Pengadaan study tour itu sebenarnya hampir nggak ada guna untuk guru dan sekolah. Herannya masih banyak yang beranggapan bahwa program study tour itu bikin sekolah kaya dan guru mengantongi banyak laba, dan guru bisa ikutan piknik suka-suka. Sesungguhnya anggapan itu salah belaka.
Jika menganggap study tour itu membuat guru atau sekolah mendapat penghasilan gelap tak terkira, mungkin dikira mengadakan study tour itu kayak jualan apa ya? Atau kayak jual kacang goreng untuk siswa? Padahal, study tour itu diadakan sebagian besar karena permintaan siswa sendiri.
Iya, betul, permintaan siswa sendiri. Tidak sedikit kadang kami para guru mendapati wali muridlah yang menghendaki piknik. Meskipun kelak akhirnya kami baru ketahui bahwa ada wali murid yang punya bisnis biro dan berharap supaya bironya dipakai.
Sekolah memberi fasilitas program study tour itu karena banyak permintaan dari siswa. Dan tentu saja program ini sesungguhnya memfasilitasi siswa untuk punya pengalaman lebih dalam pergi ke luar kota. Ya apalagi siswa dengan keluarga yang jarang piknik atau tidak pernah sama sekali. Dengan difasilitasi sekolah, siswa jadi punya pengalaman yang lebih banyak. Karena program ini murni buat siswa jadi nggak ada itu tujuan untuk mendapatkan keuntungan sama sekali.
Guru harus siap berjaga saat siswa suka-suka
Di saat study tour, banyak siswa yang tentu bergembira ria. Ya memang piknik bersama teman itu menyenangkan, tapi jangan dikira guru juga bisa ikut ceria. Besarnya tanggung jawab dalam hal ini sebagai guru pendamping, membuat guru bisa-bisa memilih tidak tidur demi menjamin kondisi aman bagi siswa.
Ini bukan hanya saat sampai di tempat tujuan, tapi bahkan dari awal keberangkatan saat siswa masih perjalanan di dalam bus. Selain ada siswa yang mabuk, tak sedikit juga kadang-kadang dapat siswa yang kelakuannya emang kurang ajar. Dari siswa yang nekat merokok di bus, sampe merusak fasilitas yang ada di bus.
Kalau hal ini terjadi, jelas guru pendamping yang harus bertanggung jawab. Dibilang nggak bisa mendidik siswa sampai nggak becus mengurus siswanya sendiri. Percayalah, kelakuan model begini ini ada dan nyata.
Setelah sampai di area wisata dengan menggunakan akomodasi hotel, guru juga harus bersiap dengan kejutan yang sering bikin jantung mau copot. Ada siswa yang nyamperin ke kamar pacarnya dan mencoba menginap bareng. Ada siswa yang bahkan ngelayap malam-malam dan baru pulang dini hari sampai hotel. Belum lagi juga kadang ditemukan siswa yang merusak fasilitas miik hotel.
Guru tidak hanya berjaga semalam suntuk tapi juga harus menjamin siswa-siswa tidak bikin masalah. Apalagi jika spot piknik itu di pantai. Bukan main pengawasan yang harus dilakukan oleh guru. Ya kali semua siswa yang usianya masih remaja ini gampang dinasihatin. Dalam jiwa mereka yang cenderung memberontak, kadang nasihat tiada guna.
Diberi peringatan untuk jangan sampai di tengah pantai, tampaknya hormon mereka yang sedang menguasai otak seolah-olah suka menantang bahaya. Selama saya menjadi pengawas untuk piknik siswa, sudah tak terhingga rasanya memperingatkan siswa saat piknik ke pantai.
Study tour nggak bikin guru untung
Kalau dipikir-pikir, keuntungan material apa sih yang didapat guru dari study tour? Jawabannya ya nggak ada. Memang nggak ada. Nominal harga yang diberi jasa biro perjalanan pada sekolah itu nominal yang ditentukan dari biro sendiri. Jadi kalaupun yang untung ya bironya. Toh kalo nyari untung ya tetap saja lumrah to?
Biro perjalanan ambil untung dari tiap kepala siswa itu bukan yang melanggar hukum. Sama saja kayak orang jualan jasa cukur rambut yang tentu saja pencukur ini lumrah jika ambil untung. Tapi keuntungan tetaplah masuk kantong pemilik jasa biro. Kalaupun sebagian jasa biro memberikan semacam cashback pada sekolah, meskipun ini jarang, hanya dalam bentuk persentase kecil yang berbentuk barang. Semisal kaos atau jaket. Kalau duit, saya nggak tau, saya nggak nemu. Saya tentu nggak akan ngomong yang saya nggak alami.
Jika ada yang bilang study tour ini memaksa, saya bisa bilang nggak ada itu yang memaksa. Kalaupun ditemui beberapa sekolah mempengaruhi atau ada unsur memaksa, saya yakin itu hanya dari beberapa pihak saja. Sebenarnya gampang aja, jika ada salah satu guru yang tampak memaksa bisa laporkan ke kepala sekolah. Toh tidak ada itu aturannya sekolah memaksa.
Justru kebanyakan yang saya temui siswa banyak yang ingin ikut atau memaksa ingin ikut. Memaksa ini biasanya karena dari orang tua yang tidak mengizinkan. Beberapa kali bahkan saya membujuk siswa jika tidak ikut study tour pun tidak apa-apa. Izin orang tua itu yang paling penting. Meskipun demikian, yang ingin study tour ini tetaplah banyak.
Baca halaman selanjutnya




















