Sekilas, membaca tulisan Mba Anggi Auliansyah tentang pengalamannya kuliah selama 3 tahun di Bangkalan Madura dapat diterima. Pada tulisannya, ia membahas betapa hangatnya hidup bersama orang-orang Madura ketika menempuh pendidikan di Universitas Trunojoyo Madura (UTM), universitas negeri satu-satunya di Madura. Jujur, saya sangat mengapresiasi usahanya untuk mematahkan stigma masyarakat pada tanah kelahiran saya.
Tetapi, saya harap tulisan Mba Anggi bukan menjadi acuan utama para jama’ah mojokiyah untuk menempuh pendidikan di Madura. Pasalnya, menurut saya lingkungan di Bangkalan Madura kurang pas untuk menempuh pendidikan, apalagi tingkat pendidikan tinggi.
Sebelumnya saya sudah membahas terkait keburukan sistem pendidikan dasar atau SD yang ada di Bangkalan Madura. Nah, membaca tulisan Mba Anggi ini memancing saya untuk segera membahas bagaimana Bangkalan Madura juga belum bisa menjadi pilihan yang pas untuk menempuh pendidikan tinggi.
Sulit mencari toko buku
Kesulitan mencari toko buku di Madura sebenarnya sudah dibahas pada tulisan Mas Akbar Mawlana. Menurut Mas Akbar, alasan tidak adanya toko buku di Madura karena konsumennya yang tidak seramai di kota-kota besar seperti Surabaya dan Malang. Hipotesis ini berangkat dari pengalamannya sebagai warga Sumenep (Madura bagian timur). Nah, permasalahan di Bangkalan (Madura bagian barat) lebih kompleks dengan apa yang terjadi di Sumenep.
Meskipun UTM sebagai satu-satunya universitas negeri di Madura berada di Bangkalan, yang artinya lokasinya sangat dekat dengan Surabaya bukan berarti perusahaan sekelas Gramedia dan Togamas akan melebarkan sayap ke Bangkalan. Sebaliknya, mereka lebih suka menunggu konsumen untuk datang sendiri ke Surabaya.
Selain itu, saya juga memiliki hipotesis lain terkait mengapa permasalahan tidak adanya toko buku di Bangkalan lebih kompleks dengan yang terjadi di Sumenep. Menurut saya, banyaknya pondok pesantren tradisional di Bangkalan Madura kurang mendukung hadirnya buku-buku dengan perspektif modern. Banyak pondok pesantren yang masih hanya berpatokan pada buku/kitab terbitan lama. Sehingga buku-buku terbitan terbaru kurang sejalan dengan pemahaman kepercayaan mereka.
Baca halaman selanjutnya: Ruang akademis juga kurang…