Tinggal di bawah kaki bukit di Kabupaten Semanu, Gunungkidul, tak bisa dimungkiri, begitu menyenangkan. Tapi, apa-apa yang menyenangkan, punya sisi tak menyenangkan juga.
Gunungkidul adalah benteng terakhir saya bersembunyi di tengah manusia yang sibuk berlomba-lomba mengejar duniawi. Ingar-bingar di kota-kota besar nggak begitu berpengaruh terhadap kondisi desa saya. Mayoritas warga di kampung saya tetap menjalani kehidupan sehari-hari dengan santai dan tetap wedangan di pagi dan sore hari.
Sebagai gambaran, saya tinggal di pelosok desa di bawah kaki bukit ujung timur Kecamatan Semanu, Gunungkidul. Lahir dan tumbuh besar di wilayah ini adalah kado terindah dari Tuhan yang patut saya syukuri. Nggak cuma diapit keindahan bentang alam karst, tempat tinggal saya juga dihuni oleh orang-orang baik, yang mayoritas bekerja di sektor pertanian.
Setiap wilayah atau daerah tentu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, tak terkecuali di desa saya. Meski alam masih tampak alami dan asri, ada beberapa hal yang kadang bikin saya menderita tinggal di kaki bukit Semanu Gunungkidul. Berikut derita tinggal di bawah kaki bukit yang acap saya rasakan.
Konsumsi air keruh saat musim hujan
Salah satu derita tinggal di kaki bukit Semanu Gunungkidul, yakni sering mengonsumsi air keruh saat musim hujan. Mayoritas warga di Kecamatan Semanu mengambil air di PDAM Tirta Handayani, yang mana setiap bulan harus membayar tarif sesuai penggunaan air.
Biasanya, saat musim hujan turun, saya terpaksa harus minum, mandi, dan mencuci pakai air berwarna cokelat cappuccino. Kondisi ini sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu karena masalah instalasi pengolah air (IPA) yang tidak memadai. Padahal, akhir tahun 2022 lalu harga air naik, yang semula Rp3,75 rupiah per liter menjadi 4,75 rupiah per liter, tapi kondisi air keruh saat musim hujan tetap dibiarkan begitu saja.
Baik air keruh maupun jernih, biaya yang harus dikeluarkan per bulan nggak ada bedanya. Mengingat harga air yang cenderung naik dari tahun ke tahun, harusnya pihak PDAM membenahi sistem instalasi yang ada. Faktanya, sampai sekarang, meski harga air naik, sebagian warga Semanu terpaksa harus mengonsumsi air kotor.
Kaki bukit Semanu termasuk area susah sinyal
Berbahagialah buat kalian yang kerja di rumah dan kampungnya nggak terkena gangguan susah sinyal. Percayalah, WFH di area susah sinyal itu benar-benar menyedihkan. Mau pakai provider apa saja, setiap kali langit mendung, di kampung saya sinyal bakalan nyungsep.
Ini yang saya rasakan bertahun-tahun tinggal di kaki bukit. Bayangkan saja ketika ada deadline kerjaan, lalu tiba-tiba sinyal hilang, seketika perasaan menjadi runyam dan ketar-ketir. Selain banyak pekerjaan tertunda gara-gara sinyal sialan, kondisi ini juga meningkatkan risiko baku hantam sama atasan.
Selain itu, hal menyebalkan lainnya adalah ngambil duit aja susah. Ngambil doang lho.
Baca halaman selanjutnya