Tahun ini Indonesia memperingati Hari Guru Nasional yang ke-75. Sudah pasti dunia pendidikan, apalagi peranan guru, disorot. Ada yang memperingatinya dengan memberikan seremonial dan penghargaan, namun tidak sedikit yang mengkritik para pahlawan tanpa tanda jasa ini.
Sementara itu, dari pihak para guru sendiri yaaa soal “itu-itu” saja yang dibahas. Bagaimana caranya para guru bisa meningkatkan kesejahteraan hidup agar lebih baik. Bahkan bisa jadi beberapa guru sudah kehilangan harapan untuk sekadar hidup layak. Anehnya, ketika profesi lain yang memperjuangkan kenaikan gajinya dianggap heroik, curhatan para guru justru dianggap tabu.
Kita masih ingat nasihat Pak Muhadjir saat menjabat sebagai mendikbud, “Kalau sekarang gaji guru sedikit, apalagi guru honorer, ya nikmati saja. Nanti masuk surga.” Hmmm, Pak, cara masuk surga itu banyak. Nabi saja mengajarkan doa fiddunya hasanah wafil akhiroti hasanah. Masa ini nyuruh orang cuma hasanah di akhiratnya saja?
Eh, tapi gaji guru di Indonesia itu sama “rendahnya” lho dengan gaji guru di Finlandia. Itu lho negara yang didapuk dengan sistem pendidikan terbaik versi OECD. Berdasarkan tes PISA yang rutin diadakan setiap tiga tahun sejak tahun 2000, Finlandia selalu menempati urutan pertama dari awal hingga tahun 2015. Keren dong pendidikan di sana, gimana kondisi gurunya ya?
Guru di Finlandia digaji 2520 Euro alias 40 juta Rupiah. Lho, banyak dong. Eits, kita bandingkan dulu nih. Gaji lulusan SMA di Finlandia rata-rata 2600 Euro, sedangkan gaji sarjana adalah 3300 Euro. Belum lagi nih, konon banyak guru yang menghabiskan 80% gajinya hanya untuk sewa rumah karena kebanyakan homeless. Malahan tombok dong. Jadi, jangan dilihat angkanya gaes, tapi nilai uangnya di sana. Kalau di Finlandia, semua guru di sana PNS, jadi semua sama gajinya.
Dengan gaji yang sekecil itu di sana, beban kerja mereka cukup rendah lho. Sekolah di Finlandia cuma berdurasi tiga sampai lima jam sehari, tentunya lima hari dalam satu pekan. Itu saja setiap pergantian jam ada waktu istirahat 15 menit. Penak ta? Siswa nggak ada PR yang berarti guru juga nggak perlu capek koreksi. Tiap guru membuat kurikulum sendiri sampai evaluasinya. Ada sih acuan nasional tapi longgar banget.
Sebaliknya di Indonesia, tuntutan untuk guru banyak banget. Apalagi di masa pandemi ini, banyak guru lembur buat bikin video pembelajaran atau koreksi kerjaan siswa. Kerja normalnya sih dari jam tujuh pagi sampai jam empat sore bagi yang lima hari kerja. Sama-sama lima hari kerja saja beda banget durasi kerjanya dalam sehari. Istirahat cuma 50 menit yang dibagi dalam dua sesi. Kebayang nggak tuh jenuhnya guru yang dapat jatah mengajar 30 jam sepekan. Belum lagi tuntutan kurikulum 2013 yang penilaiannya hyuh, ribet, Bos!
Ada pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Rumus masing-masing penilaian itu berbeda. Pengetahuan pakai rata-rata. Keterampilan pakai rata-rata dari yang terbaik. Sikap diambil yang paling menonjol. Bentuk penilaiannya ada penugasan, ulangan, proyek, jurnal, produk, dan portofolio. Wis ribet pokokmen. Meski sudah nggak ada ranking secara kurikulum, tetap saja orang tua nanyain ranking anaknya tiap bagi rapor.
Jadi, cukup “adil” kalau di Finlandia itu gaji guru kecil. Sekali lagi jangan lihat angkanya saja, tapi nilai uangnya. Di sana guru sangat dimanjakan beban kerjanya. Itu semua adalah harga yang pantas lho, Bro. Karena di Finlandia yang boleh jadi guru hanyalah lulusan terbaik dan langsung disubsidi pemerintah untuk S2. Tesis mereka pun harus dipublikasikan. Indonesia baru menirunya akhir-akhir ini, lulusan pascasarjana harus memiliki publikasi Scopus.
Jelas banget ya untuk mengambil profesi guru di Finlandia harus berjuang menjadi yang terbaik. Pantaslah dapat kerjaan yang “santai”. Ibarat kata pepatah, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian. Sedangkan di Indonesia, beban guru yang banyak karena dulu terlalu gampang jadi guru. Ada yang seleksi kampusnya longgar, terus ada yang kuliahnya bukan keguruan tapi banting setir jadi guru karena nggak ada kerjaan lain. Tenang, bukan sampeyan kok.
BACA JUGA Kalau Ada Orang yang Meremehkan Skill Microsoft Office, Biasanya karena Nggak Paham dan tulisan Alqaan Maqbullah Ilmi lainnya.