Dulu, saat saya memutuskan untuk mengambil seni sebagai jurusan kuliah, ibu saya menentang habis-habisan. Maklum, mahasiswa seni selalu identik dengan masa depan tak tentu dan hidupnya dekat dengan maksiat. Padahal, saya saat itu baru mau daftar, keterima atau nggak saja masih nggak jelas.
Saya memutuskan untuk curhat dengan guru BK. Ketika curhat dengan guru BK, beliau malah tertawa. Guru BK saya bilang, “Maksiat itu kan ada di mana-mana. Nggak usah jauh-jauh ke kampus seni, hape kamu kalau nggak bener pakainya ya isinya maksiat semua.”
Waktu itu saya pikir, “Benar juga ya. Maksiat itu ada di mana saja . Tergantung kita bisa jaga diri atau tidak.”
Jawaban dari guru BK tersebut jadi senjata saya untuk merayu orang tua. Setelah proses yang panjang, akhirnya ibu merestui pilihan saya. Setelah diterima, akhirnya saya resmi menyandang gelar mahasiswa seni. Bukan, bukan sarjana seni. Baru keterima ini, Buos.
Setelah jadi mahasiswa seni, saya jadi tahu bahwa stereotip yang disematkan kepada mahasiswa yang mengambil jurusan seni itu keliru. Contohnya adalah perkara masa depan. Orang-orang menganggap bahwa kalau lulusan seni itu pasti jadi pengangguran. Pendapat itu salah besar karena sama seperti jurusan lain, lulusan seni juga bisa bekerja di posisi lain dan punya masa depan.
Banyak contoh lulusan seni yang punya karier yang cerah. Ifa Isfansyah (sutradara dan produser) merupakan alumni ISI (Institut Seni Indonesia) Yogyakarta jurusan teater. Ia telah membuat beberapa film layar lebar. Di antaranya Garuda di Dadaku (2009), Sang Penari (2011), Pendekar Tongkat Emas (2014), dan masih banyak lagi.
Riri Riza (sutradara), beliau adalah alumni dari IKJ (Institut Kesenian Jakarta). Film Petualangan Sherina dan AADC (Ada Apa dengan Cinta) yang fenomenal itu adalah dua di antara banyaknya film yang pernah ia kerjakan.
Soimah (komedian, penyanyi, sinden) sebelum sukses seperti sekarang, Soimah sempat mengenyam pendidikan di jurusan karawitan. Ada juga Didik Nini Thowok, siapa sih yang enggak tahu beliau? Seniman hebat ini alumni Asti (Akademi Seni Tari) loh, yang sekarang dikenal sebagai ISI Yogyakarta.
Daftar di atas baru beberapa, sisanya masih banyak lagi mantan mahasiswa seni yang sukses.
Selama empat tahun bergaul dengan mahasiswa seni, dari yang tampilannya sangar kayak preman sampai lucu kayak hello kitty, saya punya kesan bahwa mereka nggak sangar dan aslinya baik loh. Jangankan pergaulan bebas, waktu mereka habis untuk membuat karya dan tugas kuliah yang datangnya keroyokan.
Justru selama kuliah ini, saya menemukan isu lain tentang mahasiswa seni. Isu tersebut adalah mahasiswa jurusan seni itu jarang mandi!
Sebagai mahasiswa jurusan film, kalau syuting, bisa beberapa hari saya dan kawan-kawan nggak mandi. Nggak usah tanya bau ya, orang punya akal pasti tau kek apa baunya. Kenapa nggak mandi? Ya karena jadwal syutingnya padat, Buos. Jadwalnya saja bisa dari subuh ketemu subuh lagi.
Bagi mahasiswa film, setiap detik adalah uang. Demi menghemat uang produksi yang tidak seberapa, kami harus rela menahan bau badan sendiri.
Nah, berangkat dari fenomena yang terjadi di jurusan saya, saya jadi penasaran alasan jarang mandi dari mahasiswa jurusan lain. Waktu itu saya makan soto di dekat kampus bareng teman dari jurusan seni lukis. Entah karena iseng atau kekurangan bahan obrolan, saya pun bertanya.
“Eh katanya anak-anak jurusan kalian jarang mandi ya?”
Teman saya pun tertawa dan malah cerita. Suatu hari di salah satu mata kuliah, kelas tersebut padat oleh mahasiswa. Otomatis mereka harus menghirup oksigen yang sama di dalam ruang terbatas. Tiba-tiba, ada senior yang iseng membuka kaosnya. Menurut informan terpercaya, senior tersebut sudah empat hari nggak mandi. Saking baunya, satu kelas bubar lari tunggang langgang. Bahkan ada yang mual-mual.
Terus teman saya ini kan perempuan, dia mengaku pernah beberapa hari nggak mandi. Penasaran, saya tanya apa alasan anak-anak jurusan seni lukis jarang mandi. Alasannya kan pasti beda dari anak-anak di jurusan saya.
“Ini katanya orang-orang sih, nggak tahu benar atau cuma mitos. Kalau lagi mengerjakan tugas terus mandi, nanti idenya rontok bareng kotoran di badan kita.”
Tentu saya tercengang dengan jawaban teman saya ini. Wah menarik juga ya, pikir saya waktu itu.
“Tapi, aku sudah membuktikan sendiri. Aku rencananya mau bikin tugas, terus aku tinggal mandi sebentar. Selesai mandi, aku lupa ideku tadi apa. Mau melukis apa aku lupa. Mungkin sudah larut bersama daki.”
Ada-ada saja.
Tapi, saya agak ragu dengan alasan tersebut. Saya punya teman yang berasal dari jurusan yang sama dengan mbak itu, dan dia punya alasan yang lain. Dia nggak mandi karena mandi adalah kegiatan yang enak untuk ditunda.
Setelah membaca hal di atas, saya harap kalian punya sedikit gambaran tentang kehidupan mahasiswa seni. Mahasiswa seni itu nggak dekat dengan maksiat dan punya masa depan, stereotip buruk itu baiknya dibuang jauh-jauh. Yang jelas, mahasiswa seni itu jarang mandi. Nggak semua sih, tapi banyak. Gitu pokoknya.
BACA JUGA Seni Menghadapi Harta Dunia Melalui Peribahasa Madura Asel Ta’ Adina Asal dan artikel Terminal Mojok lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.