Ketika mendengar nama Jiraiya, kesan pertama kali yang terlintas adalah seorang shinobi yang terkenal dengan kemesumannya. Berbeda dengan sosok HOS Tjokroaminoto yang menjauhi hal-hal yang berbau duniawi. Mengaitkan keduanya tentunya nggak nyambung dan tidak masuk di akal.
Tapi kalau dipikir-pikir, ada beberapa kemiripan dari kedua sosok tersebut dilihat dari berbagai aspek. Daripada penasaran, langsung saja saya jabarkan.
Keduanya merupakan orang yang terpilih
Baik Jiraiya maupun HOS Tjokroaminoto telah diramalkan untuk membawa perubahan yang besar di daerahnya. Jiraiya mendapat ramalannya dari Tetua Katak di Gunung Myoboku tempat para pertapa katak tinggal. Tetua Katak meramalkan, Jiraiya akan menjadi seorang yang mesum dan memiliki murid yang dapat membuat perubahan yang besar dalam dunia shinobi.
HOS Tjokroaminoto yang saat itu menjadi pemimpin Sarekat Islam secara kebetulan memiliki nama yang mirip dengan ramalan dari Jayabaya. Ramalan tersebut tertulis akan hadir seorang juru selamat yang bernama Prabu Heru Tjokro.
Memiliki murid dengan mazhab yang berbeda
Jiraiya memiliki dua murid yang pahamnya saling bertentangan yaitu Nagato dan Naruto. Keduanya merupakan anak yang disebutkan dalam ramalan Tetua Katak. Nagato yang berpendapat bahwa perdamaian dapat diwujudkan dengan membentuk Akatsuki dan mengumpulkan sembilan bijuu untuk dijadikan senjata terkuat untuk menghancurkan dunia shinobi, rasa takut dan penderitaan yang disebabkan oleh senjata terkuat dapat membentuk stabilitas dan perdamaian dunia shinobi. Berbeda dengan Nagato, Naruto mewarisi konsep perdamaian dari gurunya, Jiraiya. Menurutnya, perdamaian dapat tercipta jika masing-masing orang dapat memahami satu sama lain.
HOS Tjokroaminoto memiliki tiga murid yang terkenal yaitu Semaoen, Kartosoewirjo, dan Soekarno. Masing-masing condong ke paham yang berbeda. Semaoen yang condong ke paham komunis, Kartosoewirjo dengan ideologi Islamnya, dan Soekarno yang terkenal dengan paham Marhaenisme yaitu Nasionalisme ala Soekarno.
Murid-murid dari kedua tokoh tersebut walaupun memiliki mazhab pemikiran yang berbeda, namun, berasal dari satu konsep yang sama. Jiraiya dengan konsep perdamaian “saling memahami” dan HOS Tjokroaminoto dengan pemikiran Islam dan Sosialisme.
Memiliki karya yang monumental
Sebelum Jiraiya menerbitkan novel tetraloginya yang fenomenal yaitu Icha-Icha Series, Jiraiya menulis sebuah buku yang berjudul Kisah Ninja Pemberani. Buku tersebut menceritakan seorang ninja yang pantang menyerah dalam mencari perdamaian.
Jiraiya menulis buku tersebut berdasarkan pengalamannya ketika pertama kali berkelana ke berbagai negeri untuk mencari sosok murid yang pantas untuk mengemban misi perdamaiannya. Walaupun tidak satu pun buku yang terjual, buku tersebut ternyata dapat mengubah dunia shinobi. Hal ini dibuktikan ketika Naruto mengingatkan kembali tentang isi buku tersebut kepada kakak muridnya, Nagato, yang termakan oleh kebencian dirinya. Akibatnya, Nagato mengorbankan dirinya untuk menghidupkan warga Konoha yang terbunuh saat invasinya ke desa. Dia mempercayakan tekad dirinya untuk mewujudkan perdamaian kepada Naruto.
HOS Tjokroaminoto banyak menelurkan karya-karya monumental yang dijadikan rujukan perjuangan pada masa tersebut salah satunya yaitu buku yang berjudul Islam dan Sosialisme. Menurut buku tersebut, sosialisme ala Tjokroaminoto adalah sosialisme yang berpegang teguh dengan panji-panji agama Islam. Perbedaan sosialisme ala Barat dengan Islam adalah jika sosialisme versi Barat berdasarkan pertemanan maka sosialisme dalam Islam lebih intim lagi, yaitu persaudaraan.
Selain beberapa poin yang disebutkan, baik Jiraiya dan HOS Tjokroaminoto memiliki satu persamaan yaitu tidak dapat menikmati perubahan besar yang dialami di daerahnya. Jiraiya dibunuh oleh muridnya, Nagato, ketika melakukan misi penyusupan di Amegakure. Sedangkan, HOS Tjokroaminoto meninggal karena sakit sebelum menikmati era kemerdekaan bangsa Indonesia dari kolonialisme Belanda.
Sebenarnya kita tidak bisa secara lugu menyamakan dua tokoh ini. Namun, keduanya memberikan kesan legenda yang begitu identik. Menyaksikan cerita Naruto tidak bisa hanya menjadi hiburan, melainkan juga sebuah refleksi tentang apa yang terjadi di dunia nyata.
BACA JUGA Shokugeki no Soma, Bukan Sekadar Anime Masak-Memasak