Selain Snow White, Evil Queen juga harusnya dikasihani…
Dongeng biasanya memang diperuntukan sebagai bacaan pengantar tidur kepada anak-anak. Cerita dongeng umumnya dituturkan secara turun temurun, dari mulut ke mulut. Makanya tidak ada yang tahu pasti siapakah pembuat cerita yang sebenarnya. Masyarakat percaya bahwa dongeng sesungguhnya adalah cerita rakyat di suatu daerah yang dibuat untuk sebuah tujuan mulia. Sejumlah besar dongeng klasik berisikan nasihat para orang tua yang dibalut dalam cerita menarik agar petuah-petuah tersebut mudah dicerna oleh logika anak kecil.
Namun ternyata, orang dewasa pun bisa mengambil nilai-nilai yang terkandung dalam suatu cerita anak. Salah satu dongeng klasik terpopuler di dunia adalah Snow White atau Putri Salju yang berasal dari abad ke-18. Cerita rakyat dari Jerman yang dikumpulkan dan disusun oleh Grimm Bersaudara ini telah dibuat dalam berbagai versi dengan beberapa perubahan di sebagian babak. Latar belakang penyesuaian kisah Snow White dari versi orisinalnya menyesuaikan dengan era serta pasar sasaran untuk dongeng lawas tersebut.
Cerita tentang Putri Salju yang paling banyak dikenal oleh orang di berbagai belahan dunia adalah Snow White and The Seven Dwarfs yang merupakan kreasi visual dari perusahaan raksasa di industri perfilman internasional, Disney. Mengenai versi dan berbagai kontroversinya sudah pernah dibahas sebelumnya pada artikel ini. Yang menjadi perhatian dalam dongeng Snow White ini adalah munculnya sosok antagonis yang direka agar terlihat begitu keji, Evil Queen. Ratu sekaligus ibu sambung Snow White tersebut digambarkan sebagai sosok wanita nomor satu di negeri tersebut sekaligus sebagai seorang penyihir andal.
Ketika masih kanak-kanak, wajar apabila kita mengidolakan sosok Putri Salju yang lemah lembut dan dicitrakan sebagai tokoh protagonis yang teraniaya tetapi nyaris sempurna. Di sisi lain, mungkin kita dulu begitu fasih saat mengutuk tindakan yang dilakukan oleh Evil Queen atau Ratu Jahat demi menyingkirkan Snow White dari kerajaannya. Padahal sesungguhnya, Evil Queen merupakan figur yang patut diberi iba. Ia adalah korban dari paradigma kecantikan perempuan yang ternyata sudah mengakar sedemikan rupa sejak beberapa ratus tahun lalu, bahkan dalam lingkup global. Evil Queen mengemban image seorang wanita dewasa yang penuh kedengkian terhadap anak tirinya yang memiliki kecantikan luar biasa.
Merujuk pada versi aslinya, Snow White ditokohkan sebagai perempuan yang memiliki banyak privilese. Selain sebagai seorang pewaris tahta—yang tentu saja bergelimangan harta dan punya kuasa—ia juga dianugerahi rupa sempurna alias good looking kalau kata anak zaman now. Ketika ibu kandung Snow White masih hidup, ia berdoa agar anaknya memiliki rambut sehitam eboni, bibir semerah darahnya yang mengucur akibat tertusuk jarum sulam, serta kulit seputih salju yang turun dan terlihat dari kaca jendela ketika Sang Ratu tengah menyulam.
Dari paragraf awal saja sudah jelas bahwa stereotip kecantikan ragawi sudah dimunculkan sejak semula. Mengapa ibu kandung Putri Salju tidak mengucap doa agar anaknya diberi kebijaksanaan atau kecerdasaan mengingat buah hatinya tersebut merupakan penerus istana yang mempimpin rakyat mereka? Tidakkah permohonan ratu tersebut terlihat dangkal sekali seolah ia lebih khawatir bila anaknya tidak rupawan daripada anaknya memiliki kapasitas sebagai seorang pemimpin? Atau mungkin pada masa itu, nilai seorang perempuan ditentukan oleh penampilannya saja dan hanya gender tertentu yang boleh menduduki posisi penting dalam suatu pemerintahan?
Seluruh tindakan represif terhadap eksistensi perempuan tersebut nyatanya membawa korban. Ya, Evil Queen adalah contoh perempuan yang menjadi kambing hitam dalam perlakuan ketidakadilan tersebut. Lihat saja, ia adalah seorang ratu yang juga berlaku sebagai ibu Snow White. Dari peran ini saja sudah jelas bahwa Evil Queen memiliki wewenang yang jauh lebih tinggi daripada Snow White. Padahal, Snow White versi Grimm Bersaudara hanyalah seorang anak perempuan ABG yang bahkan akan menuruti apa saja kata Ibunda Ratu seperti bekerja sebagaimana dayang istana.
Mengapa Evil Queen merasa terancam dengan keberadaan Snow White padahal ia tidak memiliki anak dari pernikahannya dengan raja sekaligus ayah kandung Snow White? Masuk akal bila Evil Queen ingin memusnahkan anak sambungnya dengan alasan agar anak kandungnya nantilah yang akan menduduki singgasana. Lucunya, satu-satunya alasan Evil Queen membunuh Putri Salju, tak lain dan tak bukan, adalah karena merasa kalah cantik.
Pastinya, Evil Queen bukanlah orang yang buruk rupa karena ia adalah sosok pendamping pilihan raja. Namun, mungkin ia tidak mempunyai rambut sehitam eboni, bibir semerah darah, atau kulit seputih salju. Dengan paradigma kemolekan seperti itu, bisa saja Evil Queen merasa tidak cukup jelita untuk menjadi bangsawan di negerinya. Satu-satunya cara mendongkrak kembali rasa percaya dirinya adalah dengan menghapus pandangan kecantikan yang konyol tersebut. Atau cara termudahnya adalah menghilangkan figur yang menjadi tolok ukur kecantikan itu. Sungguh, Evil Queen yang malang!
Penulis: Paula Gianita Primasari
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 3 Alasan Dongeng Klasik Snow White Tak Diceritakan pada Anak.