Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Nongkrong Masih Dianggap Tabu di Sragen, Nasib Kafe di Sana Kian Suram 

Kenia Intan oleh Kenia Intan
7 Juni 2025
A A
Nongkrong Masih Dianggap Tabu di Sragen, Nasib Kafe di Sana Kian Suram  Mojok.co

Nongkrong Masih Dianggap Tabu di Sragen, Nasib Kafe di Sana Kian Suram  (wikipedia.org)

Share on FacebookShare on Twitter

Membaca tulisan Sragen, Kota yang Hidup Cuma Sampai Maghrib, Setelah Itu, Seakan Jadi Kota Mati membuat saya penasaran dengan Sragen. Sebagai seseorang yang hidup di perkotaan, saya sulit relate dengan kenyataan-kenyataan yang tertulis dalam artikel tersebut. Saya kemudian menanyakan hal itu kepada salah seorang teman asli Sragen yang kini tinggal di Jogja. Kata dia, memang begitulah daerah dengan julukan Bumi Sukowati itu. 

Kawan saya bahkan menggarisbawahi kalimat “Nongkrong jam 7 malam itu udah kaya tindakan subversif.” Dia sangat relate dengan hal itu. Katanya, anak muda nongkrong hingga malam terlihat tabu di Sragen. Sebagai seseorang yang selama ini tinggal di Jogja (dan beberapa tahun di Jakarta), saya sama sekali tidak bisa memahami hal itu. Di dalam benak saya, anak muda dan nongkrong adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan, apalagi nongkrong di kafe. Itu mengapa semakin banyak anak muda di suatu daerah, semakin menjamur pula kafe atau coffee shop di daerah tersebut. 

Anak muda yang nongkrong dianggap “nakal”

Di Sragen, anak muda yang nongkrong hingga malam hari dianggap tidak baik-baik dan lekat dengan konotasi negatif seperti pemabuk hingga “anak nakal”. Kesan ini memang mulai luntur belakangan (setelah pandemi) dengan kemunculan kafe-kafe di daerah kota. Namun, sebelum itu, jangan harap kalian bisa melihat anak muda keliaran di atas jam 18.00 WIB malam. Kata teman saya, selepas jam 18.00 WIB malam, anak muda Sragen “no life” alias tanpa kehidupan. 

Ada beberapa alasan anak muda Sragen jarang keluar malam, selain dianggap bukan anak baik-baik, lingkungan di sana memang kurang mendukung untuk nongkrong. Sekalipun saat ini sudah ada beberapa kafe yang menjadi jujukan, jalanan dan penerangan di Sragen masih jauh dari kata baik, apalagi Sragen sisi pinggiran. Terlebih, hal-hal mistis di sana masih cukup kental. Alasan-alasan itulah yang menjadikan kebiasaan nongkrong di Sragen tidak mudah diterima. 

Budaya nongkrong anak Sragen saat ini

Setelah pandemi, kafe mulai bermunculan di Sragen, apalagi di Sragen kota. Sebagai catatan, kafe yang dimaksud di sini bukan warung kopi yang hanya menyajikan kopi tubruk ya, tapi kafe ala-ala seperti di kota besar. Sejak saat itu, budaya nongkrong perlahan mulai populer. 

Hingga saat ini, budaya nongkrong di kafe Sragen masih berlanjut, walau memang hype-nya tidak seperti dahulu ketika tren ini pertama kali muncul. Itu mengapa, beberapa kafe yang muncul setelah pandemi mulai gulung tikar. Selain budaya nongkrong sebenarnya belum bisa sepenuhnya diterima, ada banyak alasan lain yang membuat tren ini berat untuk dilanjutkan. Seperti yang sudah disebut dalam tulisan sebelumnya, kondisi ekonomi dan daya beli jadi salah satu alasan kuat. Lebih dari itu, teman saya bilang, orang Sragen itu “kagetan” atau FOMO, apa yang viral di media sosial atau populer di daerah lain ingin segera ditiru di daerahnya.

Tidak ada pasarnya

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan mengikuti tren daerah lain, hanya saja tren itu tetap perlu dilihat atau disaring lagi. Apakah benar-benar cocok untuk Sragen? Kata teman saya, tren kafe tidak begitu cocok di Sragen karena tidak ada pasarnya. 

Seperti di daerah-daerah lain, pasar kafe ala-ala di Sragen adalah anak muda. Sementara, kebanyakan anak muda Sragen merantau ke luar daerah untuk studi atau mengadu nasib. Adapun orang dewasa seperti bapak-bapak dan pekerja lebih senang nongkrong di angkringan atau pos kamling sambil menyesap kopi sachet. Sebenarnya ada sih pasar anak-anak SMA dan SMP (dan pergeseran pelanggan itu mulai terjadi), tapi sekali lagi, pasar ini tidak kuat karena sering terbentur dengan anggapan “anak nakal”. Jadi pemilik atau pengelola kafe di Sragen serba susah memang.

Baca Juga:

Pengalaman Saya Kuliah di Solo yang Bikin Bingung dan Menyiksa Mental “Anak Rantau” dari Sragen

Sendang Kun Gerit, Wisata Hidden Gem di Ujung Sragen

Komentar kawan saya, Sragen memang kurang cocok untuk budaya nongkrong, terlebih nongkrong di kafe. Jauh berbeda dengan Jogja. Selain pasarnya yang sulit, nongkrong di kafe hanya sekadar jadi area bersosialisasi yang sebenarnya bisa dilakukan di mana saja. Ditambah lagi, ada persepsi negatif terhadap orang yang nongkrong. Pokoknya terlalu banyak halangan untuk kebiasaan nongkrong bisa diterima sepenuhnya. Itu mengapa kalian yang hobi nongkrong di kafe dan punya rencana pindah ke sana untuk slow living atau apapun itu, sebaiknya pikir-pikir ulang.    

Penulis : Kenia Intan
Editor : Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Derita yang Saya Rasakan Selama Tinggal di Perbatasan Ngawi-Sragen: Mau Pesan Ojol, Malah Disarankan Bertapa

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 7 Juni 2025 oleh

Tags: kafe sragennongkrongsragen
Kenia Intan

Kenia Intan

ArtikelTerkait

Sudut Pandang Anak Rumahan yang Lihat Teman-temannya Hobi Nongkrong terminal mojok.co

Sudut Pandang Anak Rumahan yang Lihat Teman-temannya Hobi Nongkrong

23 November 2020
Derita yang Saya Rasakan Selama Tinggal di Perbatasan Ngawi-Sragen: Mau Pesan Ojol, Malah Disarankan Bertapa

Derita yang Saya Rasakan Selama Tinggal di Perbatasan Ngawi-Sragen: Mau Pesan Ojol, Malah Disarankan Bertapa

13 Mei 2025
Setelah Nikah, Alasan Balik Duluan dari Nongkrong Bukan Sekadar karena Dibatasi Pasangan! terminal mojok.co

Setelah Nikah, Alasan Balik Duluan dari Nongkrong Bukan Sekadar karena Dibatasi Pasangan!

5 April 2021
Warung Kopi, Tempat yang Nggak Bisa Dipisahkan dari Kehidupan Orang Aceh

Warung Kopi, Tempat yang Nggak Bisa Dipisahkan dari Kehidupan Orang Aceh

28 Juli 2023
4 Alasan Seseorang Menanyakan Pekerjaan Orang Lain Saat Ngumpul

4 Alasan Seseorang Menanyakan Pekerjaan Orang Lain Saat Ngumpul

7 September 2020
Indomaret Harusnya Introspeksi Diri. Udah Volume Musiknya Terlalu Keras, Nggak Sedia Asbak pula, Gimana Konsumen Mau Nyaman?

Indomaret Harusnya Introspeksi Diri. Udah Volume Musiknya Terlalu Keras, Nggak Sedia Asbak pula, Gimana Konsumen Mau Nyaman?

24 November 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Toyota Vios, Mobil Andal yang Terjebak Label "Mobil Taksi"

Toyota Vios, Mobil Andal yang Terjebak Label “Mobil Taksi”

16 Desember 2025
Air Terjun Tumpak Sewu Lumajang, Tempat Terbaik bagi Saya Menghilangkan Kesedihan

4 Aturan Tak Tertulis agar Liburan di Lumajang Menjadi Bahagia

17 Desember 2025
Nasib Sarjana Musik di Situbondo: Jadi Tukang Sayur, Bukan Beethoven

Nasib Sarjana Musik di Situbondo: Jadi Tukang Sayur, Bukan Beethoven

17 Desember 2025
4 Rekomendasi Film India Penuh Plot Twist Sambil Nunggu 3 Idiots 2 Tayang

4 Rekomendasi Film India Penuh Plot Twist Sambil Nunggu 3 Idiots 2 Tayang

18 Desember 2025
Yamaha Xeon: Si Paling Siap Tempur Lawan Honda Vario, eh Malah Tersingkir Sia-Sia Mojok.co

Yamaha Xeon: Si Paling Siap Tempur Lawan Honda Vario, eh Malah Tersingkir Sia-Sia

13 Desember 2025
Tinggal di Kabupaten Magelang: Dekat Borobudur, tapi Tidak Pernah Merasa Hidup di Tempat Wisata

Tinggal di Kabupaten Magelang: Dekat Borobudur, tapi Tidak Pernah Merasa Hidup di Tempat Wisata

18 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”
  • Pasar Petamburan Jadi Saksi Bisu Perjuangan Saya Jualan Sejak Usia 8 Tahun demi Bertahan Hidup di Jakarta usai Orang Tua Berpisah
  • Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia
  • Balada Berburu Si Elang Jawa, Predator Udara Terganas dan Terlangka
  • Memanah di Tengah Hujan, Ujian Atlet Panahan Menyiasati Alam dan Menaklukkan Gentar agar Anak Panah Terbidik di Sasaran
  • UGM Berikan Keringanan UKT bagi Mahasiswa Terdampak Banjir Sumatra, Juga Pemulihan Psikologis bagi Korban

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.