Lini masa Twitter beberapa hari ini didominasi oleh kata kunci hasil percakapan yang tercetus dari suatu drama di forum space Twitter, Safa Space. Disclaimer dulu, ya. Saya akan menanggapi masalah ini dari sudut pandang orang awam yang nggak terjun ke dunia per-K Pop-an. Saya juga nggak punya niat sama sekali untuk menyinggung fans K-Pop di luar sana. Buat yang belum tahu kronologi Safa Space, kira-kira begini rangkumannya.
Ada seorang penggemar idol K-Pop NCT Dream dari kubu solo stan (hanya suka satu member) bernama Safa yang nggak terima jika idolanya di-ship dengan member NCT lainnya, seperti Renjun dan Jae Min. Akibatnya, Safa melakukan ujaran kebencian, terutama kepada kedua member tadi dan memantik amarah dari fans lain yang nggak terima idolanya dihujat.
Safa kemudian diteror dan disuruh meminta maaf. Tapi setelah sempat meminta maaf, Safa mengulangi lagi perbuatannya. Para fans dari member lain yang merasa tersinggung akhirnya membuat forum space di Twitter yang juga ada Safa di dalamnya. Safa dirujak habis-habisan di forum berdurasi 2,5 jam itu. Intinya, dia didesak untuk minta maaf. Di space Twitter tersebut, mereka sampai ngomong lah soal surat pernyataan bermaterai yang ditandatangani orang tua Safa, ngerekam video, bawa-bawa meja hijau, dsb. Seketika saya langsung terbayang adegan khas ala-ala senior yang keroyokan ngelabrak juniornya.
Saya nggak habis pikir sih, betapa nekatnya Safa yang berani menyenggol fans paling fanatik itu. Kalau saya sih sudah pasti nggak sanggup cari masalah dengan orang-orang seperti mereka. Saya setuju kalau dia bersalah. Ujaran kebencian pada siapa pun itu adalah perbuatan yang tercela dan saya nggak berupaya menormalisasinya.
Walaupun yang dihujat berada jauh di belahan bumi lainnya dan kemungkinan besar nggak tahu kalau sedang dihujat, tetap saja ujaran kebencian itu nggak benar. Jika nggak kenal secara langsung kepribadian seseorang, jangan menghakimi seenak dengkul, dong. Buat apa sih sibuk mengorek-ngorek kesalahan orang lain? Lagi pula, orang yang dihujat saja belum tentu tahu eksistensi kita di dunia ini.
Saya sedikit memahami fanatisme fandom lantaran saya punya beberapa teman yang wibu dan K-Popers. Menurut mereka, fanwar di media sosial itu adalah hal yang biasa dan nggak masalah selama masih dalam batas untuk seru-seruan dan nggak sampai pada ancaman dunia nyata. Tapi, yang menggelikan dari peradilan massa di Safa Space itu adalah tuntutan-tuntutan yang dilontarkan barisan fans sakit hati pada Safa.
Kok bisa sih masalah ujaran kebencian idol K-Pop saja sampai disuruh bikin surat bermaterai ditandatangani orang tua? Gimana coba perasaan aneh orang tua Safa yang diminta membubuhkan tanda tangan untuk masalah semacam ini? Yang lebih kocaknya lagi, ada seorang fans yang mengaku berumur 29 tahun dan aktivis HAM mencecar Safa yang notabene masih anak sekolahan. Kok si Mbak ini mau-maunya turun tangan ke masalah yang dibuat anak di bawah umur dan larut terbawa emosi pula.
Baiklah, saya juga setuju bahwa Safa salah, tapi kenapa si Mbak musti abuse of power, sih? Dalam Safa Space Twitter yang viral itu, si Mbak ini bilang jika ayahnya tentara, adiknya polisi, kakak calon suaminya kapolda, dosennya kader Golkar, dan dia mengancam bisa memutasi atau menurunkan pangkat ayah Safa di kepolisian jika Safa masih nekat menghujat idolanya. Tentu saja dimutasi atau turun pangkat karena alasan masalah K-Pop itu kan sangat konyol dan menggelikan. Dari kasus ini kita bisa mengambil pelajaran bahwa usia dan latar belakang sebagai orang yang terdidik nggak sepenuhnya menjamin kebijaksanaan seseorang.
Anehnya lagi, perbuatan ujaran kebencian oleh Safa ini diancam akan dipidanakan dengan UU ITE tentang pencemaran nama baik. Hei, di kepolisian mana kalian mau melapor? Wong idol-nya saja ada di Korea. Yang sesungguhnya berhak melaporkan Safa tentunya sang idol yang bersangkutan atau manajemen yang menaunginya. Polisi Indonesia sudah terlalu banyak terbebani dengan kasus di dalam negeri yang belum tuntas, masa masih mau ditambahi aduan masalah K-Pop segala. Bisa-bisa aduan kalian cuma diketawain terus disuruh pulang sama pak polisinya.
Apa yang dilakukan Mbak Sabrina dan kawan-kawannya di forum Safa Space ini tentunya menjadi sebuah blunder. Permintaan maaf dan janji untuk nggak mengulangi ujaran kebencian yang mereka tuntut pada Safa justru tertutup oleh kekonyolan mereka sendiri. Sorotan masyarakat tentunya lebih terarah pada perundungan ini ketimbang ujaran kebencian yang justru mempertebal stigma negatif terhadap fandom K-Pop.
Akibat ulah konyol oknum-oknum ini yang terekspos ke permukaan, maka terjadi generalisasi bahwa fandom K-Pop itu barbar dan lebih banyak negatifnya. Lebih jauh lagi, bahkan idolanya ikut diserang orang-orang awam yang cuma mau ikut-ikutan, padahal sang idola saja nggak tahu masalahnya.
Dari masalah ini kita bisa melihat bahwa fanatisme fandom K-Pop itu sungguh luar biasa, heroik, dan penuh totalitas. Bisa dibilang loyalitas bela idola mereka nggak kalah dengan bela negara.
Penulis: Erma Kumala Dewi
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Jadi Fans Fanatik K-Pop Adalah Cara Saya Menjauhi Kenakalan Remaja.