Mari kita jalan-jalan ke Makassar. Jalan-jalannya virtual saja tapi, ya. Eits, sebelum jalan-jalan ke Makassar, nggak ada salahnya kenalan dulu sama beberapa kata dalam bahasa Indonesia—yang sudah sering kalian baca, dengar, ataupun baca—yang juga bisa kalian temui di Makassar atau dalam percakapan orang Makassar, tetapi punya arti yang berbeda. Jadi, satu kata yang sama, tetapi punya arti yang berbeda.
Apa saja itu? Berikut beberapa contohnya.
#1 Kita
Untuk kata “kita”, saya yakin sudah cukup banyak teman-teman di luar SulSel yang tahu bahwa kata “kita” dalam bahasa Indonesia, berbeda pengertiannya dengan kata “kita” dalam percakapan orang Makassar. Jika “kita” dalam bahasa Indonesia berarti saya dan kamu, bagi orang Makassar, “kita” berarti kamu dalam tingkat yang lebih sopan. Nah, sementara itu, bahasa Makassarnya “kita” adalah “katte”.
Kita’ ji pacarku
(Cuma kamu pacarku)
#2 Jarang
Kata “jarang” dalam bahasa Indonesia berarti renggang atau lebar jaraknya; bersela-sela; tidak kerap. Jadi, kata jarang ini berfungsi sebagai kata keterangan yang berhubungan dengan kekerapan (frekuentatif). Nah, kalau dalam bahasa daerah Makassar, kata “jarang” itu berarti kuda.
Jauh banget, ya, bedanya?
Perihal perbedaan arti kata “jarang” dalam bahasa Indonesia dan bahasa Makassar, ada satu jokes bapack-bapack yang sudah sering saya dengar sejak masih kecil. Ceritanya begini:
Pada suatu hari, di sebuah warung kopi, ada beberapa bapak-bapak yang lagi ngumpul. Saat lagi asyik ngumpul sambil ngopi, datang satu bapak-bapak yang kebetulan belum lama tinggal di Makassar alias pendatang dari kampung. Nggak tahu, deh, dia ngapain ke Makassar.
Singkat cerita, bapak-bapak yang baru datang itu cerita kalau sepedanya hilang. Lalu, di antara beberapa bapak-bapak yang lagi ngumpul tadi, ada satu orang yang memberi respons dengan kalimat, “Aiii… Di sini itu kalau sepeda yang hilang jarang didapat.”
Mendengar kalimat itu, bapak-bapak yang kehilangan sepeda bukannya sedih, malah senang, dong. Dia pikir sepeda yang hilang, tapi nanti dapatnya kuda. Dalam bahasa Makassar, “jarang” itu kan “kuda”. Makanya si bapak berpikir nanti sepedanya akan diganti dengan kuda. Padahal kan nggak gitu maksud sebenarnya. Si bapak terlalu polos, deh, kayaknya.
Jokes bapack-bapack banget, kan? Tapi lucu, sih. Wqwqwq.
#3 Tanya
Dalam bahasa Indonesia, kata “tanya” itu berarti permintaan keterangan (penjelasan dan sebagainya), sedangkan dalam percakapan orang Makassar, kata “tanya” itu tidak selalu bersifat pertanyaan atau meminta penjelasan. Bisa juga bermaksud melaporkan atau memberi tahu dari mana asalnya sebuah informasi.
“Kutanya ko mamakku, nah.”
(Kalau diartikan dalam bahasa Indonesia, kurang lebih begini: “Aku laporin kamu ke mamaku, ya!”)
“Siapa tanya ko?”
(Kalau diartikan dalam bahasa Indonesia, artinya nggak selalu, “Siapa yang bertanya sama kamu?”, tetapi bisa juga maksudnya, “Siapa yang kasih tahu kamu?”)
“Upin yang tanya ka.”
(Upin yang memberi tahu saya)
#4 Mami
Pada umumnya, kata “mami” dikenal sebagai salah satu sapaan kepada ibu. Namun, dalam dialek Makassar, kata “mami” ini termasuk salah satu partikel yang bisa berarti tinggal, sisa, atau bisa juga sebagai penegasan dalam kalimat yang memperingatkan. Begini contohnya:
“Kau mami ini ditunggu.”
(Tinggal kamu ini yang ditunggu atau tinggal nungguin kamu, nih)
“Satu mami bajuku.”
(Bajuku tinggal satu/bajuku sisa satu)
“Hati-hati mami ko kalau lewat situ!”
(Kamu hati-hati kalau lewat situ)
Khusus untuk kalimat seperti ini, tujuan kalimat itu disampaikan biasanya terbagi dua. Bisa bersifat mengingatkan, tetapi bisa juga berupa ancaman. Untuk bisa membedakannya, ya harus melihat percakapannya secara utuh.
Nah, itulah beberapa kalimat yang sama-sama ada dalam bahasa Indonesia maupun percakapan orang Makassar dan bahasa daerah Makassar, tetapi punya arti yang berbeda. Kalau ada yang mau menambahkan, boleh banget. Berhubung contoh terakhir saya menyebutkan salah satu partikel dalam dialek Makassar, sepertinya saya jadi tertarik untuk menulis partikel-partikel yang lain.
Hmmm… Markicob!
BACA JUGA Lagu “Makassar Bisa Tonji” yang Sindir Kebiasaan Logat dan Okkots dan tulisan Utamy Ningsih lainnya.