Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Ganti Nama Tidak Menjamin Apa-apa, Bajingan Tetaplah Bajingan sekalipun Ganti Nama Seribu Kali

Prabu Yudianto oleh Prabu Yudianto
30 Agustus 2024
A A
Ganti Nama Tidak Menjamin Apa-apa, Bajingan Tetaplah Bajingan sekalipun Ganti Nama Seribu Kali

Ganti Nama Tidak Menjamin Apa-apa, Bajingan Tetaplah Bajingan sekalipun Ganti Nama Seribu Kali

Share on FacebookShare on Twitter

Ketika lahir, bayi cantik itu diberi nama Ratna. Sebuah nama yang sangat cantik. Artinya adalah batu mulia atau perhiasan indah. Sayang sekali, Ratna kecil sering sakit panas. Kerabat bilang Ratna kabotan jeneng alias namanya terlalu “berat” untuk disematkan. Akhirnya diputuskan untuk ganti nama Ratna menjadi Uwuh, yang artinya sampah.

Ini bukan fiksi, karena Kak Uwuh itu kerabat jauh saya. Urusan ganti nama juga bukan hal langka. Namun umum dilakukan oleh masyarakat Jawa. Mengganti nama dipercaya menghindarkan anak dari kesialan. Terutama jika nama yang disematkan dianggap terlalu indah dan maknanya hebat.

Tapi apa benar demikian? Apakah ganti nama bisa menjawab masalah kesehatan dan nasib sial? Atau bisa menghindari mental bajingan si anak ketika dewasa dan berkuasa?

Ganti nama tidak hanya karena sakit-sakitan

Budaya ganti nama pada masyarakat Jawa sudah setua peradaban. Saya sendiri belum menemukan kapan budaya ganti nama ini dimulai. Budaya ini juga bukan melulu berlandaskan buang sial. Banyak orang yang mengganti namanya karena pencapaian hidupnya.

Salah satu budaya ganti nama yang mulai hilang adalah ketika dewasa. Dulu masyarakat Jawa, terutama laki-laki, mengganti nama setelah dewasa. Kadang sebelum menikah, kadang setelahnya. Alasannya sangat filosofis. Mengganti nama saat dewasa adalah bentuk peralihan dari bocah menjadi laki-laki yang bertanggung jawab.

Ganti nama juga dilakukan ketika dianugrahi nama baru oleh penguasa. Misal oleh Sultan. Budaya ini dilakukan ketika seseorang mendapat jabatan dan posisi baru. Biasanya akan ditambahkan gelar kehormatan seperti KGPH atau KPH. Nama yang diberikan juga sangat filosofis.

Yang terakhir adalah perkara nasib sial tadi. Anak yang sakit-sakitan dan sering apes dinilai punya nama yang berat. Makna filosofis dari nama tersebut tidak pantas disandang si anak. Biasanya budaya ini muncul di masyarakat menengah ke bawah dan bukan bangsawan. Sialnya, nama pengganti sering bermakna kelewat jelek. Misal nama Kak Uwuh tadi.

Budaya feodal yang tidak menjawab masalah

Tapi apakah ganti nama adalah solusi dari kemalangan? Tentu saja tidak. Bahkan urusan sakit-sakitan sekalipun. Misal si anak punya penyakit genetis, mau ganti nama seribu kali juga sama saja. Yang harus dilakukan bukan selamatan ganti nama, tapi mendapat perawatan medis!

Baca Juga:

5 Kebiasaan Feodal di Sekolah yang Tidak Disadari dan Harus Segera Dibasmi

Kampus Bukan Kerajaan, Dosen Bukan Sultan, dan Mahasiswa Bukan Rakyat yang Pantas Diinjak-injak

Ganti nama juga tidak selalu mencegah kemalangan seseorang. Seperti kata pepatah, hari sial tidak ada di kalender. Jika sering mengalami kemalangan, mungkin bukan namanya yang bermasalah. Tapi kurang berhati-hati. Apalagi jika perilakunya goblok seperti manusia brengsek yang ngebut semaunya. Sudah pasti kecelakaan yang menanti.

Saya pribadi bisa menjadi bukti. Ketika selamatan kelahiran saya, ada tetangga yang protes. “Namanya kok berat sekali, nanti gampang sakit lho,” ujar tetangga saya dalam bahasa Jawa. Toh buktinya saya tidak sakit-sakitan. Jika hari ini saya mudah darah tinggi, itu karena terlalu banyak manusia pekok.

Saya melihat budaya ini sangat feodal. Ketika seorang anak lahir di masyarakat kelas bawah, ia dipandang tidak sanggup menyandang nama yang megah. Hanya anak bangsawan yang pantas menyandang nama indah dengan filosofis dalam.

Perkara ganti nama ini juga melebarkan jurang kesenjangan sosial. Pada akhirnya, nama anak bangsawan akan berbeda dengan rakyat jelata. Akibatnya penerimaan masyarakat juga akan berbeda. Saya juga merasakan itu. Ketika orang tahu nama saya “Prabu,” orang langsung mengira saya adalah bangsawan.

Mau ganti nama apa pun, bajingan akan tetap bajingan

Ketika budaya ganti nama ini jadi viral, banyak yang penasaran,“Apakah ganti nama akan memengaruhi pribadi seseorang saat dewasa?” Tentu saya akan menjawab tidak! Meskipun nama adalah doa, tapi bukan berarti memengaruhi hidup si anak secara langsung.

Misal kerabat saya Kak Uwuh. Meskipun namanya berarti sampah, Kak Uwuh jauh dari namanya. Kini ia adalah sosok yang molek dan penuh kasih. Kesan sampah jauh dari rupa maupun perilakunya. Saya juga sama. Nama Prabu tidak menjamin saya untuk jadi raja, apalagi di Jogja. Malah jadi tukang kritik raja yang beneran.

Dalam budaya Jawa, nama memang bentuk doa dan harapan. Namun akibat dari keputusan si anak tetap akan ditanggung sendiri. Maka jangan kaget juga ketika ada orang bernama sangat indah namun perilakunya membuat Dajjal minder.

Jangan kaget juga ketika ada orang yang ganti nama namun perilakunya tetap bajingan. Meskipun harapannya agar orang itu tidak sakit-sakitan apalagi penuh kesialan. Karena nama tidak akan menghalangi mental brengsek dan rakus. Nama memang doa, tapi tetap ada yang hidup tidak sesuai namanya. Contohnya sih, Anda sudah tahu ya.

Penulis: Prabu Yudianto
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Mengenang Fenomena Anak Ganti Nama karena Sakit yang Kini Sudah Menghilang

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 30 Agustus 2024 oleh

Tags: bangsawanBudayafeodalismeganti namaKesehatansifat
Prabu Yudianto

Prabu Yudianto

Penulis kelahiran Yogyakarta. Bekerja sebagai manajer marketing. Founder Academy of BUG. Co-Founder Kelas Menulis Bahagia. Fans PSIM dan West Ham United!

ArtikelTerkait

idul adha

Cobaan Saat Idul Adha: Nasib Tidak Suka Daging Sapi Maupun Kambing

11 Agustus 2019
angela diggie push rank mobile legends berhenti main mobile legends game mobile online hal menyebalkan orang menyebalkan magic chess mojok.co

4 Alasan Kenapa Harus Berhenti Main Mobile Legends

19 Agustus 2020
kambing guling

Serba Serbi Perilaku Para Tamu Kondangan dan Kambing Guling yang Selalu Menjadi Primadona

24 Oktober 2019
6 Penyakit Nggak Keren Zaman Dulu yang Sekarang Jarang Ditemui terminal mojok

6 Penyakit Nggak Keren Zaman Dulu yang Sekarang Jarang Ditemui

17 Juli 2021
Panduan Singkat Sebelum Memutuskan Membeli Whey Protein terminal mojok

Panduan Singkat Sebelum Memutuskan Membeli Whey Protein

19 Juli 2021
Americano dan Coffee Culture Menarik Lainnya di Korea Selatan Terminal Mojok

Americano dan Coffee Culture Menarik Lainnya di Korea Selatan

4 Maret 2022
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Nggak Ada Gunanya Dosen Ngasih Tugas Artikel Akademik dan Wajib Terbit, Cuma Bikin Mahasiswa Stres!

Dosen yang Minta Mahasiswa untuk Kuliah Mandiri Lebih Pemalas dari Mahasiswa Itu Sendiri

5 Desember 2025
3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

4 Desember 2025
7 Fakta Surabaya yang Bikin Kota Lain Cuma Bisa Gigit Jari

7 Fakta Surabaya yang Bikin Kota Lain Cuma Bisa Gigit Jari

30 November 2025
Sudah Saatnya Bandara di Indonesia Menjadi Ruang untuk Mempopulerkan Makanan Khas Daerah

Sudah Saatnya Bandara di Indonesia Menjadi Ruang untuk Mempopulerkan Makanan Khas Daerah

3 Desember 2025
Pengalaman Nonton di CGV J-Walk Jogja: Murah tapi Bikin Capek

Pengalaman Nonton di CGV J-Walk Jogja: Murah tapi Bikin Capek

4 Desember 2025
Pengajar Curhat Oversharing ke Murid Itu Bikin Muak (Unsplash)

Tolong, Jadi Pengajar Jangan Curhat Oversharing ke Murid atau Mahasiswa, Kami Cuma Mau Belajar

30 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana
  • Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.