Akordion, Jalan Akordion Timur, Jalan Akordion Selatan, dan Jalan Saxophone. Nah, kendaraan-kendaraan dari lima jalan tersebut bertemu di perlimaan Tunggulwulung dan menciptakan kemacetan.
Sebagai orang Batu yang bekerja di Malang, saya mau tidak mau harus melewati jalan di perlimaan Tunggulwulung ini untuk sampai di kantor. Berhubung kantor saya berada di daerah Perumahan Permata Jingga, maka rute paling cepat dari arah Batu untuk sampai di kantor adalah melewati Jembatan Tunggul Mas (Jembatan Tlogomas). Baru setelahnya saya menuju Jalan Saxophone dan bertemu perlimaan Tunggulwulung sebelum akhirnya tiba di kantor.
Meskipun tidak setiap hari saya pergi ke kantor (seminggu hanya dua sampai tiga kali), tiap kali melewati jalan perlimaan Tunggulwulung, saya harus siap fisik dan mental. Bayangkan, saya biasa pergi ke kantor sekitar jam 4 sore, dan itu adalah jam orang pulang kerja dan sekolah. Sudah pasti jalanan di sekitar Jalan Akordion dan Jalan Saxophone, termasuk perlimaan Tunggulwulung Malang, ini macet parah. Itu yang selalu membuat emosi saya terkuras.
Baca halaman selanjutnya: Jalannya ruwet…
Jalannya ruwet
Jadi gini, jalan perlimaan Tunggulwulung adalah jalan kecil. Kelima jalan yang ada di perlimaan ini merupakan jalanan kampung yang hanya muat diisi dua mobil. Bisa sih tiga mobil, tapi mepet banget. Masalahnya, kendaraan yang lewat di sekitar perlimaan ini bukan hanya motor dan mobil kecil, tapi juga ada truk dan sesekali bus. Bayangin gimana ruwetnya melintas di sini.
Lebih ruwet lagi buat orang-orang yang lewat dari arah Jalan Saxophone seperti saya. Sebelum masuk ke titik perlimaan, ada jalan turunan lalu sedikit tanjakan. Macet di jalan datar aja udah bikin mumet, apalagi macet di jalan turunan dan tanjakan sekaligus. Sungguh tidak ramah terhadap fisik dan mental manusia sebagai pengendara.
Belum lagi kawasan di sekitaran jalan perlimaan Tunggulwulung Malang merupakan area kos-kosan mahasiswa dan tempat makan. Kepadatan jalan di sini tentu akan lebih gila dan banyak kemacetan di sana. Maklum, kawasan ini dekat dengan kampus. Ada Universitas Brawijaya, STT Malang Kampus 1, Universitas Islam Malang, dan Universitas Muhammadiyah Malang.
Ini diperparah dengan minimnya orang yang mengatur lalu lintas di sana. Tidak ada polisi berjaga di sini. Orang yang mengatur lalu lintas di jalan perlimaan Tunggulwulung ini hanya orang biasa (akamsi sana), itu pun cuma satu orang. Sekarang coba bayangin, puluhan dan bahkan ratusan kendaraan dari lima jalan itu “berebut” ingin lewat duluan di perlimaan yang lalu lintasnya hanya diatur oleh satu orang. Mumet ndase!
Tidak ada jalur alternatif lain
Tak jarang saya menemui ada kendaraan yang terserempet kendaraan lainnya saking sempitnya jalanan di sini. Hal yang terjadi selanjutnya sudah pasti cekcok antar pengendara. Melihat kemacetan di jalan sekecil itu aja sudah sumpek, apalagi melihat orang cekcok di tengah kemacetan jalan kecil. Kalau sudah begini rasanya saya pengin jadi Thanos yang menjentikkan jari agar orang-orang itu sirna.
Apesnya, saya juga tidak punya pilihan lain. Berangkat ke kantor lewat jalan perlimaan Tunggulwulung Malang ini lebih cepat dibanding lewat jalan lainnya. Kalau lewat jalan utama misalnya, saya bakal tiba di kantor lebih lama juga dan bertemu titik kemacetan lebih banyak. Makanya perlimaan Tunggulwulung ini adalah jalan alternatif terbaik untuk saat ini meskipun menyebalkan karena macetnya.
Solusinya gimana? Ya ndak tahu. Kok tanya saya? Saya itu dibayar untuk menulis, bukan dibayar untuk memikirkan solusi kemacetan, Lur!
Berharap Pemkot Malang segera mengatasi kemacetan di sini juga sia-sia, makanya saya hanya bisa mencari solusi untuk diri saya sendiri. Kalau saya lewat jalan perlimaan Tunggulwulung Malang, kuncinya adalah harus lebih sabar dan jangan terpancing emosi. Plus, saya harus menghindari jam-jam sibuk, meskipun sialnya di jam tidak sibuk sekalipun perlimaan ini tetap macet.
Penulis: Iqbal AR
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Mati Tua di Jalanan Kota Malang.