Raga Danzo memang sudah lama binasa bagi Konoha. Jiwanya pun entah bermuara ke mana. Surga? Atau bahkan menuju neraka paling dalam? Saya nggak paham konsep dosa dan pahala di sana. Wajahnya tak dibuatkan patung hidup, sebagaimana para Hokage yang berjasa besar. Hiruzen berjasa banyak, Danzo pun sebenarnya tak berbeda. Hanya saja, jasa Danzo adalah keributan dan huru-hara yang ia wariskan.
Entah pemakanan Danzo kini berada di mana. Jenazahnya dilarung, dikubur, atau bahkan dibiarkan membusuk. Nggak ada yang peduli juga, sih. Sekalipun ada dan dibuatkan sebuah museum penghormatan, saya yakin generasi sakit hati atas tingkahnya ini tiap hari akan berziarah dengan cara mengencingi pemakamannya. Anda mengatakan saya tega menulis seperti ini? Bahkan sepak terjang seorang Danzo ini lebih tega daripada apa yang saya tulis.
Ia adalah partner in crime Hiruzen sekaligus pesaing ketat dalam mempertaruhkan posisi Sandaime Hokage. Mungkin, jika selisih Danzo dan Tobirama Senju tidak terpisah jauh, Danzo akan melakukan segala cara agar menggulingkan kekuasaan Hokage Kedua. Danzo bahkan membentuk organisasi tandingan bagi Anbu, yakni Ne. Cara-cara licik macam ini menghadirkan bumbu-bumbu kudeta ala Danzo.
Bagaimanapun Danzo adalah salah satu tetua desa yang berpengaruh. Pemikirannya selalu dipertimbangkan atau paling nggak didengarkan oleh Hiruzen. Namanya kini masih abu-abu di Konoha. Jiwanya hilang, namun hantu-hantu Danzo ini masih menempel di kepala para generasi tua yang memiliki tabiat buruk dengan berlindung di balik namanya.
Konoha TV, secara mencengangkan, memutar film berjudul Pengkhianatan Uchiha di bulan September kemarin. Padahal, menurut kajian sejarah, film yang dibuat selama Pemerintahan Danzo—yang menjabat saat itu—hanya fiksi dan jauh akan realitas sesungguhnya. Film tersebut seakan media terbaik untuk keturunan Danzo buat cuci tangan dari dosa masa silam.
Banyak yang protes penayangan film ini bisa merusak sejarah sesungguhnya Desa Konoha. Banyak pula petisi dan penolakan dengan cara yang elegan. Namun tetap saja, pihak Konoha TV seakan tutup mata dan berdalih bahwa “Film ini banyak digandrungi, jadi kami putar”. Setali dengan generasi tua yang terus dicekoki film ini selama beberapa dekade lamanya, menempel dengan paripurna tanpa melihat realitas sesungguhnya.
Film ini mengkambinghitamkan Klan Uchiha secara luas karena dianggap berkhianat kepada Konoha. Lebih spesifik lagi, film ini menuding sosok Itachi dengan bersimbah darah seraya berkata, “Darah itu merah, Anbu!” sebagai dalang utama. Padahal, ya, sosok Danzo lah yang terlibat banyak dalam perangai pengkhianatan Uchiha. Klan Uchiha membunuh beberapa tokoh terkemuka Konoha, sedangkan Danzo dan Ne melakukan pembalasan dengan pembantaian massal Klan Uchiha. Danzo pahlawan? Menggelikan.
Itachi adalah sosok yang cinta damai dan dihasut dengan sempurna oleh Danzo si biadab. Ia yang bukan Hokage dan tentunya ingin menjadi Hokage, menempuh jalannya sendiri dengan cara yang salah kaprah. Padahal, di hari yang sama ketika Itachi menggenosida klannya, Hiruzen sudah mempersiapkan nota perdamaian dengan Klan Uchiha demi menambal rapat potensi Perang Dunia Shinobi Keempat. Setelah Itachi berhasil membantai, hasilnya hanya generasi sakit hati seperti Sasuke yang menanggung beban seumur hidupnya.
Bayangkan saja, seorang anak sekecil Sasuke melihat keluarganya dibunuh atas dasar suruhan si bajingan Danzo. Setelah semua kesampaian, yang disalahkan justru Itachi, kakak dari Sasuke. Generasi muda seperti Sasuke yang menciptakan dendam kesumat sampai dibalut dengan percikan kebencian atas nama Mangekyou Sharingan.
Mengapa Danzo bisa mulus menyalahkan Itachi? Lantaran setelah membantai klannya, Itachi dianggap pengkhianat desa dan mengkultuskan diri sebagai anggota Akatsuki. Itachi juga ingin melihat adiknya, Sasuke Uchiha, agar menjadi pribadi yang bakoh dan kuat karena dendam kepada dirinya. Danzo yang diuntungkan dalam kasus ini. Selama Itachi memutuskan pergi, Sasuke memupuk dendam, Danzo membuat film fiktif Pengkhianatan Uchiha dengan Akatsuki sebagai organisasi terlarang.
Semakin jadilah Danzo dengan segala tabiatnya menyalahkan organisasi terlarang ini. Ia menyuruh generasi ke generasi untuk melihat film ini. Dampaknya? Ketika Boruto dan Sarada sudah menggunakan alat ninja, masih ada saja yang menyerukan “kebangkitan Akatsuki” atau “awas bahaya laten Akatsuki!” di pojok-pojok Konoha.
Tentu hal yang menggelikan menengok Akatsuki hanya sebuah paham yang telah binasa. Setelah Zetsu mati, semua tinggal nama. Hanya pemikiran-pemikiran mereka yang merasa disubordinasi oleh keadilan yang masih bergelora di ruang-ruang diskusi walau akhirnya digerebek dan diberangus juga oleh aparat (Anbu). Sisanya, isu kebangkitan Akatsuki hanya dipergunakan bagi para politisi yang ingin mendompleng namanya atas isu ini. Supaya terlihat pahlawan, padahal ya nggak ada bedanya sama Danzo.
BACA JUGA Naruto, Orang Baik yang Tetap Baik Meski Disakiti dan tulisan Gusti Aditya lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.