TERMINAL MOJOK – Pandemi memaksa pendiri usaha brand Lemonto ini melirik bisnis online. Tanpa ia nyana, usaha online menjadi awal kisah suksesnya.
Seperti atlet Benteng Takeshi, pedagang online juga kerap menemui banyak rintangan saat beraksi. Semangat dan keyakinan “Doakan aku ya, aku pasti bisa!” harus dimiliki, meski sesekali dapat komentar “Bodoh sekali dia, Yang Mulia” dari sana-sini.
Wajar, namanya juga risiko bisnis online, pedagang harus kuat mental dan akal. Zaman sekarang ini, jangankan berdagang, kita berdiri diam saja bisa kena cibiran. Apalagi kalau berdirinya di tengah jalan raya sambil TikTokan.
Semangat dan yakin yang saya maksud di sini bukan berarti bertindak tanpa evaluasi, lho ya. Setiap hambatan yang hadir saat menjalankan usaha online mesti dianalisis titik salahnya agar tak terulang. Bentuk refleksi ini juga macam-macam, salah satunya pijat refleksi. Tapi, satu bentuk yang paling efektif: minta pendapat dari praktisi berpengalaman.
Masuk akal dong. Kalau mobil Anda rusak, ya Anda sebaiknya minta saran perbaikan dari montir beneran, bukan dari Sarah Azhari. Meskipun doi pernah jadi pemeran di sinetron “Montir-Montir Cantik”, tapi nggak gitu juga cara mainnya.
Makanya, Rabu (13/10) kemarin, saya memutuskan belajar bisnis online dari Beny Irwanto dan Raynalfie Budi Rahardjo. Beny adalah pendiri start-up berbasis pertanian lemon di Banyuwangi yang menjual produk sari lemon botolan bernama Lemonto. Sementara Alvi, panggilan Raynalfie, sudah lima tahun membantu petani tambak udang melakukan digitalisasi usaha lewat aplikasi Jala Tech.
Keduanya kebetulan mengisi lokakarya daring yang diadakan iForte, perusahaan penyedia jasa layanan internet yang lagi bikin kompetisi model bisnis untuk pemilik Usaha Kecil, Mikro, dan Menengah (UMKM) se-Indonesia. Buat yang ketinggalan info perlombaan, saya pernah tuliskan segala hal tentangnya di tautan ini.
Kisah sukses pengusaha bisnis online
Beny jadi yang pertama berbagi, membuka kisah sukses dengan cerita kebangkrutan bisnis makanan ringannya pada 2019 (gara-gara apa lagi kalau bukan pandemi). Saat itu, ia mengaku belum memanfaatkan internet dan hanya berharap pada penjualan produknya di beberapa toko oleh-oleh lewat mekanisme konsinyasi (titip jual). Saat ia beralih mendirikan Lemonto pada April 2020, ia mengubah pendekatan berjualan jadi serba-online.
“Kondisi awal pandemi, saya memikirkan kebutuhan apa yang paling dibutuhkan masyarakat. Ternyata, ada potensi lokal komoditi lemon dari petani lokal di desa saya. Awalnya saya jualan lemon segar, tapi kok nggak bisa ngirim jauh karena durasi simpan buah yang pendek, akhirnya solusinya bikin sari lemon,” kata Beny dalam webinar bertema “Kisah Sukses Digitalisasi UMKM di Indonesia” itu.
Andalan usaha Beny adalah platform e-commerce seperti Tokopedia dan Shopee. Tapi yang lebih ampuh ialah jaringan 31 reseller di berbagai wilayah Indonesia, yang membuat bisnisnya lancar tanpa terkendala batas wilayah. Beny mengaku sudah pernah mengirim Lemonto sampai Papua dan Sulawesi. Meski belum mampu memiliki pelanggan dari kalangan pelajar Hogwarts, catatan di atas tetap impresif lah untuk ukuran usaha yang baru jalan dua tahun.
Beny yang adalah sarjana Teknologi Pangan IPB mengklaim usahanya menganut prinsip zero-waste, alias tidak ada bahan baku yang terbuang jadi limbah. Kulit lemon sisa perasan sedang dikembangkannya menjadi essential oil, sabun wajah, dan cairan pencuci tangan. Diversifikasi usaha tidak hanya membuatnya punya produk alternatif, tapi juga ramah lingkungan. Pemberdayaan masyarakat sekitar dengan prinsip berkelanjutan tersebut membuatnya diganjar juara 1 Jagoan Tani Banyuwangi 2021 dan berhak atas hadiah Rp50 juta dari Pemkab Banyuwangi. Bener-bener kisah sukses kan.
Beny bilang, ilmu sabar sangat penting apabila kita menjalani usaha online, khususnya terkait promosi. Sebab, saat menyelami dunia pemasaran daring, ia menyebut pengusaha sering tergiur untuk langsung membayar iklan.
“Kalau belum ada dana, mending promosi organik [gratisan] dulu. Yang penting konsisten unggah [konten] dan interaktif sama calon pembeli. Kalau belum menguasai ilmunya juga jangan dulu [promosi berbayar]. Kalau dipaksakan malah rugi. Harus kuasai ilmunya. Kalau dalam segi keilmuan nggak sempat belajar, bisa ajak teman untuk jadi partner agar memudahkan,” saran Beny.
Tips selanjutnya: jangan sungkan minta bantuan orang lain. Di bisnis sebelum Lemonto, Beny mengaku mengerjakan pemasaran, produksi, dan distribusi seorang diri. Meski semua-semuanya mandiri, untungnya Beny nggak membeli produknya sendiri juga. Kan lawak.
Pengalaman apa-apa sendiri itu ia sesali dan jadikan pelajaran saat membangun Lemonto. “Mengerjakan semuanya sendiri itu bikin capek, lantas jadi kurang berkembang. Selain mitra petani lokal, saya sekarang punya tim juga yang membantu saya memperluas jangkauan pemasaran,” tutup Beny.
Kisah sukses Alvi, narasumber kedua, juga nggak kalah inspiratif.
Doi mendedikasikan waktunya mendampingi pengelola tambak udang agar pelan-pelan melakukan digitalisasi usaha tambaknya. Bersama Jala Tech, Alvi berhasil membantu ribuan petani mengefisiensikan waktunya bekerja. Teknologi utama yang sangat berguna adalah alat ukur kualitas air via aplikasi. Kini, mitra petambak udang Jala Tech telah memiliki alat ukur kualitas air demi menjaga air dalam kondisi terbaik bagi perkembangan para udang.
Selain itu, di aplikasi tersebut, Jala Tech juga membantu petambak melakukan monitoring tambak-tambaknya tanpa harus setiap hari mampir, mengatur sistem pencatatan keuangan secara digital, atau mengecek harga pasar. Sampai sini, tolong jangan tanya apakah udang adalah hewan yang hanya memiliki dua huruf sebab “u dan g”. Saya pukul, nih.
Tips dari Raynalfie, sebelum melakukan digitalisasi usaha, wajib hukumnya memahami luar-dalam proses usaha kita sendiri dulu. “Pahami prosesnya. Setelah paham, kita bisa melihat hal-hal apa saja yang memungkinkan untuk berpindah ke digital, baru pilah,” kata Alvi dalam webinar. Misalnya, apabila setelah dievaluasi usaha kita memerlukan unggahan konten media sosial secara konsisten, kita bisa menggunakan aplikasi seperti HootSuite dalam hal penjadwalan.
Tips lain dari Alvi, “Di ranah komunikasi digital, kami bertemu petambak hanya via chat. Yang harus diperhatikan pengusaha online adalah, gimana kita bisa membangun keramahtamahan dalam komunikasi lewat platform digital sehingga punya kedekatan emosional. Ini poin penting untuk mengikat pelanggan,” tambah Alvi.
Nah, kalau yang ini saya paham dan sudah terapkan. Misalnya, dengan mengakhiri kalimat dengan kata “hehe” biar terkesan ramah, lalu menghindari ketikan menggunakan huruf gede-kecil diselingi angka k4YaQ g1nihh hanya karena ingin nostalgia masa muda. Usahakan juga jangan merespons pertanyaan calon pembeli dengan, “Aku udah jelasin panjang lebar gini ke kamu, ada yang marah nggak?”
Terakhir, ada kesamaan saran antara Beny dan Alvi. Keduanya sama-sama merekomendasikan pemula bisnis online untuk ikutan banyak kompetisi usaha demi tambahan modal. Salah satunya ya kayak kompetisi iFortepreneur 4.0 ini. Hadiahnya kan lumayan banget buat pengembangan usaha.
“Dulu kami juga ikut kompetisi-kompetisi tersebut untuk support dana pengembangan teknologi. Selain uang, kompetisi juga memberikan network yang punya spirit sama sehingga terpacu berkembang lebih jauh,” cerita Alvi.
Sementara, Beny memberikan bocoran bagaimana bisnis online bisa dilirik investor ataupun berpeluang besar menang kompetisi. “Selain idenya orisinil, kalau bisa bisnisnya berkelanjutan atau sustainable. Lalu, memberikan dampak sosial dan ekonomi bagi masyarakat sekitar. Tiga hal ini bisa menarik pendanaan dari investor nantinya,” tutup Beny.
Saran Beny benar belaka. Para pengusaha harus lebih peka terhadap dampak lingkungan yang dihasilkan dari proses usahanya. Apalagi, menurut riset, konsumen muda kini semakin kritis sama perubahan iklim. Tidak menjadi ignorant adalah hal terkecil yang bisa kita lakukan.
Eh tapi, ngomong-ngomong, saya udah jelasin panjang lebar gini nggak ada yang marah kan?
Artikel ini ditayangkan atas kerja sama Mojok dan iForte.