Gedung Birao Tegal dari masa ke masa
Sebagai salah satu landmark yang ada di Kota Tegal, Gedung Birao telah menjadi saksi bisu sejarah. Pada masa Revolusi Kemerdekaan 1945, kantor Birao menjadi tempat favorit untuk pengibaran bendera Merah Putih. Gedung ini juga pernah menjadi kantor Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), kantor Dinas Pekerjaan Umum (PU) serta kantor keuangan. Terakhir, gedung yang terdiri atas 4 lantai itu difungsikan sebagai kampus Universitas Pancasakti (UPS) Kota Tegal.
Saat difungsikan sebagai kampus, Gedung Birao juga menjadi saksi perubahan dinamika politik di Kota Tegal. Tepatnya, peristiwa aksi reformasi masa pemerintahan Walikota Zakir (1995-2000). Sayang, setelah masa sewa berakhir, UPS tidak lagi memperpanjang kontrak untuk menggunakan Gedung Birao Tegal. Saya lupa kapan persisnya, sependek ingatan saya, tolong koreksi kalau salah, mungkin sekitar 2008 karena pada saat itu gedung ini mulai kosong.
Di awal-awal kekosongannya, sempat beredar kabar bahwa gedung ini akan digunakan untuk Pusdiklat Teknik Jalan Rel pada 2012. Namun, hingga detik ini, wacana itu tidak juga terealisasi. Sempat pula santer kabar bahwa Gedung Birao akan difungsikan sebagai museum. Cuma, ya, mbuh.
Berbeda nasib dengan Lawang Sewu
Walau Gedung Birao Tegal bentuknya mirip dengan Lawang Sewu, nasib dua gedung itu jauh berbeda. Lawang menjadi objek wisata ternama di Semarang. Setiap tahun ada ratusan ribu wisatawan yang mengunjunginya.
Sementara Gedung Birao Tegal tidak seberuntung itu. Gedung lawas itu dibiarkan kosong begitu saja. Gedung Birao Tegal memang sudah menjadi salah satu destinasi wisata di Kota Bahari, tapi pengunjung hanya bisa menikmati bentuknya dari balik pagar. Berbeda dengan Lawang Sewu yang mengizinkan pengunjung menelusuri setiap lekuk bangunan.
Mungkin pengelola khawatir pengunjung yang datang bisa merusak bangunan yang tercatat sebagai Cagar Budaya. Namun, bukan berarti Gedung Birao tidak bisa dijadikan sebagai tempat wisata seperti Lawang Sewu. Pemanfaatan Cagar Budaya sebagai objek wisata justru bisa menciptakan hubungan resiprokal. Dengan dibuka untuk umum, diharapkan mampu menumbuhkan apresiasi pengunjung atas warisan leluhur beserta makna kultural yang dikandungnya.
Sebagai bagian dari wong Tegal, saya nggak ikhlas Gedung Birao Tegal kosong dan tak terurus. Apalagi, kosongnya Gedung Birao ini sudah terjadi selama 10 tahun lebih. Andai gedung Birao bisa lebih diperhatikan, misalnya dengan direvitalisasi sebelum dibuka untuk umum, tentu hal tersebut akan sangat menggembirakan. Jangan mal, bioskop sama kafe-kafe kekiniannya aja yang diberi kesempatan berkembang, giliran bangunan bersejarah nggak ada yang mau gerak.
Penulis: Dyan Arfiana Ayu Puspita
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Kejayaan Bioskop Marina Tegal Tidak Bersisa, Kini Tinggal Gedung Lapuk yang Hampir Ambruk
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.