Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Dea Anugrah dan Betapa Melawan Influencer Itu Nggak Ada Gunanya

Raflidila Azhar oleh Raflidila Azhar
4 Juni 2021
A A
Dea Anugrah dan Betapa Melawan Influencer Itu Nggak Ada Gunanya terminal mojok
Share on FacebookShare on Twitter

Jagat Twitter belakangan ramai karena twit Dea Anugrah, seorang sastrawan dan wartawan—bukan influencer—yang memberikan pendapat tentang ketidaksetujuannya dengan biaya-biaya nggak masuk akal yang diterima para influencer. Menurutnya, pendapatan yang kelewat besar itu berbanding jauh sekali dengan bayaran para buruh yang memproduksi barang yang akan diiklankan dengan jasa para si influencer.

Dea Anugrah memulai twitnya dengan menumpahkan kekesalan sebagian orang—atau mungkin semua?—yang merasa pendapatan 80 juta per bulan seorang influencer adalah bentuk ketidakadilan, karena orang-orang yang memproduksi barang yang diiklankan si influencer pun terpaut jauh sekali dengan pendapatan mereka. Namun, ia dihujani kritik dari mereka yang juga dari kalangan yang sama, dengan dalih berbeda-beda.

Padahal, Dea Anugrah sebenarnya hanya ingin menggambarkan betapa jasa si buruh atau orang yang memproduksi barang yang diiklankan si influencer sejatinya jauh lebih penting ketimbang si influencer itu sendiri. Pernyataan ini bisa diuji dengan contoh berikut: jika suatu hari produksi barang terhenti karena buruh pekerjanya—katakanlah—mogok atau berangsur-angsur berkurang, si influencer berpotensi kehilangan pendapatan 80 jutanya karena barang apa yang akan diiklankannya jika produksi barang itu sendiri terhenti?

“Tapi, kan nggak mungkin produksi barang itu berhenti. Pasti akan muncul barang-barang baru yang terus diproduksi. Dengan diproduksinya barang, otomatis jasa marketing lewat influencer akan selalu dibutuhkan,” ucap seorang kawan yang menggandrungi salah seorang influencer. Untuk saat ini mungkin iya, kemungkinannya sedikit. Tapi, itu sudah cukup untuk memberikan gambaran kepada para influencer jika posisi si buruh jauh lebih fundamental daripada mereka yang hanya bertugas sebagai “distributor”.

“High Risk, High Earn”

Ada argumen yang menurut saya lucu. Argumen dari seorang selebtwit yang mencoba membalas cuitan Dea dengan mengambil tema “High Risk, High Earn” dengan menjadikan Awkarin contoh; bagaimana ia dirundung di awal karirnya, sampai akhirnya menjadi sesukses sekarang. Dengan dalih kesehatan mentalnya Awkarin akibat dirundung netizen, si selebtwit menjadikannya sebagai proyeksi “High Risk” dan karena itu ia menjadi sesukses sekarang atau “High Earn”. Nggak, di sini saya bukan menganggap jika pergulatan mental nggak termasuk kategori “High Risk”. Hanya, cara si selebtwit membandingkan jauh dari sasaran.

Jika memang hubungan antara “High Risk, High Return” ini relevan, maka para penambang belerang di Ijen, Banyuwangi, tentu harusnya sekarang kaya raya atau pendapatan buruh pengeboran minyak harusnya lebih besar dari eksekutif tempatnya bekerja yang hanya ongkang-ongkang kaki di kantor. Dari keduanya kita tahu hubungan antara High Risk dan High Earn ini nggak relevan.

Gaji yang layak

Ada lagi yang bertanya, atau bisa dibilang berpendapat dengan pertanyaan, nggak masalah rasanya jika kita bisa menggaji bawahan kita dengan gaji yang layak jika pendapatan sebagai influencer bisa sebesar itu. Berbicara kelayakan tentu harus ada ukuran. Pertanyaannya adalah konkret kah ukurannya itu? Maksudnya, apakah standar kelayakan hanya sebatas UMR? Atau ada rate lain yang dijadikan patokan si influencer dalam menggaji para karyawannya. Jika iya, apakah lebih dari 50% penghasilan si influencer? Saya rasa nggak juga. Tapi, toh itu pasti jadi rahasia dapur si influencer dan nggak akan diumbar pada khalayak publik.

Perdebatan di atas muncul—menurut saya—penyebabnya hanya satu, twit Dea Anugrah itu menjadi viral. Layaknya cahaya pada laron, para influencer yang merasa “disinggung” melihatnya sebagai cahaya yang perlu dikunjungi. Laronnya siapa? Saya yakin pembaca juga pasti paham. Bentuk keviralan inilah yang dikejar oleh para influencer. Mereka merasa perlu hadir di setiap bentuk keviralan, apa pun itu. Kenapa? Dengan begitu, sorotan dunia maya berpotensi mengarah ke mereka dan hal itu berpotensi menaikkan engagement dengan sekadar menumpang di tengah-tengah keviralan. Seperti Om Deddy yang menyesal mengundang Aldi Taher, padahal ia sendiri yang merasa perlu mengundangnya.

Baca Juga:

Akun Affiliate yang Jualan Numpang Tragedi Itu Biadab, dan Semoga Nggak Laku!

Saya Lebih Percaya Dokter Tirta daripada Influencer Kesehatan Lainnya, To The Point, dan Walk The Talk!

Dan, dengan basis pendukung maya yang besar, upaya Dea Anugrah itu hanya akan ditunggangi para influencer untuk menaikkan pamor mereka sendiri. Dengan begitu, melawan influencer justru nggak ada gunanya. Karena dengan melawan mereka, kita hanya menyediakan cahaya lampu untuk dikerubungi laron-laron itu.

Sumber Gambar: YouTube Buruan.co

BACA JUGA 3 Alasan Fiki Naki Pantas Jadi Influencer Panutan di Mata Emak-emak seperti Saya dan tulisan Raflidila Azhar lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 21 Desember 2021 oleh

Tags: dea anugrahinfluencerPojok Tubir TerminalTwitter
Raflidila Azhar

Raflidila Azhar

Baru selesai studi Sastra Inggris di UIN Malang, kampus pesantren Indonesia.

ArtikelTerkait

Pentingnya Minta Persetujuan Penerima Sedekah Sebelum Dijadikan Konten Medsos

7 Juni 2021
Panduan Cepat untuk Jadi Sosok yang Terkenal di Twitter terminal mojok.co

Panduan Cepat untuk Jadi Sosok yang Terkenal di Twitter

30 November 2020
tetaplah bahagia meski hampir gila mojok

Tetaplah Bahagia, meski Hampir Gila

17 Juli 2021
Nikah Gratis di KUA: Sebuah Tren yang Layak Dinormalisasi dan Dirayakan

Nikah Gratis di KUA: Sebuah Tren yang Layak Dinormalisasi dan Dirayakan

2 Februari 2023
Belajar Digital Marketing dari Blunder Txtdaripemerintah dan Puan Maharani terminal mojok.co

Belajar Digital Marketing dari Blunder Txtdaripemerintah dan Puan Maharani

8 Desember 2021
Affiliator Sesat: Promosi Barang KW dengan Iming-iming Separuh Harga

Affiliator Sesat: Promosi Barang KW dengan Iming-iming Separuh Harga

7 Januari 2024
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

3 Alasan Saya Lebih Senang Nonton Film di Bioskop Jadul Rajawali Purwokerto daripada Bioskop Modern di Mall Mojok.co

3 Alasan Saya Lebih Senang Nonton Film di Bioskop Jadul Rajawali Purwokerto daripada Bioskop Modern di Mall

5 Desember 2025
4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop Mojok.co

4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop

4 Desember 2025
Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

1 Desember 2025
Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

2 Desember 2025
Bukan Hanya Perpustakaan Daerah, Semua Pelayanan Publik Itu Jam Operasionalnya Kacau Semua!

Bukan Hanya Perpustakaan Daerah, Semua Pelayanan Publik Itu Jam Operasionalnya Kacau Semua!

1 Desember 2025
Video Tukang Parkir Geledah Dasbor Motor di Parkiran Matos Malang Adalah Contoh Terbaik Betapa Problematik Profesi Ini parkir kampus tukang parkir resmi mawar preman pensiun tukang parkir kafe di malang surabaya, tukang parkir liar lahan parkir

Rebutan Lahan Parkir Itu Sama Tuanya dengan Umur Peradaban, dan Mungkin Akan Tetap Ada Hingga Kiamat

2 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.