Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Politik

Dunia Milik (Partai) yang Menang, yang Lain Ngontrak

H.R. Nawawi oleh H.R. Nawawi
11 Mei 2019
A A
partai menang, yang lain ngontrak

partai menang, yang lain ngontrak

Share on FacebookShare on Twitter

Sebelumnya saya harus mengutarakan bahwa narasi “Siapa Cepat Dia Dapat”  saya dapatkan dari Water Wars-nya Vandhana Shiva (bagi saya menunjukkan buku yang dijadikan rujukan adalah cara agar tidak sombong, bukan sebaliknya). Sebab itu pula saat berkunjung ke kedai kopi, saya terbayang-bayang saat melihat orang-orang tanggal dari kursi kedai, lalu diganti dengan pembeli lain yang sejurus kemudian menduduki kursi yang baru saja ditinggal pergi. Lantas bagaimana kursi Iron Throne, eh maksud saya Kursi Istana? Penuh kesunyian atau justru pertarungan?

Karena ‘habis gelap terbitlah terang’ bukan kalimat mantra habis perang datanglah damai, karena gegap gempita kemenangan pemilu atau terbunuhnya White Walker oleh Arya Stark yang masih kimcil (saru gak sih) tidak menjadikan kehidupan akan terang selamanya? Kalau begitu maka pendapat saya ada benarnya bahwa sisi gelap kehidupan adalah fitrah, serupa gelembung Rahwana (sifat tamak, sombong, rakus, dsb) yang tidak akan pernah sirna dan juga janji iblis untuk menggoda anak-cucu Adam sampai hari nanti.

Masih percaya habis gelap terbitlah terang itu selamanya?

Kembali lagi soal yang dikatakan mbak yu Shiva yang ternyata merujuk dari praktek “Ekonomi Koboi” yang buntutnya memicu kembali homo homini lupus dengan wajah lain. Karena hari ini bukan lagi seberapa kau mampu membunuh dan menikam orang dengan otot, melainkan seberapa orang dapat kau kuasai (kursi kekuasaan) dengan tahta, harta, pengetahuan. Semua bergeser seiringan dengan bumi yang terus berputar.

Dulu para koboi di masanya bermodal kuda, topi, senjata—tidak seribet PUBG—dan macam-macam softskill menguasai wanita dan kuat meneguk bir berbotol-botol. Jika hari ini koboi masih ada macam dulu, mungkin sudah ada pelatihan koboi kelas dasar, lalu menengah, dan kemudian kelas atas. Namun waktu pun beranjak seiring dengan harga sekolah yang kian melangit, semakin eksklusif, dan para koboi macam yang dulu sudah pensiun. Berganti profesi yang lebih menjanjikan, Ekonomi Koboi.

“Kau tidak menghabiskannya?” ujar Romi tempo hari padaku. “Siapa cepat dia dapat bung!”

Lalu saya pun teringat pesan guru semasa sekolah di madarasah bahwa sifat iri, ataupun dengan kata yang lebih seirama dengan penjelasan di atas adalah rakus, itu diperbolehkan bila konteksnya persoalan ilmu. Sedangkan rakus dan iri dalam konteks profan atau profit, tidak boleh. Ternyata semakin tua usia manusia tidak menjamin dunia ini akan lebih seimbang, tidak paradoks, dan tidak berbenturan satu sama lain.

Pun dengan yang silang sengkarut sekarang, selain karena yang bermain di lumpur perpolitikan tidak sedewasa macam pelanggan kedai kopi, artinya para pembeli boleh duduk dimanapun di meja yang masih kosong, dan bisa meminta ijin agar duduk bersama di kuota duduk yang harusnya bisa digunakan 6 orang namun ternyata hanya diisi 2 orang yang sedang pacaran. Parahnya sih orang pacaran selalu merasa dunia milik berdua, yang lain ngontrak di Bumi ini. Dan ternyata bercandaan kalimat orang-orang pacaran macam itu mempengaruhi parlemen hari ini.

Baca Juga:

5 Istilah di Jurusan Ilmu Politik yang Kerap Disalahpahami. Sepele sih, tapi Bikin Emosi

4 Salah Kaprah tentang Jurusan Ilmu Politik yang Sudah Terlanjur Dipercaya

Semua menemukan momentumnya, seperti saat ini di sela-sela penghitungan, mau tidak mau diantara kami para penduduk Indonesia harus terus berseteru dan saling menunjuk siapa yang berhak mendapati rasa malu lima tahun ke depan akibat salah memilih pemimpin di bilik suara kemarin. Apakah dua orang yang bakal jadi tidak akan pernah berbagi kursi untuk merumuskan masa depan yang lebih baik, setidaknya bekas-bekas tambang yang dilaporkan dalam Sexy Killers ditutup kembali.

Seperti yang kita tahu—para penikmat kedai kopi dan ruang publik lainnya—di meja kedai kopi yang tidak berjauhan kita saling membuka telinga, untuk mendengar informasi yang berdatangan seperti hujan. Bahkan lumrah kiranya saat saya mengernyitkan dahi mendengar percakapan:

“Ya. Politik koboi tepatnya.”

“Partai yang kalah itu ngontrak?” sembari ketawa orang yang berhadapan dengannya menjawab.

“Yoi boi, mereka bakal ngontrak. Mereka tidak pantas mendapatkan hak istimewa di muka bumi ini seperti lawannya.”

“Bahkan dimana ia berak, disitulah mereka harus membayarnya?”

“Tentu. Tapi kamu jangan banyak akal begitu boi, kita perlu orang-orang nakal bagai koboi!”

Mereka terus berseteru sampai pembahasan bagaimana berbagi tempat di kedai kopi. Juga bagaimana berbagi tanah, air, udara yang harusnya milik bersama. Saya seperti negara tetangga yang mendengar dari seberang, menyaring kemudian mendaur ulang menjadi pengetahuan yang rapuh. Karena konon katanya, mendengar informasi hari ini rapuh, sebab informasi diciptakan bisa dengan ragam sumber yang nanti dapat di uji kesahihannya. Itu ilmu sudah dari dulu, orang-orang saja lupa sedang memodifikasinya menjadi istilah hoak.

Tapi sudahlah, semua tidak bisa dibendung ketika teknologi dan informasi semakin mudah di dapatkan. Penanganan mental (revolusi mental?) ternyata juga tidak cepat saji kan? Lantas dengan apa manusia mampu mengendalikan diri dari dirinya sendiri? Apakah jawaban Al-Ghazali dalam buku Kimia Kebahagiaan tentang struktur kerajaan dalam diri kita untuk mengenal diri dan kemudian mengenal Tuhan, macam itu bisa? Bukankah itu makin rumit? Semua perlu dibawa bercanda agar lebih ringan, ternyata juga membutuhkan kecerdasan agar tidak menjadi penistaan dan memicu permusuhan bukan? Saling menguatkan dan saling mengingatkan hanya memperlihatkan kerapuhan kita bukan? Akui sajalah kita manusia lemah.

Sebagaimana sifat manusia yang sering lupa untuk membayangkan dirinya itu kecil saat mendengar atau merapalkan Takbir. Bagaimana kalau merubah yang kalah itu ngontrak menjadi sifat kesombongan manusia adalah yang ngontrak? Atau lebih singkatnya, rasa berbagi adalah keniscayaan dan sifat rakus, sombong, mau sendiri adalah gelembung-gelembung yang keluar dari tubuh Rahwana yang beterbangan dari dasar samudera yang tidak akan pernah habis dan mengejar kita yang rapuh di Bumi Manusia ini.

Terakhir diperbarui pada 8 Oktober 2021 oleh

Tags: PartaiPolitik
H.R. Nawawi

H.R. Nawawi

Jika di dunia hanya ada dua pilihan antara riang dan menangis. Saya memilih menangis. Kehampaan.

ArtikelTerkait

Ironi Populisme, Demokrasi, dan Gerakan Relawan yang Menghambat Kaum Muda Melek Politik

Ironi Populisme, Demokrasi, dan Gerakan Relawan yang Menghambat Kaum Muda Melek Politik

2 Oktober 2022
Glorifikasi Pemuda dalam Politik Indonesia: Anak Muda Memang Penting, tapi Anak Muda yang Gimana Dulu?

Glorifikasi Pemuda dalam Politik Indonesia: Anak Muda Memang Penting, tapi Anak Muda yang Gimana Dulu?

13 November 2023
Tenang, Ada Mutiara Hikmah di Balik Geger Geden Partai Demokrat mojok.co/terminal

Tenang, Ada Mutiara Hikmah di Balik Geger Geden Partai Demokrat

9 Maret 2021
Mas AHY, Kurangi Bawa-bawa Pak SBY dalam Orasi, Anda Nggak Kalah Jago kok!

Mas AHY, Kurangi Bawa-bawa Pak SBY dalam Orasi, Anda Nggak Kalah Jago kok!

25 September 2022
khofifah indar parawansa gubernur jawa timur risma tri rismaharini wali kota surabaya sinetron konflik mobil tes pcr wabah corona mojok.co

Konflik Khofifah-Risma Adalah Contoh Sinetron yang Baik

2 Juni 2020
Kalau Negara Bilang Kantor Kejaksaan Agung Terbakar karena Rokok, Ya Itu Pasti karena Rokok terminal mojok.co

Kalau Negara Bilang Kantor Kejaksaan Agung Terbakar karena Rokok, Ya Itu Pasti karena Rokok

24 Oktober 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

4 Aturan Tak Tertulis Berwisata di Jogja agar Tetap Menyenangkan Mojok.co

4 Aturan Tak Tertulis Berwisata di Jogja agar Liburan Tetap Menyenangkan

30 November 2025
Nggak Ada Gunanya Dosen Ngasih Tugas Artikel Akademik dan Wajib Terbit, Cuma Bikin Mahasiswa Stres!

Dosen yang Minta Mahasiswa untuk Kuliah Mandiri Lebih Pemalas dari Mahasiswa Itu Sendiri

5 Desember 2025
Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

2 Desember 2025
3 Alasan Soto Tegal Susah Disukai Pendatang

3 Alasan Soto Tegal Susah Disukai Pendatang

30 November 2025
Lamongan Megilan: Slogan Kabupaten Paling Jelek yang Pernah Saya Dengar, Mending Diubah Aja Mojok.co Semarang

Dari Wingko Babat hingga belikopi, Satu per Satu yang Jadi Milik Lamongan Pada Akhirnya Akan Pindah ke Tangan Semarang

30 November 2025
QRIS Dianggap sebagai Puncak Peradaban Kaum Mager, tapi Sukses Bikin Pedagang Kecil Bingung

Surat untuk Pedagang yang Masih Minta Biaya Admin QRIS, Bertobatlah Kalian, Cari Untung Nggak Gini-gini Amat!

5 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.