Beberapa waktu lalu saya membaca tulisan Mbak Tiara Uci di Terminal Mojok tentang iPusnas. Saya setuju, antrean peminjam buku yang panjangnya bukan main adalah salah satu kekurangan iPusnas. Saya pun heran kenapa pengelola tidak menambah jumlah copy buku-buku yang banyak diminati itu.
Di tengah banyak kekurangan iPusnas, saya tetap mengapresiasi aplikasi ini. Mahasiswa dengan kantong tipis seperti saya terselamatkan dengan layanan iPusnas yang gratis. Asal tahu saja, membeli buku-buku untuk keperluan kuliah di toko buku besar bisa mencapai ratusan ribu rupiah satuannya.
Terkait antrean buku yang terlalu panjang, sebenarnya sejak awal saya sudah memakluminya. Saya menyadari, fasilitas gratis atau murah di Indonesia pasti mengantre atau perlu waktu lebih lama daripada yang berbayar. Contohnya, antrean kendaraan subsidi BBM yang lebih panjang daripada Pertamax. Contoh lain, proses periksa BPJS Kesehatan yang lebih panjang dan ribet daripada asuransi kesehatan lain yang harganya mahal. Pokoknya yang lebih murah lebih diminati masyarakat.
Berdamai dengan antrean yang tidak masuk akal
Mengetahui watak masyarakat, membuat saya lebih legowo menerima kekurangan-kekurangan iPusnas. Apalagi saya menyadari, jumlah copy setiap judul buku tidaklah banyak. Fakta-fakta ini membantu saya menerima kalau aplikasi iPusnas pasti akan menyebalkan.
Daripada energi saya habis untuk kesal, saya menyalurkannya untuk mencari buku-buku yang tidak banyak diminati orang. Saya beberapa kali menemukan buku seperti itu. Salah satunya buku berjudul “Gajah Mada” karya almarhum Langit Kresna Hariadi. Saking sukanya dengan buku ini, saya sampai membeli buku fisiknya setelah membacanya iPusnas.
Memang sih buku bacaan itu selera. Buku yang saya anggap bagus belum tentu menarik di mata orang lain. Namun, poin pentingnya adalah kalian juga bisa lho menemukan buku-buku menarik lainnya yang sesuai dengan selera dan antreannya tidak panjang.
iPusnas Berhasil Mengusir kegabutan
Tampilan aplikasi iPusnas yang cukup nyaman membuat saya cenderung memaafkan kekurangan iPusnas lainnya. Tampilannya tidak melelahkan, benar-benar nyaman ketika membaca. Fitur bookmark juga memudahkan pembaca mencari halaman terakhir.
Itu mengapa saya betah berlama-lama membaca melalui aplikasi iPusnas. Walaupun saya akui, membaca di layar gadget tidak seenak membaca buku fisik. Iya, saya lebih suka pengalaman membaca dengan merasakan tekstur dan bau buku. Membaca secara fisik juga tidak terpengaruhi oleh notifikasi.
Terlepas dari pengalaman membaca yang lebih saya suka, aplikasi iPusnas berhasil mengusir kegabutan. Saya bisa menghabiskan 1-2 buku dalam waktu seminggu. Benar-benar waktu saya menjadi jauh lebih berfaedah daripada scrolling media sosial hingga overthinking.
Secara garis besar, pengalaman saya selama ini menggunakan iPunas cukup baik. Namun, ini bukan berarti perpustakaan digital itu tidak perlu berbenah ya. iPusnas punya segudang pekerjaan rumah yang perlu segera diselesaikan, terutama antrean peminjaman buku yang panjang. Sebab, bukan sekali dua kali saya mendengar keluhan tentang ini.
Penulis: Diaz Robigo
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Rekomendasi Buku Bagus yang Tersedia di iPusnas.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.