Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Gaya Hidup Personality

Culture Shock Orang Jawa ketika Pertama Kali ke Mekkah dan Madinah

Tiara Uci oleh Tiara Uci
8 Juli 2022
A A
Culture Shock Orang Jawa Ketika Pertama Kali ke Mekkah dan Madinah Terminal Mojok

Culture Shock Orang Jawa Ketika Pertama Kali ke Mekkah dan Madinah (Unsplash.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Beberapa hari lalu saya membaca artikel di Terminal Mojok tentang culture shock. Ada yang menceritakan culture shock orang Jawa yang merantau di Sulawesi, culture shock anak SMA yang kuliah di UIN, culture shock wong Solo di Bandung, dan masih banyak culture shock lainnya. Sebagai manusia yang pernah mengalami hal serupa, saya juga ingin menceritakan perasaan shock atau terkejut yang pernah saya rasakan saat berkunjung ke Mekkah dan Madinah, tepatnya saat saya umrah untuk pertama kalinya.

Btw, saya umrah bukan karena banyak duit, tapi karena dapat gratisan. Beneran nggak mengeluarkan  uang sepeser pun, malah dapat sangu juga. Kapan-kapan saya ceritakan pengalaman dapat umrah gratis, deh. Sekarang saya ingin menceritakan tentang culture shock terlebih dahulu, bagaimana perasaan orang Jawa yang medok cum ndeso seperti saya ini saat pertama kali menginjakkan kaki di Madinah dan Mekkah, kota suci bagi umat Islam di seluruh dunia.

#1 Salat nggak harus mengenakan mukena

Sebagai perempuan berhijab yang tumbuh dan besar di Jawa. Saya terbiasa menggunakan mukena ketika salat. Mayoritas masjid di Surabaya atau Indonesia pada umumnya juga selalu menyediakan mukena. Saya kira, di Mekkah dan Madinah pun demikian. Anggapan saya tersebut diperkuat dengan seringnya saya mendapat oleh-oleh dari orang yang pergi haji ataupun umrah berupa mukena. Ha yo makin yakin  saya kalau mukena adalah starter pack wajib perempuan saat salat. Jebule pikiran awam saya keliru.

Ketika salat di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram, sebagian besar perempuan justru salat dengan abaya, tanpa repot-repot menggunakan mukena lagi. Abaya yang dikenakan umumnya berwarna hitam, longgar, dan nggak banyak motif alias polosan. Kalau saya amati, perempuan yang masih memakai mukena saat di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram adalah orang Indonesia dan Malaysia.

Tolong jangan dinyinyirin, yah, mungkin memang pengetahuan agama saya kurang atau gimana. Saya baru beneran ngeh dan paham kalau abaya sah-sah saja digunakan salat asalkan menutupi aurat ya pas umrah itu. Betapa cupunya saya ini. Hadeeeh.

#2 Nggak ada kotak amal

Seperti yang saya ceritakan di awal, saya umrah kan gratis, eh, diberi uang saku pula. Kalau dipikir-pikir, kok kurang ajar kalau saya ini nggak bersyukur kepada Gusti Allah. Jadi, saya berencana untuk menyedekahkan uang saku tersebut ketika berada di Masjid Nabawi atau Masjidil Haram.

Namun, betapa terkejutnya saya ketika sampai di Masjid Nabawi ternyata di sana nggak ada kotak amal, begitu juga di Masjidil Haram. Kondisi tersebut jelas berbeda sekali dengan di negara kita. Sebagian besar masjid di Indonesia menyediakan kotak amal, biasanya posisinya juga sangat strategis, tepat di dekat pintu masuk masjid.

Selain kotak amal, ada hal lain yang nggak bisa saya temukan. Percaya atau nggak, di Madinah dan Mekkah, kita nggak bakalan menemukan pengemis. Ha lak yo bingung, terus yang disebut fakir miskin di sini siapa, Rek? Kalau kita ingin bersedekah diberikan kepada siapa? Pikiran tersebut terus menghantui saya sampai dua hari dua malam. Lalu saya memberanikan diri bertanya kepada teman. Blio pun menyarankan untuk diberikan ke tukang sapu atau tukang bersih-bersih di sekitar Masjid Nabawi dan Masjidil Haram. Atau, uangnya bisa dibelikan Al-Qur’an untuk ditaruh di masjid.

Baca Juga:

Kalio Disangka Rendang Adalah “Dosa” Terbesar Orang Jawa di Rumah Makan Padang

4 Hal yang Wajar di Bogor, tapi Tidak Lumrah di Jakarta

#3 Speaker masjid hanya untuk azan

Culture shock selanjutnya yang saya rasakan di Mekkah dan Madinah adalah soal speaker masjid. Di Surabaya—dan Indonesia pada umumnya—speaker atau toa masjid nggak hanya digunakan untuk azan. Kadang untuk pengeras suara saat mengaji, kadang juga untuk mengumumkan barang hilang, kadang untuk mengumumkan jumlah sumbangan yang diterima masjid, dan beberapa informasi lainnya.

Bukan, saya bukan ingin menyalahkan hal tersebut, apalagi ikutan perdebatan tentang toa masjid yang dianggap mengganggu oleh salah satu tokoh agama di negeri ini. Saya hanya berpikir kalau di Masjid Nabawi, toa masjidnya juga akan melantunkan ayat suci Al-Qur’an setiap saat, dari pagi sampai ketemu pagi lagi. Atau, mungkin saja melantunkan selawatan. Ternyata nggak, Bestie. Toa Masjid Nabawi benar-benar hanya untuk azan.

Kalau misalnya barang kita ada yang hilang di Madinah, ya langsung saja diikhlaskan. Sebab kita nggak bisa minta ke manajemen masjid untuk mengumumkan barang hilang, seperti yang biasa kita lakukan di Indonesia. Hehehe.

#4 Pedagang akan meninggalkan dagangannya begitu saja ketika masuk waktunya salat

Saya yang ketika di Indonesia sering mendengar tentang pencurian di ruko atau toko di pasar, cukup terheran-heran saat berada di Madinah dan Makkah. Pasalnya, ketika waktu salat tiba, para pedagang di sana langsung pergi ke masjid tanpa perlu repot-repot memasukkan dagangannya ke dalam almari atau menguncinya di dalam ruko. Mereka langsung meninggalkan barang dagangan begitu saja untuk salat tanpa khawatir ada yang mencuri.

Selain itu, kalau sedang berada di Madinah dan Mekkah, nggak perlu pusing belajar bahasa Arab biar bisa menawar harga saat beli oleh-oleh. Ha wong para pedagangnya banyak sekali yang bisa bahasa Indonesia. Menariknya lagi, banyak pedagang di sana (Mekkah dan Madinah) yang mau menerima uang rupiah. Nggak harus ditukar riyal dulu.

#5 Imam membaca surat pendek

Sebagai muslim yang nggak taat-taat amat, plus ilmu agamanya pas-pasan, saya sempat berpikir kalau salat di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram bakalan lama. Ini kan kota suci, pasti semua orang ingin salat berlama-lama di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Imamnya juga pasti pro banget. Nggak mungkin dong hanya membaca kulhu. Jadi, sebelum berangkat saya sudah latihan fisik, banyak olahraga, agar badan tetap fit saat harus salat lama. Biar nggak kena culture shock dong waktu di sana.

Ndilalah, sekali lagi, saya keliru. Bacaan salat di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram nggak menggunakan surat Al-Baqarah atau Ali Imran yang panjang-panjang, melainkan surat-surat pendek saja.

Seingat saya, surat yang agak panjang hanya saya temui saat salat subuh. Pernah sekali saya salat subuh dengan bacaan Al-Baqarah. Saat imamnya membaca Alif lam mim, saya sudah deg-degan. Saya sudah mbatin, ini bakalan menjadi salat subuh paling lama yang pernah saya lakukan. Eh, ternyata nggak, dong. Meskipun membaca Al-Baqarah, tapi nggak dibaca full, hanya dibaca sebagian.

#6 Lantai di Masjidil Haram dingin sekali

Sebelum berangkat umrah, saya sudah prepare barang-barang yang nantinya akan menyelamatkan saya dari kekeringan dan kepanasan. Saya membawa sunblock dan pelembap kaki. Lantaran pasti nggak boleh menggunakan sepatu di dalam masjid atau area masjid, saya juga menyediakan kaos kaki tebal, jaga-jaga kalau kaki saya akan kepanasaan saat tawaf di Masjidil Haram, tepatnya di Safa dan Marwa.

Eh, dugaan saya keliru lagi. Sebab, lantai di Masjidil Haram ternyata halus, bersih, nggak ada debu sama sekali. Istimewanya lagi, lantainya tuh dingin banget meskipun suhu Mekkah mencapai 45 derajat Celcius! Seriusan, Rek. Nggak lebay, lho, saya ini. Memang lantainya seadem itu.

#7 Makanan

Saya nggak ingin menceritakan tentang ketidakcocokan antara lidah Jawa saya dengan masakan Arab. Saya justru mengalami culture shock ketika di hotel selalu mendapatkan ayam penyet, rawon, soto, dan masakan Indonesia lainnya. Lho, ini sebenarnya sedang di Arab apa di Surabaya, sih? Saya sih oke-oke saja bisa menemukan masakan ala orang Jawa di sana. Hehehe.

Selama di sana, saya bahkan nggak makan masakan Arab sama sekali. Sekadar makan nasi briyani pun nggak, lho. Satu-satunya makanan yang saya beli di luar hotel adalah es krim. Kagetnya, es krimnya orang Arab lembutnya di atas rata-rata. Tapi, hal seperti ini jangan ditiru ya, Rek. Arab suhu panasnya cukup ekstrem bila dibandingkan dengan Indonesia. Jadi, kalau kita makan es krim, nggak lama kemudian tenggorokan justru kering dan sakit.

#8 Starbucks di depan Masjid Nabawi nggak punya kursi

Sebagai duta Starbucks cabang Terminal Mojok, kok rasanya nggak pas kalau belum membicarakan soal Starbucks di negara lain. Btw, saya nggak mampir Starbucks di Mekkah, saya hanya membeli Starbucks di Madinah.

Untuk rasa minumannya sih sama saja, ya. Yang membedakan Starbucks di dekat Masjid Nabawi Madinah dengan Starbucks di Surabaya adalah kursinya. Iya, KURSI. Starbucks di depan Masjid Nabawi nggak menyediakan tempat duduk, Bestie. Jadi, setelah memesan minuman, kita nggak bisa nongkrong cantik, deh. Sekadar duduk sebentar pun nggak bisa. Ha wong sama sekali nggak ada kursinya.

Itulah beberapa culture shock sebagai orang Jawa yang pernah saya alami saat berada di Mekkah dan Madinah. Saya berdoa, semoga semua jamaah Terminal Mojok yang muslim bisa beribadah umrah dan memiliki pengalaman-pengalaman seru juga. Aamiin.

Penulis: Tiara Uci
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Culture Shock Orang Jawa yang Merantau ke Sulawesi.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.

Terakhir diperbarui pada 8 Juli 2022 oleh

Tags: culture shockmadinahmekkahorang jawaumrah
Tiara Uci

Tiara Uci

Alumnus Teknik Mesin Universitas Negeri Surabaya. Project Manager perusahaan konstruksi di Surabaya. Suka membaca dan minum kopi.

ArtikelTerkait

4 Stereotip Orang Jawa Ketika Merantau ke Luar Pulau MOJOK.CO

4 Stereotip Orang Jawa Ketika Merantau ke Luar Pulau

20 Juli 2020
Culture Shock Orang Jawa Makan Soto Betawi, Soto yang Kuahnya Pakai Susu

Culture Shock Orang Jawa Makan Soto Betawi, Soto yang Kuahnya Pakai Susu

31 Agustus 2023
Culture Shock Naik Kapal Batu Layar dari Lombok ke Surabaya: Penumpang Cekcok dengan Brimob dan Keributan Lainnya

Culture Shock Naik Kapal Batu Layar dari Lombok ke Surabaya: Penumpang Cekcok dengan Brimob dan Keributan Lainnya

17 Oktober 2023
Culture Shock Orang Jogja Saat Merantau ke Surabaya

Culture Shock Orang Jogja Saat Merantau ke Surabaya: Salah Saya Apa kok Dipisuhi Cak Cuk Terus?

5 September 2023
menebak kepribadian orang jogja berhati nyaman romantisasi jogja mojok.co

Menebak Kepribadian Orang Jogja karena Mereka Suka Menganggukkan Kepala

26 Agustus 2020
Culture Shock Arek Malang Saat Menikah dengan Orang Kertosono Nganjuk

Culture Shock Arek Malang Saat Menikah dengan Orang Kertosono Nganjuk

27 Juni 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Alasan Posong Temanggung Cocok Dikunjungi Orang-orang yang Lelah Liburan ke Jogja

Alasan Posong Temanggung Cocok Dikunjungi Orang-orang yang Lelah Liburan ke Jogja

27 Desember 2025
Menjajal Becak Listrik Solo: Cocok untuk Liburan, tapi Layanan QRIS-nya Belum Merata Mojok.co

Menjajal Becak Listrik Solo: Cocok untuk Liburan, Sayang Layanan QRIS-nya Belum Merata 

24 Desember 2025
Tips Makan Mie Ongklok Wonosobo agar Nggak Terasa Aneh di Lidah

Tips Makan Mie Ongklok Wonosobo agar Nggak Terasa Aneh di Lidah

22 Desember 2025
Linux Menyelamatkan Laptop Murah Saya dari Windows 11, OS Paling Menyebalkan

Linux Menyelamatkan Laptop Murah Saya dari Windows 11, OS Paling Menyebalkan

24 Desember 2025
Derita Jadi Pustakawan: Dianggap Bergaji Besar dan Kerjanya Menata Buku Aja

Derita Jadi Pustakawan: Dianggap Bergaji Besar dan Kerjanya Menata Buku Aja

23 Desember 2025
Opel Blazer, Motuba Nyaman yang Bikin Penumpang Ketiduran di Jok Belakang

Opel Blazer, Motuba Nyaman yang Bikin Penumpang Ketiduran di Jok Belakang

23 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Kala Sang Garuda Diburu, Dimasukkan Paralon, Dijual Demi Investasi dan Klenik
  • Pemuja Hujan di Bulan Desember Penuh Omong Kosong, Mereka Musuh Utama Pengguna Beat dan Honda Vario
  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.