Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

4 Alasan Julukan Maliogoro untuk Jalan MH Thamrin Bojonegoro Kurang Tepat

Faiz Al Ghiffary oleh Faiz Al Ghiffary
2 Mei 2023
A A
4 Alasan Julukan Maliogoro untuk Jalan MH Thamrin Bojonegoro Kurang Tepat

4 Alasan Julukan Maliogoro untuk Jalan MH Thamrin Bojonegoro Kurang Tepat (Untung Subagyo/Shutterstock.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Kalau nanti plang besar bertuliskan Maliogoro terpampang di Jalan MH. Thamrin Bojonegoro, saya rasa itu kurang tepat. Lebih parah lagi kalau kemudian orang menganggap Maliogoro sebagai Malioboronya Bojonegoro. Kalau sampai itu sampai terjadi, ora kreatif blas.

Media memang ramai mengabarkan bahwa julukan Maliogoro bukan resmi berasal dari pemkab setempat, melainkan dari kalangan masyarakat sendiri. Dan itu juga dikonfirmasi oleh Dr. Hj. Anna Mu’awanah, bupati Bojonegoro saat ini.

Akan tetapi, kalau kemudian nama Maliogoro nantinya secara resmi disematkan untuk kawasan Jalan MH. Thamrin, menurut saya ya nggak tepat. Mosok saat perencanaan penataan wilayah, pemkab nggak punya nama untuk konsep wilayah tersebut. Okelah kalau kawasan tersebut nggak diberi nama baru, makanya jangan sampai pemkab makbenduduk membuat plang bertuliskan Maliogoro dan dipasang di kawasan tersebut.

Sekalipun nama Maliogoro berasal dari celetukan masyarakat, ini juga nggak sepenuhnya salah masyarakat. Lha, siapa suruh pemkab mempercantik wilayah tersebut sama persis dengan Malioboro? Bahkan ornamen lampu sampai penataan tempat duduknya dibuat sama dengan Malioboro di Jogja. Wah, jiaaannn. Lebih parah lagi kalau kemudian pemahaman bahwa Maliogoro ini adalah Malioboronya Bojonegoro tersebar. Menyesatkan.

Beberapa waktu lalu, saya menulis artikel di Terminal Mojok berjudul Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten yang Sering Dilupakan. Saya sedikit resah dengan Bojonegoro yang nggak begitu terkenal. Tapi, usaha untuk membuat kabupaten ini terkenal ya nggak harus gitu juga, kan. Nggak harus bikin satu wilayah di Bojonegoro jadi mirip Malioboro di Jogja.

Ornamen, bangunan, bahkan konsep Malioboro memang bisa direplika, tapi nggak dengan nilai-nilai sejarahnya. Berikut empat alasan kenapa julukan Maliogoro untuk Jalan MH. Thamrin Bojonegoro kurang tepat.

Marlborough, Malyabhara, Malioboro

Malioboro yang kita kenal bukanlah nama sebuah tempat. Malioboro adalah nama jalan. Penamaan jalan ini juga nggak asal-asalan, apalagi asal mereplika saja. Beberapa teori mengungkapkan bahwa nama Malioboro berasal dari nama seorang kolonial Inggris bernama Marlborough yang pernah tinggal di sana pada rentang waktu 1811-1816 M.

Sementara itu, menurut dosen Sejarah UI, Prof. Peter Brian Ramsey Carrey, dalam sebuah kitab Ramayana terdapat satu keterkaitan antara penamaan Jalan Maliboro dan Kota Jogja. Menurutnya, nama asli Jogja adalah Ngayogyakarta. Nama yang terinspirasi dari sebuah nama kerajaan dalam kitab Ramayana, yakni Ayodya. Selanjutnya, masyarakat Jawa terbiasa menyebut Ngayodya, sehingga terdengar seperti Ngayogya.

Baca Juga:

Kesawan, Malioboro Medan yang Penuh Sejarah dan Bikin Jatuh Cinta

Salah Paham Terkait Jalan Malioboro Jogja yang Telanjur Dipercaya Banyak Orang, bahkan oleh Orang Jogja Sendiri

Masih dalam kitab Ramayana, di sinilah letak keterkaitan antara Malioboro-Kota Jogja. Kitab Ramayana menyebutkan, terdapat satu jalan yang digunakan untuk menyambut raja serta tamu-tamunya. Jalan tersebut adalah Jalan Malyabhara. Dalam bahasa Sansekerta, malya berarti bunga, dan bhara berarti mengenakan. Mungkin juga penamaan itu masih terkait dengan acara-acara besar Kraton dulu yang diadakan di Jalan Malioboro di mana saat acara berlangsung, sepanjang Jalan Malioboro selalu dipenuhi bunga-bunga. Sisi historis inilah yang nggak bisa kita jumpai di Maliogoro.

Bagian dari Sangkan Paraning Dumadi

Sangkan Paraning Dumadi adalah perjalanan manusia dari lahir hingga kembali lagi kepada Sang Pencipta. Dalam bahasa Jawa, sangkan berarti asal muasal, paran adalah tujuan, dan dumadi berarti menjadi. Konsep tersebut juga merupakan salah satu ajaran Pangeran Mangkubumi yang merupakan Sri Sultan Hamengkubowono I.

Sementara itu di Ngayogyakarta, Sangkan Paraning Dumadi memiliki simpul utama. Simpul utama tersebut adalah Panggung Krapyak-Kraton-Tugu Jogja.

Dari Panggung Krapyak ke Kraton melambangkan sangkaning dumadi. Sangkaning dumadi ini merupakan perjalanan manusia dari lahir, dewasa, hingga kemudian memiliki keluarga. Sedangkan Tugu ke Kraton melambangkan perjalanan manusia menuju akhir hayatnya. Pada bagian itulah Jalan Malioboro menjadi satu kesatuan dari ajaran Pangeran Mangkubumi tersebut. Jalan Malioboro merupakan jalan yang dilalui dari Tugu ke Kraton.

Pusat perekonomian dan pemerintahan

Pada abad ke-19, pemerintah Hindia Belanda mulai menjadikan Malioboro sebagai pusat perekonomian dan pemerintahan. Sebagai bentuk keseriusan pemerintah Hindia Belanda, maka dibangunlah Benteng Vredeburg, Istana Keresidenan Kolonia (istana presiden sekarang), serta pasar beringharjo.

Secara simbolis, pemerintah Hindia Belanda menyatakan perlawanan terhadap digdayanya Kraton sebab megahnya istana Kraton yang menguasai kawasan tersebut. Seiring dengan terbitnya Undang-Undang Agraria, mulai berkembang juga kawasan sentra ekonomi di Malioboro. Sejak itu, Hindia Belanda menjalankan Open Door Policy atau Politik Pintu Terbuka. Penanaman modal swasta mulai diperbolehkan masuk, aturan tanah diperketat pada fase ini.

Akibat modal asing boleh masuk, bangunan-bangunan lain yang mendukung perekonomian juga turut dibangun. Mulai dari stasiun, bank, pusat perdagangan, dan sekolah dibangun di sekitar sini. Langkah ini juga menjadi keniscayaan jika roda perekonomian akan semakin cepat berputar.

Pada abad ke-20, jumlah pelancong ke wilayah ini semakin banyak yang kemudian turut menjadikan Malioboro sebagai wilayah paling sibuk hingga saat ini. Meskipun kini pedagang kaki lima sudah direlokasi, sejarah panjang di belakang nggak bisa dilepaskan begitu saja.

Sementara itu, Jalan MH. Thamrin Bojonegoro dulunya merupakan sebuah tanggul yang kemudian dipercantik hingga mirip Malioboro Jogja dan disebut sebagai Maliogoro. Beda banget kan sama Malioboro?

Saksi sejarah perjuangan Indonesia

Jalan Malioboro juga menjadi saksi atas perjuangan kemerdekaan RI, lho. Peristiwa yang terjadi di jalan ini kemudian dikenal dengan Serangan Umum 1 Maret 1949.

Mengutip dari buku Serangan Umum 1 Maret 1949 dalam kaleidoskop Sejarah Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia (2010) karya Batara R. Hutagalung, serangan itu dilakukan oleh pasukan TNI dari Brigade 10/Wehkreise III di bawah pimpinan Letkol Soeharto. Sebelumnya, penyerangan itu telah mendapatkan izin dari Sri Sultan Hamengkubowono IX, di mana saat itu ia menjabat sebagai kepala Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sebagai bentuk kehormatan dan mengenang jasa para pahlawan dalam peristiwa tersebut, dibangunlah monumen serangan umum 1 maret 1949. Monumen itu terletak di sekitar area museum Benteng Vredeburg.

Itulah empat alasan mengapa julukan Maliogoro terasa kurang tepat untuk Jalan MH. Thamrin. Bahkan kalau sampai ada anggapan Maliogoro adalah Malioboro-nya Bojonegoro, duh kesannya jadi kurang kreatif. Padahal potensi Bojonegoro dengan segala anugerahnya itu besar sekali, lho. Mbok yo kembangkan sesuatu yang merepresentasikan Bojonegoro gitu, lho.

Penulis: Faiz Al Ghiffary
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Dear Bojonegoro, Kamu Nggak Harus Ikutan Bikin Malioboro Baru kok.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 2 Mei 2023 oleh

Tags: BojonegoroMalioboroMaliogoro
Faiz Al Ghiffary

Faiz Al Ghiffary

Juru tulis perusahaan swasta.

ArtikelTerkait

Kiat-Kiat Mengobati Patah Hati di Kota Jogja

Kiat-Kiat Mengobati Patah Hati di Kota Jogja

7 Januari 2020
7 Perbedaan Becak Tokyo dan Becak Malioboro terminal mojok.co

7 Perbedaan Becak Tokyo dan Becak Malioboro

11 Februari 2022
Malioboro Jogja Bau Pesing, Kuda Andong Bakal Pakai Popok (Unsplash)

Malioboro Jogja Bau Pesing Bikin Pengunjung Pusing, Kudanya Dikasih Popok Biar Nggak Bikin Kapok

10 April 2025
3 Hal yang Perlu Dipahami Orang Bojonegoro yang Hendak Merantau ke Kediri agar Mudah Beradaptasi

3 Hal yang Perlu Dipahami Orang Bojonegoro yang Hendak Merantau ke Kediri agar Mudah Beradaptasi

11 September 2023
bojonegoro

Yang Unik di Bojonegoro: Bahasa, Minyak, dan Masyarakat Samin

20 Mei 2020
Saya Asli Bojonegoro, tapi Bangga Menjadi Warga Blora karena 3 Hal Ini Tidak Akan Ditemukan di Bojonegoro

Saya Asli Bojonegoro, tapi Bangga Menjadi Warga Blora karena 3 Hal Ini Tidak Akan Ditemukan di Bojonegoro

16 Maret 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Mahasiswa UIN Nggak Wajib Nyantri, tapi kalau Nggak Nyantri ya Kebangetan

Mahasiswa UIN Nggak Wajib Nyantri, tapi kalau Nggak Nyantri ya Kebangetan

30 November 2025
3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

4 Desember 2025
Rekomendasi Tempat Jogging Underrated di Semarang, Dijamin Olahraga Jadi Lebih Tenang Mojok.co

Rekomendasi Tempat Jogging Underrated di Semarang, Dijamin Olahraga Jadi Lebih Tenang

3 Desember 2025
5 Alasan yang Membuat SPs UIN Jakarta Berbeda dengan Program Pascasarjana Kampus Lain Mojok.co

5 Alasan yang Membuat SPs UIN Jakarta Berbeda dengan Program Pascasarjana Kampus Lain

1 Desember 2025
4 Hal Menjengkelkan yang Saya Alami Saat Kuliah di UPN Veteran Jakarta Kampus Pondok Labu

4 Hal Menjengkelkan yang Saya Alami Saat Kuliah di UPN Veteran Jakarta Kampus Pondok Labu

1 Desember 2025
Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

2 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.